3. Makna dalam Kehampaan: Suara Eksistensialis
Ketika puisi ini menyebut "tidak ada manfaat," Jean-Paul Sartre seperti ikut berbicara. "Keberadaan adalah kehampaan," katanya, "tetapi makna adalah karya manusia." Maka, saat sesuatu tampak tak berguna, apakah itu benar-benar fatamorgana kosong? Ataukah kita yang lalai memberi makna?
Martin Heidegger, dalam Being and Time, menyebut manusia sebagai makhluk yang dilemparkan ke dunia. Dalam keterlemparan itu, kita adalah pengukir makna, merajut alasan dari helai-helai keberadaan. Seperti seorang penyair yang menemukan puisi di tengah sunyi, nilai bisa tercipta di tempat yang tak pernah diduga.
Namun, pertanyaan tentang makna tak bisa dilepaskan dari pencarian kebahagiaan. Sebab, apakah ada sesuatu yang lebih kita cari selain kebahagiaan sejati?
4. Kebahagiaan: Melepaskan atau Memeluk?
Keterikatan sering kali membuat kita merasa memiliki, namun apakah itu selalu membawa kebahagiaan? Buddha mengajarkan bahwa keterikatan adalah akar penderitaan. Melepaskan, katanya, adalah jalan menuju kedamaian.
Namun Aristoteles menawarkan pandangan yang berbeda. Kebahagiaan (eudaimonia), baginya, adalah hidup yang mencapai tujuan tertinggi. Di sini, kebermanfaatan melampaui fungsi praktis; ia menjadi kompas untuk menemukan tujuan yang sejati. Maka, adakah "manfaat" yang diam-diam membawa kita menuju kebahagiaan yang abadi?
Di tengah pencarian makna dan kebahagiaan, ada satu hal yang seringkali mengelak dari logika manusia: cinta.
5. Cinta: Ketika Logika Menyerah
Di ujung puisi ini, cinta mengetuk pintu dengan pertanyaan: "Apa kau juga begitu, kasih?" Sren Kierkegaard mungkin tersenyum getir. Baginya, cinta adalah paradoks: sebuah pemberian yang tak meminta, sebuah kehadiran yang tak membutuhkan alasan. Cinta, katanya, adalah lompatan iman---melewati logika, merobek kalkulasi.
Emmanuel Levinas melangkah lebih jauh. Baginya, cinta sejati adalah tanggung jawab etis terhadap yang lain (the Other), sebuah pengakuan terhadap keberadaan orang lain tanpa syarat. Di sini, cinta bukan tentang manfaat atau alasan, melainkan tentang keberanian untuk menerima apa adanya.