Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabda Kodok: Terima Kasih dan Lompatan Kuantum

3 Februari 2018   14:04 Diperbarui: 3 Februari 2018   14:50 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intinya di masa sulit musim kemarau, kodok bersabar diam dan tidak melakukan demonstrasi kepada Tuhan menuntut turunnya hujan. Tetapi di saat makanan dan air melimpah di musim hujan, kodok tidak berlebihan atau ogah-ogahan untuk mengucapkan nyanyian dan zikir-zikir pujian.

Kodok dan Lompatan Kuantum

Saya belum pernah melihat kodok selamanya berjalan lemah gemulai. Kaum kodok selalu melompat jika mereka ingin berpindah tempat. Mengerahkan energi dan tenaga secara optimal untuk melangkah ke target dan tujuannya.

Jika kita melihat kodok berjalan santai sambil mendendangkan musik, mungkin itu sesekali saja. Itu bukan merupakan tabiat dan karakter kodok. Kodok selalu hidup penuh semangat untuk melompat bukan berjalan lunglai.

Kodok tidak menghiraukan seberapa jauh dia bisa melompat. Tidak ada desain perencanaan ketika dia hendak meloncat. Pokoknya melompat saja. Urusan apakah nanti akan terperosok ke got atau terpelintir ke kali, tidak pernah mereka pikirkan.

Beda halnya dengan manusia. Kekhawatiran melangkah menuju target dan tujuannya sering malah membuatnya terdiam. Hanya membayangkan saja situasi dan keadaan di sana jika dia berhasil melangkahkan kakinya. Tetapi yang bersangkutan tetap terdiam.

Kehati-hatian yang berlebihan pada akhirnya membuatnya tidak bergerak ke mana-mana. Terkungkung dengan keinginan dan terpenjara dengan keengganan dan kekhawatiran yang diciptakannya merupakan akibat yang diterimanya.

Padahal manusia di samping dibekali dengan kaki dan tangan untuk melompat lebih jauh menuju harapannya, manusia dibekali dengan otak dan pikiran untuk menciptakan beragam peralatan penunjangnya. Tetapi kenapa terkadang manusia terus saja terdiam dalam satu keadaan?

Pernahkah kita melihat kodok memakai sepatu roda atau sepeda untuk mempercepat langkah dan lompatannya? Mereka cukup menggunakan kaki-kakinya saja untuk mengejar tujuannya.

Mereka tidak dibekali oleh Tuhan akal pikiran untuk mengubah benda-benda di sekitarnya menjadi alat bantu melompat. Alat bantu yang bisa mempercepat dan meninggikan lompatannya. Mereka menerima apa adanya pemberian Tuhan sembari memanfaatkannya sebaik mungkin.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun