Mohon tunggu...
Mahawikan Akmal
Mahawikan Akmal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Tulisanku sebagai warisan abadi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dilema Logistik Distribusi Vaksin Covid-19

8 Desember 2020   22:17 Diperbarui: 9 Desember 2020   11:07 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Kamis (6/11/2020), 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 produksi Sinovac tiba di Indonesia lewat Bandar Udara Soekarno Hatta, Cengkareng. Tibanya vaksin COVID-19 di Indonesia ini menjadi harapan awal penyelesaian Pandemi COVID-19 di Indonesia. 

Walaupun begitu, untuk segera dilakukan imunisasi COVID-19, izin penggunaan vaksin harus diapprove oleh BPOM. Tidak hanya itu, masalah logistik vaksin ini harus segera dipikirkan dan dimatangkan rencananya. Selain itu, mekanisme distribusi vaksin harus diatur dalam aturan yang berdasarkan azas keadilan sosial.

Satu hal yang penulis perhatikan adalah masalah logistik vaksin ini yang berpotensi sulit untuk dilakukan. Vaksin Sinovac membutuhkan kontainer dengan suhu 2 sampai 8 derajat celcius. 

Hal ini perlu diperhatikan karena menyangkut keamanan delivery vaksin. Tentu harus dipersiapkan dengan matang dengan standar operasional yang tinggi. 

Meskipun, vaksin Sinovac ini relatif lebih mudah di-handle dan disimpan dibandingkan vaksin tahap akhir lainnya seperti Moderna Vaccine yang membutuhkan wadah dengan suhu -70 sampai -80 derajat celcius dan Pfizer Vaccine yang membutuhkan wadah dengan suhu -20 derajat celcius.

Melihat tayangan waktu datangnya vaksin di Bandara Soetta, penulis memikirkan masalah yang mungkin timbul dalam proses logistik vaksin ini. Penulis memperhatikan bahwa kontainer-kontainer tempat penyimpanan 1,2 juta dosis vaksin yang tiba di Soetta adalah kontainer khusus.

Kontainer ini pastinya dapat menjaga suhu ruangan dalam kondisi yang sesuai, yaitu 2-8 derajat celcius. Di saat kedatangan memang vaksin ini bisa dikemas menggunakan kontainer-kontainer raksasa. 

Namun, distribusi lanjutan vaksin-vaksin ini perlu diperhatikan mekanismenya. Kompleksitas dari proses vaksinasi ini akan mulai terungkap di saat distribusi ke daerah. Dibutuhkan kontainer khusus yang dapat membawa dosis-dosis vaksin ini ke daerah. 

Meskipun hanya membutuhkan kontainer dengan suhu yang relatif lebih tinggi daripada vaksin lainnya, transportasi vaksin-vaksin ini akan menjadi masalah besar ketika vaksinasi dilakukan ke level desa dan puskesmas. 

Apalagi yang dengan daerah yang sulit diakses entah itu di daerah pedalaman, atau di daerah yang jalannya masih berupa tanah. Karena, dosis-dosis vaksin ini harus dijaga di temperatur tertentu di mana temperatur lingkungan tropis Indonesia sangat tidak mendukung. 2-8 derajat celcius kasarnya setara dengan suhu kulkas standar. 

Namun, tentunya vaksin tidak bisa didistribusikan dengan kulkas-kulkas berjalan yang akan disebarkan ke puskesmas dan unit kesehatan tempat vaksinasi lainnya. Distribusi "kulkas-kulkas" ini tidak akan mudah. Apalagi jika harus menggunakan yang berbobot ratusan sampai ribuan kilogram. 

Dibutuhkan kontainer praktis dan mudah ditransportasikan melalui jalur darat maupun udara. Timbul masalah besar saat vaksin yang disalurkan melalui transportasi darat harus menempuh jalan yang rusak dan berlubang. 

Dikhawatirkan vaksin-vaksin ini bisa rusak di perjalanan. Padahal sudah menjadi rahasia umum bagaimana kondisi jalanan yang ada di daerah-daerah luar Jawa dan luar Jabodetabek. Bahkan, di Jakarta sendiri jalan rusak juga masih umum untuk dijumpai.

Kontainer-kontainer ini harus dibuat sesuai dengan kebutuhan. Misalnya untuk pengedaran ke daerah yang jalannya sempit, maka dibutuhkan kontainer yang praktis, portabel dan handheld atau bisa diangkat oleh tangan. Bisa juga berbentuk semacam peti portabel yang berkapasitas lebih besar daripada yang handheld. 

Tentunya kontainer-kontainer ini akan ada karena proses pengadaan. Proses pengadaan distribusi dan logistik vaksin ini harus diperhatikan dan diawasi dengan cermat. Karena, pengadaan ini bisa menjadi lahan korupsi lainnya.

Perlu dipikirkan juga jumlah dosis vaksin yang diperlukan 1 orang untuk memperoleh antibodi SARS-CoV-2 di dalam tubuhnya. Dari uji klinis yang dilakukan, vaksin Sinovac ini disuntikkan sebanyak 2 kali kepada peserta. 

Artinya imunisasi dilakukan dengan 2 kali tahapan penyuntikan, dengan interval waktu antar penyuntikan minimal 14 hari. Artinya, jika seluruh populasi Indonesia akan divaksinasi, butuh dosis minimal 2 x (populasi Indonesia). 

Tentunya ratusan juta dosis vaksin ini tidak akan bergerak dengan sendirinya ke daerah-daerah. Vaksin-vaksin ini tidak akan masuk dengan sendirinya ke tubuh manusia. Dibutuhkan persiapan yang sangat matang mulai dari sumber daya manusia, hingga peralatan penunjang vaksinasi seperti jarum suntik dan lain-lain. 

Referensi  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun