Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Instrumentalisme Agama Menggeliat Menjelang Pilkada

8 Februari 2018   15:29 Diperbarui: 9 Februari 2018   00:11 1827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salat berjamaah (pendidikanmendows.blogspot.co.id)

Konotasi dari ungkapan agama sebagai candu masyarakat tentu saja negatif kedengarannya. Karena candu (opium) adalah benda yang masuk ke dalam kategori yang memabukkan. Opium menjadi bagian dari narkoba yang dilarang dikonsumsi secara bebas.

Siapa pun orang yang beragama akan protes ketika dikatakan agamanya sebagai opium. Masa iya menyamakan agama sebagai narkoba. Ini keterlaluan dan tidak bisa dibenarkan. 

Saya sendiri tidak bisa menerima ungkapan tersebut jika analoginya analogi normatif tekstual bukan analogi substantif kontekstual.

***

Jika menjadikan salat jamaah sebagai cara untuk meraih simpati dan suara masyarakat agar terpilih jadi anggota legislatif, maka menjadikan agama sebagai pembius masyarakat (pemilih) mungkin saja menjadi benar adanya.

Ini lompatan pemikiran yang kacau. Mewakili masyarakat dengan cara menjadi anggota dewan adalah mewakili masyarakat dalam urusan aspirasi dan kehidupan berpolitik di negeri ini. Pola pikir itu yang harus ditekankan pertama kali, bukan mewakili orang yang salat berjamaah di masjid.

Sebenarnya selama seseorang menunjukkan komitmen membela dan memihak rakyat dan rakyat sendiri merasakan keberpihakannya tersebut, seseorang anggota dewan atau pemimpin tidak melulu harus menjadikan agama sebagai metode pendekatan. Lihat saja bagaimana Ahok yang selama ini didukung oleh sebagian masyarakat dengan keyakinan agama yang berbeda-beda.

Sekarang ini sedang marak-maraknya antipati terhadap politisasi agama. Kasus dalam pemilihan Gubernur DKI beberapa waktu silam, oleh sebagian orang ditengarai sebagai bagian dari politisasi agama. 

Sehingga pada akhirnya hal tersebut telah membelah masyarakat Jakarta menjadi bagian-bagian yang terkadang secara frontal berhadapan meskipun hanya sebatas opini.

Mengait-ngaitkan kembali urusan ibadah menjadi bagian dari tujuan politik di negeri ini hanya akan menimbulkan keresahan ke sekian kali. Apalagi ini diungkapkan oleh seorang petinggi partai. Jangan-jangan karena sudah kehilangan cara dan strategi meraih suara, maka agama dijadikan satu-satunya upaya agar berjaya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun