Mohon tunggu...
Mahawikan Akmal
Mahawikan Akmal Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Tulisanku sebagai warisan abadi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tahun Ajaran PJJ: Surat dari Pelajar

20 Oktober 2020   17:45 Diperbarui: 20 Oktober 2020   17:48 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku seorang murid SMA tahun akhir di sebuah SMA swasta DKI Jakarta. Di sini, aku akan mencoba mewakili suara murid-murid yang terdampak pandemi COVID-19 sehingga harus melaksanakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).

Sejak dirumahkannya siswa sekolah pada semua tingkat di DKI Jakarta pada 16 Maret lalu, pembelajaran digelar secara PJJ. Awalnya kami kira pembelajaran melalui PJJ ini akan berlangsung hanya dalam waktu 2 minggu. Awalnya kami mengira keadaan akan kembali seperti semula 2 minggu kemudian. Kami optimis bahwa dalam 2 minggu, kami akan kembali sekolah

Waktu itu kami sangat naif, sangat polos, dan bodoh. Tiada harap-harap cemas yang muncul pada saat itu. Kami tidak mengira "libur" 2 minggu itu akan berlanjut dan menjadi "libur kronis" yang bertahan lebih dari 1 semester.

Kami tidak mengira bahwa realita dan keadaan yang dulu kami nikmati dapat hilang dalam sekejap.

Pembelajaran Jarak Jauh yang hingga kini kami jalani tentu tidak seefektif metode pembelajaran tatap muka. Sekolah kini kami lakukan dari rumah masing-masing. 

Pembelajaran kami jalankan dari kamar masing-masing. Semua tugas dari sekolah pun menjadi PR (Pekerjaan Rumah). Pelajaran yang disampaikan lewat aplikasi video conference dan video pembelajaran online tidak seperti pembelajaran tatap muka.

Ketika pembelajaran tatap muka, kami dibimbing langsung oleh guru-guru dalam mengerjakan tugas yang mereka berikan. Tidak jarang mereka menghampiri kami di tempat duduk masing-masing untuk memastikan ilmu yang Ia sampaikan kami peroleh dan kami pahami dengan baik.

Kemewahan itu hilang dari genggaman kami sekarang.

Sekarang, kami harus lebih siap menerima pelajaran yang disampaikan. Kami harus berinisiatif dalam belajar. Kami harus belajar mengontrol diri untuk tidak bermain-main selama proses pembelajaran. 

Karena, sebelumnya kami pasti mendapatkan pengawasan langsung dari guru-guru kami yang konsisten untuk selalu mengingatkan kami di waktu pembelajaran. Kami harus lebih antisipatif mengenai tugas-tugas dan deadline yang diberikan guru kami.

Tentunya PJJ ini dapat menjadi langkah awal dan langkah panjang yang kami tempuh untuk menanamkan karakter bertanggung jawab, disiplin, dan prinsip kejujuran. Kami sadar bahwa sebenarnya pandemi COVID-19 melalui PJJ ini dapat membawa kami ke arah yang lebih baik.

Namun, di luar itu, bagi kami, khususnya bagiku, Pandemi COVID-19 ini menghilangkan banyak hal yang seharusnya dapat kunikmati dan kujalani. Aku adalah pelajar tahun akhir. Di paruh waktu kedua tahun depan aku tidak lagi berstatus sebagai pelajar, melainkan mahasiswa.

Pada saat ini aku adalah pelajar senior. Dari dulu Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya pada saat tahun ketiga Aku berada di sini. Mempunyai adik-adik kelas dan tidak lagi mempunyai kakak kelas. Tidak harus was-was saat lewat di depan kelasnya kakak kelas waktu berjalan ke kantin. Pada waktu ini seharusnya Aku ada di masa yang sebebas-bebasnya di sekolah. 

Aku pun berpikir bagaimana rasanya menjadi adik kelas yang baru masuk sekolah dan belum pernah merasakan belajar disekolah barunya.

Bagaimana perasaan siswa baru yang selama ini mengikuti PJJ namun belum pernah merasakan belajar di sekolahnya sendiri? Bagaimana perasaan mereka tidak saling mengenali teman seangkatan mereka? Bahkan mereka tidak mengenali teman-teman sekelas mereka. Bagaimana perasaan mereka harus berbagi ruang pribadi (kamar) mereka dengan siswa-siswa lain yang mereka belum kenal? Bagaimana mereka bekerja dan belajar bersama teman-temannya? Bagaimana perasaan mereka saat berkenalan dengan teman sekelas yang belum pernah mereka temui? Bagaimana perasaan mereka diajar guru-guru yang wajahnya hanya mereka lihat lewat layar? Bagaimana perasaan mereka diajar guru yang belum pernah mereka salami tangannya?

Di sekolahku banyak kegiatan-kegiatan kesiswaan yang diadakan tiap tahunnya. Saat menjadi adik kelas, Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di tahun akhir. 

Bagaimana serunya kakak kelas mengikuti kegiatan-kegitan tersebut. Di dalamnya membangun memori untuk selalu dikenang selama-lamanya. Membangun momen yang akan kami bagikan waktu reuni nantinya. Membangun pengalaman-pengalaman yang akan kami ceritakan ke anak dan cucu kami.

Namun, momen-momen yang seharusnya terjadi itu sekarang terenggut.

Tidak ada lagi momen yang bisa kami ceritakan dan banggakan.

Tidak ada momen yang dapat kami ingat dan tertawakan di hari kemudian.

COVID seakan merenggut hidup kami.

Dengan perkembangan sebaran penyakit ini yang tidak kunjung mereda. Hati kami teriris saat mencoba mengikhlaskan waktu-waktu yang hilang terenggut dari tangan kami.

Harapan kami tentu adalah untuk segera bersekolah kembali. Tertawa dan menikmati momen bersama teman-teman di sisa waktu yang harganya melebihi apapun.

Namun harapan itu terus menyusut, terus tergerus, dan lama-lama menghilang. Kasus COVID yang tidak ada akhirnya dan vaksin yang tidak kunjung datang. Walaupun tersedia, kami akan menjadi yang terakhir untuk mendapatkannya.

Kami mencoba mengikhlaskan.

Kami mencoba menerima takdir ini.

Tapi kenapa semua terasa tidak adil.

Kalaupun sampai akhir tahun ajaran ini selesai, dan kami tidak mendapat kesempatan untuk "bersekolah", apa boleh buat?

Semua sudah terjadi, waktu akan terus berjalan, dan berjalan ke depan.

Hukum fisika berkata demikian.

Hidup akan terus berlanjut. 

Mahawikan Akmal D. 

20 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun