Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika yang Kita Ketahui Dipertanyakan

25 Januari 2018   23:43 Diperbarui: 25 Januari 2018   23:45 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
advertisementfeature.cnn.com

Mengapa dalam kasus tersebut kita lebih memilih pembenaran dari proses ketika mata melihat sedotan dikeluarkan dari dalam gelas dan tidak ketika melihat sedotan tersebut dalam gelas? Apa dasar dalam memilih salah satu pembenaran tersebut dan menolak pembenaran yang lainnya?

Fakta anomali ini menunjukkan bahwa pandangan mata telah keliru dalam melihat sedotan di dalam gelas berisi air. Hal ini membawa konsekuensi akan adanya unsur pemikiran untuk mengoreksi kekeliruan tersebut. Koreksi ini menyatakan meskipun tampak bengkok ketika berada dalam gelas yang berisi air, tetapi sebenarnya sedotan tersebut tidaklah bengkok.

Dalam hal ini kita kemudian meninggalkan hasil pandangan mata dan beralih kepada proses dan pengolahan pengetahuan melalui pemikiran untuk mengatakan bahwa sedotan yang berada di dalam gelas berisi air tidaklah bengkok seperti yang dipersepsi mata.

Inilah salah satu contoh problem epistemologi menyangkut dunia luar yang dipersepsi oleh pancaindra. Kekeliruan ini tidak hanya terjadi dalam kasus persepsi indra mata tetapi juga pancaindra yang lainnya. Dengan demikian ternyata terdapat masalah dalam pancaindra dalam proses memersepsi objek-objek dunia luar yang kemudian problem tersebut dikoreksi oleh pemikiran.

Other Mind Problem

Contoh kedua mengenai anomali epistemologi, terkait dengan pengetahuan mengenai pemikiran yang lain. Anggap saja ada seorang dokter yang akan mengoperasi kaki seorang pasien. Dia mengatakan bahwa setelah dioperasi nanti akan sedikit terasa sakit di kakinya. Dan memang benar pasien tersebut merasakan sakit setelah operasi selesai dilakukan.

Misalkan dokter mengatakan ketika melihat pasien tersebut merasa kesakitan: "Saya tahu bahwa Anda merasa kesakitan." Apakah pengetahuan si dokter tentang rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tersebut benar? Apakah rasa sakit antara si dokter dengan si pasien tersebut sama?

Mudah kita mengatakan bahwa tidak sama apa yang diketahui dokter dengan yang diketahui si pasien mengenai rasa sakit tersebut. Lalu mengapa si dokter mengatakan bahwa dia tahu kalau si pasien tersebut kesakitan sementara dia tidak dioperasi dan tidak benar-benar merasakan sakitnya setelah dioperasi. Bagaimana mungkin si dokter mendasarkan pengetahuan tentang rasa sakit si pasien dari perasaan dan pemikiran si pasien mengenai sakitnya.

Dalam kasus tersebut, kita tidak bisa benar-benar mengetahui perasaan dan pemikiran orang lain mengenai pengetahuannya tentang sesuatu. Apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain yang kemudian kita pikirkan dan rasakan juga, tidaklah akan sama derajat pengetahuannya. Ini berarti bahwa pikiran kita pun belum dapat dijadikan sebagai landasan pasti dalam mengolah dan memperoleh pengetahuan.

Adanya perbedaan-perbedaan pendapat mengenai satu persoalan yang sama menunjukkan bahwa pemikiran bisa menghasilkan pengetahuan yang berbeda dari satu objek yang sama. Mengapa kemudian kita cenderung memilih salah satu dari pemikiran yang kita anggap paling benar dan menolak yang lainnya? Apa dasar pembenaran dan penolakan tersebut? Inilah anomali epistemologi yang ada dalam pemikiran.

Mengetahui adalah Belajar Bijaksana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun