Mohon tunggu...
I Putu Hendra Mas Martayana
I Putu Hendra Mas Martayana Mohon Tunggu... Dosen - pendulumsenja

Ik Ben Een Vrijmaan

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Drama Korea dan Aktualisasi (Ke)diri(an) Perempuan

6 Juli 2018   00:22 Diperbarui: 6 Juli 2018   06:40 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: asianwiki.com

Tidak diragukan lagi bahwa popularitas drama Korea (disingkat drakor) di Indonesia hadir berbarengan dengan K-Pop telah bertumbuh semenjak tahun 2000-an. Pemerintah Korea Selatan telah bersepakat melakukan pengembangan dan penyebarluasan budaya Hallyu melalui dua unsur penting itu bekerja sama dengan kapitalisme media. 

Selain produk elektronik Samsung dan LG yang membawa "panji" ke-korea-an, drakor dan K-Pop bisa jadi adalah bagian dari diseminasi sekaligus diplomasi budaya Hallyu Korea Selatan ke seluruh dunia

Beberapa perempuan yang saya wawancarai memberikan pengakuan mengenai ketertarikan mereka terhadap drakor. Sebagian besar mengemukakan alasan yang persis sama dan seragam bahwa  pemeran, terutama aktor prianya cakep, keren, cool, enak dilihat dan terkesan misterius. Mereka juga suka dengan tema dan alur cerita yang ringan, kreatif, mudah diikuti dan tentu saja happyending. 

Hasil wawancara yang lain menunjukkan bahwa meskipun cerita yang ditawarkan serial drakor tidak jauh berbeda dengan sinetron  lokal yang hanya menjual "mimpi", nampaknya mereka  lebih antusias menonton drakor.  

Sementara sinetron lokal hanya berkutat pada kisah percintaan yang diulang-ulang dan cenderung membosankan, drakor menawarkan orisinalitas dan kreativitas ide. Drakor tidak hanya menampilkan urusan remeh temeh percintaan, namun lebih dari itu, kategorisasi sosial, sejarah, kebudayaan dan bahkan politik mampu mereka hadirkan dalam berbagai kesempatan.

Aktor drakor yang paling banyak disebut dalam beberapa kesempatan wawancara misalnya Lee Min Ho, Ji Chang Wook, Lee Dong Wook, Lee Jung Suk, Song Joong Ki dan masih banyak yang lain. 

Sederet aktor di atas selalu dinanti kiprahnya. Selain tampan dan ditopang oleh postur tubuh yang lumayan tinggi dan atletis, karakter yang mereka bawakan di setiap serial drama sebagai pemeran utama justru menambah kesan bahwa mereka adalah pria ideal bagi kaum hawa. Tidak salah jika aksi mereka di sebuah serial drama korea selalu mendatangkan respon positif yang ditandai dengan tingginya rating jumlah penonton.  

Perlu dicatat bahwa semenjak drama Korea merambah pasar Asia Tenggara, kriteria-kriteria ketampanan yang selama ini berkiblat ke dunia Barat mengalami pergeseran. Wajah-wajah oriental ala Asia Timur mulai mendapatkan panggung, sejajar dengan konstruksi ketampanan yang diciptakan oleh film Holywood atau Bolywood.  

Tampaknya, remaja putri memproyeksikan impian mereka atas karakter tertentu yang seharusnya dimilki laki-laki melalui tokoh-tokoh yang ada, baik secara fisik maupun prilakunya.

Pemeran perempuan sebagai lawan main sang aktor juga tidak luput dari pengelihatan. Tokoh ini dianggap mewakili impian perempuan. Mereka ditampilkan dalam keadaan cantik, dengan busana yang mewah serta rumah yang megah. Artinya, ketertarikan perempuan terhadap drakor disebabkan oleh konstruksi atas citra perempuan yang ditampilkan, yakni cantik, kaya dan hidup bahagia. 

Perempuan diajak untuk belajar bahwa kecantikan feminim bukanlah sesuatu yang melekat sejak lahir, melainkan bisa diraih dan diciptakan. Pada akhirnya, dengan konstruksi tersebut, perempuan justru menemukan ruang untuk melibatkan feminitas sebagai sebentuk identitas yang terus berubah, bisa dilekatkan sekaligus dilepaskan kapan saja mereka mau.

Hasil observasi saya menunjukkan bahwa kebanyakan komentar-komentar bermunculan saat tayangan drakor mempertontonkan adegan romantis, sedih, lucu dan ketika tokoh-tokoh utama tampil closeup. Komentar-komentar "Ih cakep banget", "keren ya", "wah romantisnya", muncul silih berganti. Dibanding penonton perempuan, penonton laki-laki lebih kalem. 

Komentar di atas yang banyak bermunculan pada penonton perempuan, tidak banyak muncul pada penonton  laki-laki. Kebanyakan di antara mereka hanya tertawa kecil saat adegan lucu atau mengometari jalan cerita yang terlalu dibuat-buat sambil mengernyitkan dahi.

Hal tersebut memperkuat asumsi awal bahwa perempuan mendapatkan kesempatan untuk mengidentifikasikan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari dengan kisah dalam  drakor. 

Menurut mereka, apa yang dialami oleh aktor dan aktris pemeran utama itu akrab dengan kehidupan mereka. Sesekali dalam aktivitas menonton itu saya mendengar komentar " tuh kan, semua cowok memang begitu, gak ada bedanya, mau enaknya saja".  Komentar tersebut bisa disikapi bahwa bisa jadi si penonton, dalam hal ini adalah penonton perempuan memiliki pengalaman personal yang membuatnya bisa menumpahkan kekesalan pada laki-laki melalui aktivitas menonton.  

Selain menonton, perempuan juga aktif menggali lebih banyak informasi yang rinci tentang tokoh idola dalam serial drakor tersebut. Informasi itu akan membantu mereka untuk bisa berada dalam ruang pembicaraan yang sama dengan teman yang sifatnya intim dan personal (curhat dan gosip) menjadi suatu yang khas. 

Remaja putri akan bertukar informasi tentang berita-berita terbaru yang didapatkan seputar  aktor/aktris, lalu mengidentifikasikanya dengan  kisah yang mereka alami sehari-hari. 

Bagi mereka, aktivitas dalam "kamar" ini mampu mendatangkan kesenangan tertentu, yang bisa jadi kadarnya sama dengan kepuasan yang didapatkan laki-laki saat nongkrong di pinggir jalan sambil menonton bola. Mereka menemukan romantisme ideal dalam hubungan cinta, sesuatu yang sangat sulit mereka temukan dalam kehidupa nyata.

Sesungguhnya perempuan menjadi sangat dekat dengan drakor karena merasakan bahwa sementara mereka menyaksikan adegan demi adegan, kisah yang terjadi di dunia yang hanya fiksi itu kemudian diparalelkan dengan apa yang terjadi dalam hidup sehari-hari. 

Pada titik inilah drakor menjadi "dunia tetangga" yang dekat dengan, namun tidak sungguh-sugguh menjadi bagian dari kehidupan.  

Sebagai sebentuk tontonan yang dialamatkan pada perempuan, drakor  berkembang menjadi sebuah budaya populer yang memberikan ruang bagi representasi sebuah wilayah pengalaman dalam kehidupan personal dan emosional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun