Dari sinilah kita bisa merenungkan kenyataan melalui gelitikan ungkapan beliau di atas bahwa profesi apa pun di dunia ini hanyalah titipan dan harus dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Bahwa profesi apa pun itu memiliki potensi menjadikannya mulia atau menjadikannya tercela. Jadi politisi tidak serta merta akan memuliakan diri.Â
Lihat saja kenyataan baru-baru ini. Seorang mantan Ketua Dewan yang terhormat, menjadi pesakitan KPK akibat tindakan yang dilakukannya selama menjabat. Sementara itu, lihatlah para pedagang kaki lima yang "tanpa kehormatan sebagai pejabat", mereka bebas sebebasnya menjalani hidup ini tanpa beban dan tanpa harus lelah mengikuti persidangan yang memalukan.
Hidup memang sebuah misteri. Apa yang pada awalnya sebagai sebuah kemuliaan, bisa dalam sekejap mata mengantarkannya menjadi sesuatu yang menghinakan. Apa yang sebelumnya menjadi bahan tertawaan orang, bisa dalam sekejap mata mengangkatnya ke takhta kemuliaan.Â
Tak ada yang tahu arah kehendak Yang Maha Kuasa terhadap cerita hidup kita. Seolah tidak ada bedanya antara kehormatan seorang anggota dewan dan kehormatan pedagang kaki lima di mata manusia. Apalagi di mata Tuhan.
 Begitu pula dengan pilihan karier mantan Panglima TNI setelah pensiun nanti. Apakah beliau benar-benar mau terjun ke dunia politik untuk mempertahankan "kemuliaan dan derajat" sebagai seorang pejabat? Atau beliau akan memilih menjadi "penguasa lahan pertanian dan peternakan" seperti yang diungkapkan di atas tadi.Â
Apa pun itu pilihannya, semoga saja menjadi pilihan yang terbaik bagi beliau dan akan mengantarkannya menjadi manusia yang penuh kesadaran bahwa kemuliaan bukan pada jabatan atau profesi tetapi pada kesejatian diri sebagai insan yang berbudi yang sadar bahwa kita semua adalah makhluk Ilahi Rabbi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H