Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika yang Kita Ketahui Dipertanyakan

25 Januari 2018   23:43 Diperbarui: 25 Januari 2018   23:45 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
advertisementfeature.cnn.com

Setiap kita pasti mengetahui sesuatu. Sesuatu yang merupakan pengetahuan bisa berupa pengetahuan yang berasal dari cerapan pancaindra atau pengetahuan yang bersumber dari refleksi terhadap peristiwa. Apa pun itu, bentuk dan jenis dari pengetahuan, secara filsafat termasuk dalam kategori dan bahasan mengenai teori pengetahuan.

Epistemologi? Ya, sebuah tema berat yang berasal dari dunia filsafat yang dihasilkan oleh para filosof teoretikus berkepala botak dan tua. Itulah hasil pemikiran mereka mengenai teori pengetahuan.

Apa hakikat pengetahuan? Apa sumber-sumbernya? Bagaimana mengukur benar tidaknya pengetahuan? Seperti itulah sebagian kecil pembahasan dalam epistemologi. Tulisan ini merupakan pengantar mengenai epistemologi untuk sekadar memberikan dasar-dasar mengenai problem dalam pengetahuan yang kita miliki.

Anomali Pengetahuan

Tidak seperti kebanyakan orang yang sering mengklaim benar begitu saja pengetahuan yang dimiliki, para filosof memulai spekulasinya dengan asumsi bahwa mereka justru memiliki persoalan terkait dengan pengetahuan yang dimiliki. Pada saat mereka merenungkan lebih mendalam mengenai hal tersebut, mereka menemukan bahwa pengetahuannya kadang meragukan atau bahkan tidak dapat dipercaya lagi kebenarannya.

Fakta mengenai pengetahuan yang meragukan dan bahkan tidak dapat dipercaya ini disebabkan oleh adanya anomali-anomali tertentu dalam pengalaman manusia mengenai dunia sekitarnya.

Secara garis besar, dalam wacana epistemologi, ada dua macam anomali yang merupakan problem abadi dalam epistemologi. Kedua hal tersebut adalah problem terkait dengan pengetahuan dunia luar (external world) dan problem terkait dengan pikiran yang lain (other mind problem). Kedua problem tersebut dapat digambarkan dengan contoh sebagai berikut.

External World Problem

Kita menyadari dan mengakui bahwasanya pandangan mata sebagai salah satu indra manusia sering menimbulkan kesan keliru ketika melihat sesuatu objek. Contohnya adalah ketika kita melihat sedotan di dalam gelas yang berisi air. Mata kita mengesankan dan memberikan informasi bahwa sedotan tersebut bengkok atau tidak lurus.

Tetapi apakah benar bahwa sedotan tersebut memang bengkok keadaannya seperti yang diinformasikan oleh pandangan mata? Dengan mudah kita dapat menyebutkan bahwa sesungguhnya sedotan tersebut tidaklah bengkok keadaannya dengan cara mengeluarkannya dari dalam gelas yang berisi air tadi.

Tetapi masalahnya adalah apakah dengan melihat sedotan dikeluarkan dari dalam air sudah mencukupi sebagai bukti bahwa sedotan tersebut tidak bengkok sedangkan mata yang sama memperlihatkan bahwa ketika dalam gelas berisi air, sedotan tersebut tampak bengkok?

Mengapa dalam kasus tersebut kita lebih memilih pembenaran dari proses ketika mata melihat sedotan dikeluarkan dari dalam gelas dan tidak ketika melihat sedotan tersebut dalam gelas? Apa dasar dalam memilih salah satu pembenaran tersebut dan menolak pembenaran yang lainnya?

Fakta anomali ini menunjukkan bahwa pandangan mata telah keliru dalam melihat sedotan di dalam gelas berisi air. Hal ini membawa konsekuensi akan adanya unsur pemikiran untuk mengoreksi kekeliruan tersebut. Koreksi ini menyatakan meskipun tampak bengkok ketika berada dalam gelas yang berisi air, tetapi sebenarnya sedotan tersebut tidaklah bengkok.

Dalam hal ini kita kemudian meninggalkan hasil pandangan mata dan beralih kepada proses dan pengolahan pengetahuan melalui pemikiran untuk mengatakan bahwa sedotan yang berada di dalam gelas berisi air tidaklah bengkok seperti yang dipersepsi mata.

Inilah salah satu contoh problem epistemologi menyangkut dunia luar yang dipersepsi oleh pancaindra. Kekeliruan ini tidak hanya terjadi dalam kasus persepsi indra mata tetapi juga pancaindra yang lainnya. Dengan demikian ternyata terdapat masalah dalam pancaindra dalam proses memersepsi objek-objek dunia luar yang kemudian problem tersebut dikoreksi oleh pemikiran.

Other Mind Problem

Contoh kedua mengenai anomali epistemologi, terkait dengan pengetahuan mengenai pemikiran yang lain. Anggap saja ada seorang dokter yang akan mengoperasi kaki seorang pasien. Dia mengatakan bahwa setelah dioperasi nanti akan sedikit terasa sakit di kakinya. Dan memang benar pasien tersebut merasakan sakit setelah operasi selesai dilakukan.

Misalkan dokter mengatakan ketika melihat pasien tersebut merasa kesakitan: "Saya tahu bahwa Anda merasa kesakitan." Apakah pengetahuan si dokter tentang rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tersebut benar? Apakah rasa sakit antara si dokter dengan si pasien tersebut sama?

Mudah kita mengatakan bahwa tidak sama apa yang diketahui dokter dengan yang diketahui si pasien mengenai rasa sakit tersebut. Lalu mengapa si dokter mengatakan bahwa dia tahu kalau si pasien tersebut kesakitan sementara dia tidak dioperasi dan tidak benar-benar merasakan sakitnya setelah dioperasi. Bagaimana mungkin si dokter mendasarkan pengetahuan tentang rasa sakit si pasien dari perasaan dan pemikiran si pasien mengenai sakitnya.

Dalam kasus tersebut, kita tidak bisa benar-benar mengetahui perasaan dan pemikiran orang lain mengenai pengetahuannya tentang sesuatu. Apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain yang kemudian kita pikirkan dan rasakan juga, tidaklah akan sama derajat pengetahuannya. Ini berarti bahwa pikiran kita pun belum dapat dijadikan sebagai landasan pasti dalam mengolah dan memperoleh pengetahuan.

Adanya perbedaan-perbedaan pendapat mengenai satu persoalan yang sama menunjukkan bahwa pemikiran bisa menghasilkan pengetahuan yang berbeda dari satu objek yang sama. Mengapa kemudian kita cenderung memilih salah satu dari pemikiran yang kita anggap paling benar dan menolak yang lainnya? Apa dasar pembenaran dan penolakan tersebut? Inilah anomali epistemologi yang ada dalam pemikiran.

Mengetahui adalah Belajar Bijaksana

Singkatnya, dari kedua instrumen pengetahuan baik pancaindra atau pemikiran (rasio) ternyata keduanya memiliki masalah-masalah yang bisa mengakibatkan kesalahan dalam pengetahuan yang berasal dari keduanya. Masalah-masalah inilah yang membuat para filosof kemudian mengembangkan beragam teori mengenai pengetahuan yang kemudian menjadi salah satu bagian dari cabang filsafat.

Pergulatan berbagai teori pengetahuan yang berasal dari adanya anomali-anomali tersebut di atas bahkan telah mengantarkan pada sikap skeptis yang sampai pada kesimpulan bahwa mustahil manusia mampu memiliki pengetahuan yang benar-benar "benar". Sikap demikian sudah muncul sejak ratusan tahun yang lalu yang dikenal dengan skeptisisme.

Dua anomali pengetahuan di atas memberikan indikasi kepada kita bahwa hakikat pengetahuan tersebut akan terus mengalami koreksi dan peningkatan dari waktu ke waktu. Berangkat dari fondasi filosofis tersebut, adalah sebuah kebijaksanaan bagi kita untuk menyadari bahwa tiada kebenaran yang hakiki di dunia ini yang berasal dari pancaindra atau pemikiran.

Lebih-lebih ketiadaan pengetahuan mutlak ini merupakan salah satu bukti bahwa pengetahuan apa pun yang dimiliki manusia, menjadi nisbi sifatnya ketika dihadapkan pada pengetahuan Tuhan. Pengetahuan yang mutlak dan pasti benarnya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun