Hasil observasi saya menunjukkan bahwa kebanyakan komentar-komentar bermunculan saat tayangan drakor mempertontonkan adegan romantis, sedih, lucu dan ketika tokoh-tokoh utama tampil closeup. Komentar-komentar "Ih cakep banget", "keren ya", "wah romantisnya", muncul silih berganti. Dibanding penonton perempuan, penonton laki-laki lebih kalem.Â
Komentar di atas yang banyak bermunculan pada penonton perempuan, tidak banyak muncul pada penonton  laki-laki. Kebanyakan di antara mereka hanya tertawa kecil saat adegan lucu atau mengometari jalan cerita yang terlalu dibuat-buat sambil mengernyitkan dahi.
Hal tersebut memperkuat asumsi awal bahwa perempuan mendapatkan kesempatan untuk mengidentifikasikan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari dengan kisah dalam  drakor.Â
Menurut mereka, apa yang dialami oleh aktor dan aktris pemeran utama itu akrab dengan kehidupan mereka. Sesekali dalam aktivitas menonton itu saya mendengar komentar " tuh kan, semua cowok memang begitu, gak ada bedanya, mau enaknya saja". Â Komentar tersebut bisa disikapi bahwa bisa jadi si penonton, dalam hal ini adalah penonton perempuan memiliki pengalaman personal yang membuatnya bisa menumpahkan kekesalan pada laki-laki melalui aktivitas menonton. Â
Selain menonton, perempuan juga aktif menggali lebih banyak informasi yang rinci tentang tokoh idola dalam serial drakor tersebut. Informasi itu akan membantu mereka untuk bisa berada dalam ruang pembicaraan yang sama dengan teman yang sifatnya intim dan personal (curhat dan gosip) menjadi suatu yang khas.Â
Remaja putri akan bertukar informasi tentang berita-berita terbaru yang didapatkan seputar  aktor/aktris, lalu mengidentifikasikanya dengan  kisah yang mereka alami sehari-hari.Â
Bagi mereka, aktivitas dalam "kamar" ini mampu mendatangkan kesenangan tertentu, yang bisa jadi kadarnya sama dengan kepuasan yang didapatkan laki-laki saat nongkrong di pinggir jalan sambil menonton bola. Mereka menemukan romantisme ideal dalam hubungan cinta, sesuatu yang sangat sulit mereka temukan dalam kehidupa nyata.
Sesungguhnya perempuan menjadi sangat dekat dengan drakor karena merasakan bahwa sementara mereka menyaksikan adegan demi adegan, kisah yang terjadi di dunia yang hanya fiksi itu kemudian diparalelkan dengan apa yang terjadi dalam hidup sehari-hari.Â
Pada titik inilah drakor menjadi "dunia tetangga" yang dekat dengan, namun tidak sungguh-sugguh menjadi bagian dari kehidupan. Â
Sebagai sebentuk tontonan yang dialamatkan pada perempuan, drakor  berkembang menjadi sebuah budaya populer yang memberikan ruang bagi representasi sebuah wilayah pengalaman dalam kehidupan personal dan emosional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H