Yang membedakan hanya pada media distribusi fikiran dan gagasan kita. Jika berbicara medianya lidah maka menulis menggunakan tangan. Tetapi substansinya sama, yaitu bagaimana kita menyatukan fikiran, hati dan gerakan fisik.
Memang bagi yang tidak terbiasa menulis, jangankan satu buku satu paragrap pun bisa sehari dan tidak selesai karena saat dibaca ulang tidak memiliki self confidence (percaya diri) dengan tulisannya sendiri. Metode yang dipakai Mba Indari adalah Speak Writer, yaitu metode Anda yang berbicara lalu ada orang yang jago menulis untuk menuangkan dalam sebuah tulisan.
Untuk langkah awal metode ini cukup ampuh karena akan menumbuhkan kepercayaan diri bahwa ternyata ada fikiran yang selama ini terendap dan itu adalah sesuatu yang ditunggu banyak orang. Jadi, kalau ibu rumah tangga saja bisa menulis buku kenapa Anda yang seorang profesional tak bisa?
Saya yakin bisa, apalagi fikiran Anda original, wah itu bisa menjadi letupan bagi Anda menjadi seorang penulis handal. Saking pentingnya menulis, para tokoh muslim pun menuliskan fikiran mereka, ada yang menulis buku tentang kedokteran, menulis tentang astronomi, menulis tentang bisnis, menulis tentang sejarah dan ahli - ahli lainnya.
Anda bisa membayangkan  andaikan tidak ada tokoh muslim yang menulis buku, maka fikiran mereka akan sirna seiring dengan tutupnya usia. Sayang bukan? Jangan pernah berfikiran bahwa sejarah hidup Anda biasa saja. Boleh jadi ada fikiran dan cerita yang Anda miliki justru sudah banyak ditunggu orang di luar sana. Pada akhir tulisan ini saya ingin menanyakan satu hal, yaitu seberapa kuat memori otak Anda menyimpan file kehidupan dan cerita hidup Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H