Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Berpikir, Maka Aku Setengah Ada

8 Februari 2018   08:52 Diperbarui: 8 Februari 2018   11:52 2772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(interculturalsolutions.net)

Mengapa manusia membutuhkan "kesepian" untuk berpikir jernih dan tajam? Bukankah kesepian adalah ungkapan lain dari ketiadaan dan kehampaan; tidak ada suara, tidak ada manusia, tidak ada apa-apa selain pikirannya sendiri?

Berpikir adalah cara manusia untuk menarik ketiadaan mendekat kepada dirinya. Segala yang ada di sekelilingnya akan dilebur ke dalam pikirannya. Ketika dalam keadaan seperti itu, yang ada hanyalah apa yang terdapat di dalam pikirannya.

***

Berpikir tentang masa lalu berarti menghidupkan keadaan masa lalu yang telah tiada. Berpikir masa depan berarti memikirkan sesuatu yang belum ada. Berpikir masa kini berarti memikirkan yang ada menjadi tiada.

Dua hal dari ketiga itu mudah untuk dipahami. Sementara yang satunya perlu adanya penjelasan rinci. Penjelasan yang membuat kita membenarkan bahwa yang ada di masa kini sebenarnya ditiadakan oleh kegiatan berpikir kita.

Mari kita ambil contoh untuk memahami hal ini dengan lebih baik. Ketika Jokowi, Presiden kita, melakukan pekerjaannya sebagai pemimpin bangsa, maka akan ada tiga pemikiran yang menyikapinya.

Pemikiran pertama adalah pemikiran dari para pendukungnya. Pemikiran positif keluar dari mereka. Ungkapan, pujian dan dukungan akan mengalir deras kepadanya.

Terkadang saking positif dan baik menurut mereka, Jokowi akan menjadi sosok yang tidak nyata. Sosok yang seolah menjadi sangat ideal. Sosok yang melebihi eksistensinya pada saat ini sebagai manusia biasa.

Ini artinya sosok yang sebenarnya dari Jokowi "ditiadakan" sendiri oleh pemikiran positif pendukungnya. Sosok Jokowi sebagai Presiden sekarang sudah buru-buru ditarik untuk menjadi sosok Presiden di periode kedua nanti.

Pemikiran kedua adalah pemikiran negatif. Segala sesuatu yang dikerjakan Jokowi seolah-olah tidak ada benarnya. Kata "tidak ada benarnya" adalah hasil dari pemikiran mereka yang menentangnya atau mereka yang tidak mendukungnya.

Prestasi dan hasil kerjanya ditiadakan oleh mereka yang berpikir negatif. Seolah-olah Jokowi itu tidak ada baik dan benarnya di mata mereka. Semua kita mengetahui selama ini, siapa-siapa saja yang selalu meniadakan pekerjaan yang dilakukan Jokowi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun