Tetapi kalau sudah menjadi mereka yang tidak kita ketahui dan mereka yang lupa dengan asal-usulnya, ini yang akan menjadi masalah; masalah dalam hal kepercayaan. Dia yang asalnya rakyat biasa, menjadi dia yang sepenuhnya penguasa atau wakil rakyat yang lupa dengan asal-usul dirinya. Lupa bahwa dirinya juga rakyat yang harus dia perjuangkan aspirasinya sama seperti yang lainnya.
Untuk menghindari hal tersebut terjadi, maka sesungguhnya harus ada frasa yang bisa mengingatkan agar tidak menjadi seperti demikian. Frasa tersebut misalnya adalah "namun tetaplah bersama kita".
"Namun Tetaplah Bersama Kita"
Hanya dengan cara menyadari bahwa sebagai penguasa atau wakil rakyat merupakan bagian dari rakyat itu sendiri (kita) maka mereka akan waspada dan selalu mengingat janji-janji yang pernah diucapkannya dahulu kala. Karena sesungguhnya tidak ada penguasa jika tidak ada yang dikuasai, tidak ada wakil jika tidak ada yang diwakili.
Yang dikuasai dan diwakili adalah rakyat. "Kita" yang ideal adalah kita sebagai rakyat yang merupakan sumber penguasa dan wakil rakyat. Rakyat adalah benih yang darinya tumbuh pohon kekuasaan. Mau segede apa pun pohon tersebut tumbuh dan akarnya mencengkeram kemana-mana, tetap saja pohon tidak mungkin ada jika tidak ada benih.
Menjadi kita adalah menjadi rakyat dengan segala masalah dan kesulitan yang dihadapi. Rakyat adalah tanggung jawab kepemimpinan dari penguasa sebagaimana tercermin dari makna katanya "rakyat" itu sendiri.
Kata ini berasal dari bahasa Arab "ra'iyah"yang berarti kepemimpinan. Ungkapan yang mengatakan bahwa "setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya (ra'iyah)Â menunjukkan asal kata rakyat ini.
Kepemimpinan sebenarnya berasal dari rakyat. Kepemimpinan diberikan kepada seseorang untuk menjadi penguasa ketika pemilihan dilaksanakan. Jadi sebenarnya yang memiliki kekuasaan dan kepemimpinan itu adalah rakyat. Terhadap ungkapan ini, kita semua sudah mengetahui tentunya.
Begitu pula wakil rakyat adalah mereka yang diberi wewenang untuk mewakili rakyat sebagai pemilik kekuasaan, kekuatan dan otoritas. Tidak ada yang namanya wakil lebih berkuasa dari yang diwakili. Tidak ada Wakil Presiden di mana pun di dunia, yang lebih berkuasa dari Presiden itu sendiri. Siapa yang lebih berkuasa antara Pak Jokowi dengan Pak Jusuf Kalla?
Dapat disimpulkan bahwa setelah seseorang menjadi penguasa (pimpinan) atau wakil rakyat, hendaklah dia jangan lupa dengan kita-kita sebagai rakyat yang memberikan kekuasaan dan kepemimpinan, juga kita-kita sebagai orang yang diwakili.
Sampai di sini, jelas sudah maksud dan tujuan pernyataan judul di atas. Meskipun tampak seperti tautologi bahkan kontradiksi, tetapi menurut saya, kalimat itu memiliki makna yang bisa mendorong pada terciptanya iklim kepemimpinan yang amanah sebagaimana yang kita semua harapkan.