Mohon tunggu...
Mahardy Purnama
Mahardy Purnama Mohon Tunggu... Guru - Pecinta Sejarah

Pecinta Sejarah dan Sastra. Suka nonton sepakbola dan koleksi buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahasa Wolio, Bahasa Daerah di Baubau-Buton yang Diprediksi Akan Punah

7 Februari 2024   08:03 Diperbarui: 7 Februari 2024   08:09 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Kumpulan Nasihat Sultan Buton (Koleksi Pribadi)

Bagi yang belum tahu apa itu bahasa Wolio, bahasa Wolio adalah bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat kota Baubau pada umumnya. Bahasa Wolio adalah bahasa utama yang digunakan oleh masyarakat Baubau-Buton pada era Kesultanan Buton. Di kepulauan Buton banyak sekali bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat Buton sampai saat ini. Untuk bisa saling memahami dalam berkomunikasi, maka digunakanlah bahasa Wolio sebagai bahasa utama ketika itu. Jadi, bahasa Wolio adalah bahasa pemersatu pada masa Kesultanan Buton.

Memiliki Aksara Sendiri

Bahasa Wolio memiliki aksara sendiri yang disebut dengan "Buri Wolio", yang berarti Tulisan Wolio. Buri Wolio merupakan aksara Arab-Melayu dan bisa ditemukan dalam kitab-kitab klasik karya sultan dan ulama Buton dahulu.

Saya sendiri mendapatkan pelajaran Buri Wolio di tingkat SMP. Sayangnya saat ini bahasa Wolio hanya diajarkan di tingkat Sekolah Dasar. Tidak mengherankan jika tingkat berbahasa daerah generasi muda di Baubau sangat memprihatinkan. Kata para pakar dan budayawan lokal bahasa Wolio diperkirakan akan punah dalam 30 sampai 50 tahun nanti.

Saya setuju kalau bahasa ini akan punah dalam waktu kurang dari 50 tahun mendatang. Ada beberapa alasan Bahasa Wolio akan punah menurut saya.

Orangtua Tidak Lagi Membiasakan Anaknya Berbahasa Wolio

Kalau orangtua yang tinggal di luar Baubau, ya mungkin kita memaklumi kalau mereka tidak mengajarkan anaknya berbahasa Wolio. Tapi, bagi orangtua yang tetap tinggal dan menetap di Baubau tapi tidak mengajarkan anak-anak mereka bahasa Wolio adalah fakta yang sangat memprihatinkan. Nenek-nenek kita dulu masih membiasakan berbahasa Wolio dengan anak dan cucu-cucu mereka.

Tapi orangtua hari ini sudah hampir tidak menggunakan bahasa Wolio ketika ngobrol dengan anak-anak mereka. Bahkan ada anak yang mencoba berbicara menggunakan bahasa daerah ke orangtuanya, orangtuanya malah menjawab pakai bahasa Indonesia.

Sekitar dua tahun lalu saya pernah bertamu di rumah keluarga jauh saya. Saya menyapa ibu pemilik rumah menggunakan bahasa Wolio. Si ibu kaget saya bisa berbahasa Wolio. Katanya, anak-anaknya yang satu generasi dan generasi di bawah saya tidak pandai lagi berbahasa Wolio.

Orangtua pada hari ini tidak lagi berkomunikasi menggunakan bahasa Wolio dengan anak-anak mereka di rumah. Orangtua hanya berbahasa Wolio sesama orangtua saja, sesama generasi yang saat ini berusia 45 tahun ke atas. Orangtua-orangtua di Baubau lebih suka menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan anak-anaknya atau dengan generasi yang lebih muda.

Generasi Muda Mencoba Berbahasa Wolio Malah Ditertawakan

Kalau ini saya pernah alami saat saya berkunjung ke rumah sepupu. Salah satu paman di rumah itu suka ngobrol memakai bahasa Wolio. Waktu saya jawab dengan bahasa Wolio yang kadang terbata-bata, malah istrinya tertawa sambil berkata dalam bahasa Wolio yang artinya, "Kalau tidak pintar bahasa Wolio, tidak usah pakai!"

Saya kan berusaha supaya memperbaiki dan memperlancar bahasa Wolio saya malah ditertawakan. Seharusnya disuport. Akhirnya malu dong saya melanjutkan obrolan pakai bahasa Wolio. Pakai bahasa Indonesia saja.

Jadi teringat dulu semasa kuliah saya pernah menghabiskan libur semester di kampung sahabat saya di Sulawesi Selatan. Waktu saya ikut bermain sepakbola di lapangan, saya sempat bingung dengan cara apa meminta bola karena mereka saat bermain bola pun menggunakan bahasa daerah mereka. Bahkan mereka mengejek teman mereka yang menggunakan bahasa Indonesia.

Di kampung itu juga saya pernah ikut shalat dan mendengarkan khutbah Idul Adha. Demi Tuhan, sepanjang khutbah saya tidak paham isi dari khutbahnya sebab setelah membuka khutbah dengan bahasa Arab sang khatib melanjutkan khutbah menggunakan bahasa daerah. Padahal dari wajahnya, saya tebak usia khatib masih cukup muda sekitar 25 atau 30 tahunan, tapi begitu fasih berkhutbah menggunakan bahasa daerah, hal yang tidak pernah saya temukan di kampung saya di Baubau selama saya hidup. Bahkan di Masjid Keraton yang merupakan pusat kesultanan Buton di masa lalu, khutbahnya tetap menggunakan bahasa Indonesia. Seandainya saja di kampung saya bisa seperti di kampung teman saya itu.

Saya punya banyak teman dari berbagai daerah di Indonesia ketika masih kuliah dulu. Saya perhatikan, jika mereka bertemu dengan orang yang sekampung dengan mereka, mereka menggunakan bahasa daerah. Jadi mereka mau membiarakan aib saya di depan wajah saya, saya tidak akan marah karena saya tidak paham bahasa yang mereka gunakan. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi kami anak-anak muda Baubau. Kalau bertemu tetap menggunakan bahasa Indonesia.  

Bahasa Wolio Dipakai Untuk Memaki

Bahasa Wolio tidak sepenuhnya lenyap dari obrolan anak-anak Milenial dan Gen Z di Baubau. Saya sering mendengar anak-anak sekolah yang lewat depan rumah atau di tempat tongkrongan mereka menggunakan bahasa Wolio. Yah, meskipun bahasa Wolio yang mereka ucapkan adalah kata-kata makian dan umpatan yang sebenarnya tidak enak didengar. Tapi itulah faktanya yang terjadi di Baubau.  

Generasi Muda di Keraton Lebih Memilih Bahasa Indonesia

Keraton Buton menurut saya adalah benteng bagi bahasa Wolio agar tetap terjaga. Sayangnya, pada hari ini generasi mudanya lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan mereka sehari-hari di rumah. Saya yang sering berkunjung ke Keraton tidak pernah lagi mendengarkan bahasa Wolio keluar dari anak-anak kecil ketika mereka bermain.

Jadi prediksi akan punahnya bahasa ini dalam 30 sampai 50 tahun ke depan adalah fakta. Sudah seharusnya pemerintah kota Baubau, para tokoh, budayawan, serta masyarakat pada umumnya mencari solusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun