Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Balik Filosofi Sate

30 Januari 2018   15:22 Diperbarui: 30 Januari 2018   22:44 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu porsi sate (Dokumentasi Pribadi)

Apalagi di zaman sekarang, banyak "makanan alien" dan asing telah menyerbu Indonesia melalui sistem waralaba yang amat gencar. Maka upaya mengingat dan menghidupkan kembali kuliner bangsa menjadi perlu.

Seharusnya, orang Indonesia merasa lebih bangga menyantap sate dari pada menyantap steik, barbeque, hot dog, burger  atau makanan impor lainnya. Tetapi gejala sekarang malah menampakkan gejala sebaliknya.

Sate tetap saja menjadi sajian kelas biasa dan "kuno" yang kurang bergengsi ketika disantap. Sementara "makanan alien" dari luar negeri menjadi salah satu kebanggaan diri ketika menyantapnya. Seolah-olah, salah satu ciri manusia modern dan gaul adalah menyantap sajian-sajian makanan orang asing tersebut.

Seperti itulah barangkali nilai-nilai yang terdapat dalam setusuk sate. Satu menu makanan khas Indonesia yang telah mendunia. Melestarikan sate dengan cara mengonsumsinya adalah merupakan bagian dari cara melestarikan budaya bangsa.

Tentu makan sate yang berlebihan tidak baik juga untuk kesehatan. Tetapi dalam sate sendiri ada nilai keseimbangan. Maka bersikap seimbang ketika makan sate sebagaimana seimbang dalam menjalani kehidupan, adalah salah satu keniscayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun