Saya orang pertama yang percaya ide Pisank Man bisa membawa perubahan untuk Lumajang. Meskipun saya sadar, saya bukanlah siapa-siapa. Tanpa pangkat, Tanpa gelar bergensi, Tanpa sorot kamera wartawan, Tanpa framing berita di media se-Kabupaten Lumajang. Beruntungnya, saya sudah terbiasa tergila-gila dengan diri saya sendiri.Â
Mengapa harus Novel ? Sebab saya suka bahasa kiasan, saya suka menterjemahkan peristiwa sosial dan budaya di Lumajang dengan sudut pandang berbeda.Â
Banyak orang bicara potensi Lumajang, tapi cara penyampaiannya kurang mengesankan untuk dikagumi. Padahal Lumajang itu tempat orang cerdas sejak zaman dahulu. Saya suka ketika baju sekolah Pisank Man memiliki dua saku, lalu di saku kiri sudah ada cemilan ikan asinnya. Itu autentik khas masa kecil paling bahagia.Â
Mengapa ? Sebab cuma Pisank Man yang memiliki kisah romantis dengan camilan ikan asin. Kalau di film kartunkan, mungkin animator akan berdebat panjang, apa perlu ikan asin dibuatkan kemasan dari alumunium foil dipercantik dengan stikers hologram, tapi pasti saya jawab tuh; tidak perlu !
Soalnya ikan asin sudah sangat familiar dengan masyarakat Lumajang.Ikan asin itu makanan kelas atas, uenaknya tidak bisa diterjemahkan dengan kata-kata. Jadi ada banyak cerita berbeda lainnya yang benar-benar berbeda.Â
Tahu kan? Kemarin saya berbincang dengan satu teman alumni Man Lumajang, kita cerita uniknya lumajang itu apa sih. Ehh berbincang Pisank Man suasana jadi mendadak menghangat, soalnya Pisank Man cocok bagi orang yang mau berbahagia dengan pikirannya.Â
Jadi rekreasi itu jangan cuma diartikan menuju tempat wisata, sebab berimajinasi juga termasuk rekreasi. Bahkan indahnya cinta itu pun selalu berawal dari imajinasi.Tanpa imajinasi mustahil dua sejoli dapat menelpon hingga 1-2 jam.Â
Loh apa perlunya?, bagi yang sedang PDKT nih nelpon berlama-lama dengan wanita cantik itu prestasi. Nggak bikin dia bosen, itu butuh imajinasi. Pisank Man selalu terdepan dalam hal konsep mengimajinasikan kabupaten Lumajang.Â
Biar apa? Biar pembaca mengenal Lumajang itu ada dalam setiap imajinasi yang mengagumkan. Poin selanjutnya, orang masih meragukan apa dampak jika Pisank Man terus dipublikasikan; Lumajang langsung kaya kah?, tentu tidak. Lumajang bebas dari kemiskinan kah?, tentu tidak. Lumajang bebas buta aksara kah?, tentu juga tidak.Â
Saya perjelas lagi ya Pisank Man itu karya, bukan pelaku. Karya itu buah pikiran, bukan pohonnya. Lumajang itu ibarat kebun surga yang luas yang bisa ditanami bermacam-macam pohon. Semakin pohon itu banyak berbuah, semakin indah tuh kebunnya.Â