Di dalam keterampilan manajemen ada ungkapan "jangan mengambil keputusan di saat sedang emosi". Jika itu dilakukan maka hasil keputusannya pun akan cenderung tidak rasional.
Tampaknya ungkapan tersebut bisa digunakan dalam dunia tulis menulis. Dengan sedikit diubah ungkapannya menjadi "jangan menuliskan sesuatu di saat sedang emosi".
Biar tidak bingung dengan istilah emosi, maka yang dimaksud emosi di sini adalah emosi marah dan luapan emosi reaktif reaksioner. Buka emosi dalam pengertian kebahagiaan dan kesenangan yang sedang dirasakan.
***
Setiap hari manusia disodori dan dihadapkan dengan beragam informasi. Dari sekian banyak informasi yang diserapnya, satu atau dua informasi bisa memicu emosi negatifnya.
Sesekali mungkin ekspresi dari reaksi tersebut cukup di dalam hati saja. Reaksi tersebut tidak sampai diungkapkan dalam bentuk  pernyataan atau perkataan dan tulisan. Cara demikian masih bisa dianggap cara yang wajar dan normal.
Wajar karena manusia memiliki hati yang naik turun dan berubah-ubah keadaannya. Tidak mungkin hati seseorang berada dalam kondisi monoton setiap harinya.
Terkadang juga, ketika merespons dan bereaksi terhadap satu informasi, emosi meluap dalam bentuk perkataan. Perkataan yang spontan terucap dan keluar yang didorong oleh tekanan internal emosinya.
Umpatan, caci maki atau pernyataan-pernyataan kurang elegan bisa keluar dari mulut setiap orang ketika merespons dan bereaksi terhadap informasi yang diterimanya.
Ungkapan "mulutmu harimaumu" adalah ungkapan kelanjutan dari satu pernyataan negatif yang keluar dari seseorang yang menyeretnya ke dalam masalah. Ini menandakan pernyataan yang dikeluarkan telah berdampak negatif bagi pihak lain selain dirinya.
***