Misalkan, kita posisikan kepada yang membunuh orang tak berdosa atas nama agama disebut radikal. Maka konsekuensinya, harus ada istilah lain yang meng-cover dan ditunjukkan untuk orang-orang yang memegang teguh ajaran agama. Namun tetap, hemat saya, makna radikal (yang baru) ini tidak bisa diperbandingkan menjadi salah satu yang harus dipilih. Mengapa?
Karena homoseksual juga lahir dari kesalahan persepsi. Yaitu, kesalahan dalam mempersepsikan makna cinta. Ketika cinta berlandaskan nafsu, bukan niat tulus membangun mahligai rumah tangga yang sakinah. Maka, yang dipikirkan hanyalah kepuasan. Bosan dengan seksualitas biologisnya, ia mencari sesuatu di luar kewajaran. Maka tak ayal, di samping homoseks, ada perilaku menyimpang lainnya. Seperti suka bersetubuh dengan anak di bawah umur, dengan hewan, dengan mayat atau benda mati lainnya.
Kata disorientasi ini, sudah barang tentu menggugurkan alibi bahwa ini fitrah (nature). Karena fitrahnya manusia itu berpasangan. Lelaki dan perempuan. Pasti tahukan, Allah pasangkan Nabi Adam itu dengan Hawa, bukan Nabi Adam dengan Huwa (dalam bahasa Arab artinya dia laki-laki).
Dis-orientasi kepuasan ini yang kemudian menular dan memunculkan penyakit baru, sebut saja HIV AIDS. Sebab, penularan penyakit itu bukan saja karena jarum suntik, juga seks bebas, termasuk di dalamnya seks sesama jenis. Belum lagi ditinjau dari sisi perkembangan psikologi, stress, cenderung emosional, dan lain sebagainya.
Nah, mengapa menular? Di beberapa kasus misalkan, anak kecil yang menjadi korban sodomi, faktanya, bila tidak ditangani dengan tepat, suatu saat juga akan melakukan itu pada orang lain. di sini kita lihat dengan cermat, baik sodomi maupun homo merupakan bentuk penyimpangan seksual, maka mungkinkah pengidap homoseks ini tidak akan melakukan hal yang sama? Walhasil, yang namanya hasrat seksual saat itu akan ‘hilang’ ketika disalurkan. Maka bagaimana caranya kaum-kaum tadi menyalurkan hasrat mereka? Kalau tidak ada mangsanya? Hilang begitu saja?
Dan mari kita bayangkan bila cara pandang menyalurkan hasrat seksual ke sesama jenis tadi legal di negeri ini. ngeri yah?!
Logikanya sederhana, ketika sains mengatakan seorang anak lahir dari rahim perempuan yang dibuahi sperma laki-laki, mungkinkah itu terjadi pada dua manusia yang sama-sama memiliki ovarium atau testosteron?
Fakta bahwa radikalisme agama yang membunuh orang-orang tak ‘berdosa’, memang tidak bisa dinafikan, itu jahat sekali. Namun, andaikata membunuh yang tak berdosa tadi sudah diklaim sebagai kejahatan kemanusiaan. Apa kabar dengan membunuh satu generasi secara perlahan? Itu juga kalau belum keduluan di azab Tuhan! []
Peru, 11-03-2106
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H