Contoh tepat dalam hal itsar dan opportunity cost ini adalah misalnya pembangunan sarana sosial keagamaan untuk kepentingan bersama. Seseorang akan rela untuk mengorbankan harta bendanya dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama tadi. Karena dalam diri setiap orang sesungguhnya mereka membenarkan bahwa menjaga kepentingan orang banyak jauh lebih berharga dan lebih baik dari pada mementingkan diri sendiri.
Apalagi hal ini jika dikaitkan dengan konsep amal ibadah baik zakat, sedekah atau amalan lainnya. Umat beragama akan rela mengorbankan hartanya bahkan jiwa raganya dalam rangka untuk mendapatkan nilai pahala di akhirat nanti. Itulah contoh implementasi itsar dan opportunity cost yang lebih berdimensi sosial.
Contoh yang lebih menarik barangkali bisa kita bawa dalam urusan ekonomi bersama. Ekonomi yang diusung bareng-bareng dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama. Praktik ekonomi seperti ini sebenarnya merupakan implementasi dari itsar di atas. Di mana kemakmuran ekonomi tidak didudukkan sebagai sebuah tujuan individual tetapi dijadikan sebagai tujuan sosial dan komunal.
Dengan konsep seperti ini, maka sebenarnya bentuk-bentuk amalan ibadah seperti zakat, sedekah atau amalan dalam bentuk membelanjakan harta yang bernilai ekonomis, bisa diarahkan menjadi sebuah gerakan ekonomi produktif. Sehingga seseorang yang beragama (Islam) tidak akan pelit untuk mengeluarkan modal bersama dalam rangka menjalankan roda perekonomian masyarakat. Sebut saja misalnya koperasi yang merupakan bentuk dari "ekonomi kejama'ahan".
Dari perspektif contoh ini, maka opportunity cost bisa digeser pemaknaannya bukan sekadar mementingkan nilai sesuatu di masa depan tetapi hanya bersifat individu semata, tetapi nilai besar di masa depan yang juga memiliki dampak publik dan dampak sosial yang luas. Ini artinya konsep zakat, sedekah, bisa ditransformasikan menjadi gerakan yang berdimensi kebijakan ekonomi publik untuk dijalankan oleh warga negara Indonesia.
Kebersamaan memang menjadi ciri khas dan tradisi Bangsa Indonesia. Modal sosial kultural ini jika dikuatkan dengan modal kultural keagamaan, diharapkan bisa menjadi pendorong bagi kita semua dalam rangka menciptakan sistem dan "gaya ekonomi" Indonesia yang bersifat kegotongroyongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H