Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lemahnya "Skill Digital Literacy" dalam Sistem Pendidikan Kita

27 Juni 2018   06:46 Diperbarui: 29 Juni 2018   10:56 3531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: inovasee.com

Hampir satu tahun ini saya mendapat kesempatan tugas belajar di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Di sana saya bisa bertemu dengan kolega para pendidik seperti guru dan dosen-dosen dari berbagai lembaga pendidikan di seluruh Indonesia.

Kami datang dari berbagai provinsi sebagai "utusan" lembaga untuk belajar. Kami mendapatkan kesempatan yang sama untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan sesuai bidang keahlian masing-masing.

Meskipun tiap-tiap kami memiliki kompetensi di bidang ilmu yang dikuasai, tetapi secara hasil pengamatan pribadi, masih banyak di antara kolega pendidik itu yang belum menguasai keterampilan melek digital (digital literacy) dengan baik.

Hal ini wajar dan bisa dimaklumi. Karena, selain masih banyak guru dan dosen yang merupakan “produk lama” dari sistem pendidikan kita, juga faktanya bahwa jarang dan langka, tenaga kependidikan baik guru atau dosen dilatih secara khusus dalam bidang tersebut.

Di samping itu, dari sisi lembaga penyelenggara pendidikan pun, baik sekolah atau kampus, masih perlu untuk didorong dalam rangka mengenalkan dan meningkatkan keterampilan digital literacy ini kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam proses belajar mengajar.

Fakta inilah pada gilirannya membuat penguasaan keterampilan digital literacy baik di kalangan pelajar atau pengajarnya menjadi sebuah kelemahan tersendiri yang perlu ditindaklanjuti dan mendapat perhatian lebih serius lagi.

Digital Literacy dalam Pendidikan

Apa sebenarnya digital literacy dalam dunia pendidikan ini? Untuk menjawab pengertian ini, The American Library Association's digital-literacy seperti yang dikutip oleh sebuah situs, memberikan definisi sebagai berikut:

“Digital literacy is the ability to use information and communication technologies to find, evaluate, create, and communicate information, requiring both cognitive and technical skills.”

Secara terjemahan bebas, berdasarkan definisi di atas digital literacy adalah kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendapatkan, mengevaluasi, membuat dan mengkomunikasikan informasi, yang (di dalamnya) menuntut kemampuan kognitif dan keterampilan teknis.

Jika mengacu kepada definisi di atas, maka setidaknya digital literacy itu mencakup tiga hal; menemukan informasi, menciptakan konten digital dan  mengkomunikasikannya. Ketiganya mengharuskan adanya kemampuan di dalam teknologi komunikasi dan informasi.

Sebagai contoh, di kalangan pelajar, seorang siswa yang memiliki kemampuan tersebut akan bisa mendapatkan informasi mengenai pengetahuan terkait pelajaran di sekolah misalnya melalui internet atau media teknologi informasi lainnya. Sehingga ia tidak hanya mendapatkan informasi tersebut dari buku pelajaran. Ini tidak berarti bahwa buku ajar menjadi tidak penting.

Di samping kemampuannya dalam menggali informasi, dia juga mampu membuat konten digital dari hasil pengumpulan informasi tadi. Selanjutnya dalam mengkomunikasikan informasi yang diperolehnya kepada teman, guru atau kepada publik secara luas, ia mampu memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Seperti itulah tuntutan penguasaan digital literacy ini di dunia pendidikan.

***

Di zaman sekarang sebenarnya praktik digital literacy ini mudah untuk dilakukan. Bahkan pelajar sekarang ini lebih banyak berinteraksi dengan teman-temannya menggunakan media digital online. Misalnya saja mereka sudah sering menggunakan internet dan berselancar untuk menemukan informasi. Mereka juga menggunakan jejaring sosial untuk berinteraksi satu sama lain.

Namun dalam konteks dunia pendidikan, tampaknya hal ini masih perlu untuk didorong dan ditingkatkan lagi sehingga tidak membiarkannya berjalan secara alami. Perlunya peningkatan ini terlihat misalnya dari fasilitas yang digunakan atau yang disediakan oleh sekolah atau kampus yang ada. Memang, secara kebutuhan dasar, upaya peningkatan penguasaan keterampilan ini sudah dilakukan hampir di semua sekolah dan kampus seperti penyediaan laboratorium komputer dan akses internet.

Tetapi digital literacy tidak sekedar mengenalkan komputer dan internet kepada para pelajar atau pengajar, namun juga keterampilan lain yang bisa membantu memudahkan mereka di dalam menjalani proses belajar dan mengajar. Keterampilan ini mencakup misalnya saja perangkat-perangkat lunak yang sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajarinya. Barangkali selama ini, perangkat lunak yang dikenal luas di kalangan siswa atau mahasiswa bahkan guru dan dosen untuk kepentingan pembelajaran ini hanya sebatas penguasaan perangkat lunak seperti Word, Excel dan PowerPoint.

Pengecualian di sini adalah lembaga pendidikan yang memang khusus mengajarkan bidang teknologi informasi, seperti teknik dan sistem informatika atau yang sejenis. Di sini kita tidak membahas kekhususan sekolah atau kampus yang memang disiapkan untuk mempelajari hal itu. Yang kita bicarakan di sini adalah sekolah, kampus, siswa, mahasiswa, guru dan dosen yang fokus pada pendidikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora atau ilmu murni lainnya yang secara aksiologi keilmuan,  tidak bertujuan untuk dikembangkan ke arah teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam bidang keilmuan tersebut, teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang dirangkum dalam keterampilan digital literacy ini, tetap dibutuhkan. Fungsi utamanya adalah untuk memudahkan dan membuat lebih efektif dan efisien proses pembelajaran. Sehingga ke depannya, dunia ilmu pengetahuan di Indonesia menjadi cepat tumbuh dan berkembang melalui bantuan hal-hal tersebut di atas.

Lemahnya Skill Digital Literacy dan Harapan Masa Depan

Di dalam bidang-bidang pengetahuan yang disebut terakhir itu, penerapan atau pemanfaatan teknologi informasi dalam menciptakan digital literacy di kalangan siswa atau mahasiswa ini masih kurang. Kenyataan ini misalnya bisa dirasakan dan diamati dalam keterampilan dan cara mereka menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, baik tugas harian sekolah, kampus atau tugas akhir seperti skripsi, tesis bahkan disertasi sekalipun.

Secara rinci misalnya, keterampilan itu meliputi bagaimana menggunakan internet atau data digital lain sebagai sumber untuk mencari bahan referensi yang dikelola dengan baik. Tujuan dari hal tersebut adalah dalam rangka menghimpun, mengolah dan menganalisis data yang salah satunya bisa bersumber dari dunia maya. Kemudian setelah itu, keterampilan ini juga termasuk bagaimana mereka menyajikannya dan mempublikasikannya di internet baik dalam bentuk makalah jurnal atau tulisan lainnya.

Hal yang memprihatinkan dalam hal ini adalah ketika para guru atau dosen yang mengajari mereka justru tidak menguasainya. Para guru atau dosen sebagai produk pendidikan masa lalu yang belum banyak mengenal teknologi informasi ini, masih banyak yang tidak mengusai bidang-bidang tersebut. Sehingga bukan rahasia lagi jika siswa atau mahasiswanya justru jauh lebih menguasai keterampilan digital literacy ini dibandingkan dengan guru atau dosennya.

Fakta ini juga sebenarnya ditemui dan dirasakan oleh saya di lembaga tempat belajar atau tempat mengajar sekarang. Kebanyakan para dosen atau guru yang kuliah bersama-sama sekarang ini, bahkan para profesor yang mengajar sekalipun,  masih lemah di dalam penguasaan bidang-bidang yang disebutkan di atas. Sehingga mereka kelihatan ketinggalan dalam hal penguasaan digital literacy ini.

Padahal mereka sehari-hari bergelut dalam dunia pendidikan yang justru menjadi tempat untuk menambah dan meningkatkan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Seiring dengan berjalannya waktu, semoga kenyataan ini bisa pelan-pelan menjadi pusat perhatian para stake holder dalam dunia pendidikan baik itu masyarakat, pengelola dan pemerintah.

***

Saya tidak mengamati perkembangan penguasaan digital literacy ini di lembaga pendidikan baik sekolah atau kampus yang memang fokus dalam mengajarkan bidang tersebut. Pengamatan ini didasarkan pada lembaga pendidikan yang bergelut di bidang-bidang ilmu sosial, humaniora atau ilmu murni lainnya.

Di samping itu, pengamatan ini didasarkan kepada pengalaman yang sudah 20 tahun terlibat dalam bidang pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri di bawah naungan Kementerian Agama. Ternyata, masih banyak kelemahan dan kekurangan terkait penguasaan digital literacy ini di lingkungan lembaga pendidikan yang dinaunginya.

Melalui tulisan ini, ada harapan subjektif, bahwa di masa depan akan terbentuk sebuah lembaga penggerak yang peduli dalam upaya meningkatkan keterampilan digital literacy ini khusus di dalam dunia pendidikan. Fokus perhatiannya terutama ditujukan kepada para pendidik baik guru atau dosen yang sekarang sedang mendidik siswa atau mahasiswanya di lembaganya masing-masing.

Harapan akhirnya adalah, jangan sampai yang diajari (siswa atau mahasiswa) justru lebih memahami urusan digital literacy ini daripada yang mengajari (guru atau dosen). Di samping hal tersebut, secara ideal nasional, peningkatan skill  digital literacy di dunia pendidikan ini akan menjadi pendorong dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun