Mohon tunggu...
Jarot Mahardika
Jarot Mahardika Mohon Tunggu... Lainnya - Terus belajar

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mencoba Memahami Ide Gugatan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup

7 Juni 2023   08:32 Diperbarui: 7 Juni 2023   13:35 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membuat SIM C secara online (Polri.go.id via otomotif.kompas.com)

Baru-baru ini ramai tentang gugatan seorang Advokat terhadap aturan SIM yang hanya berlaku 5 tahun. Penggugat mengajukan gugatan agar SIM dapat berlaku seumur hidup. Jika dilihat sekilas, ide gugatan tersebut terkesan nyleneh dan konyol. Mengapa demikian?

Sebelum lebih jauh membahas hal tersebut, inilah pengertian Surat Izin Mengemudi atau SIM. Surat Izin Mengemudi atau SIM adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan trampil mengemudikan kendaraan bermotor.

Penjelasan tersebut didasarkan pada UU No.2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) b, Pasal 15 ayat (2) c, dan Peraturan Pemerintah No. 44 / 1993 Pasal 216.

Didasarkan pada definisi tersebut, maka seseorang berhak mendapatkan SIM apabila memenuhi kriteria berikut:

  • Memenuhi persyaratan administrasi
  • Ini berarti pemilik SIM harus memiliki identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), mengisi formulir permohonan, dan melakukan proses rekam sidik jari.
  • Sehat jasmani
  • Dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter
  • Sehat rohani
  • Dibuktikan dengan surat lulus tes psikologis
  • Memahami peraturan lalu lintas
  • Dibuktikan dengan lulus ujian teori
  • Trampil mengemudikan kendaraan bermotor
  • Dibuktikan dengan lulus ujian praktik dan/ atau ujian keterampilan melalui simulator

Dari parameter tersebut rasanya tidak mungkin seseorang bisa memiliki SIM dengan masa berlaku seumur hidup.

Kesehatan fisik seseorang bisa menurun sewaktu-waktu, entah itu karena penyakit atau karena kecelakaan sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kemampuannya mengemudikan kendaraan.

Kesehatan rohani seseorang juga bisa berubah sewaktu-waktu. Gangguan jiwa misalnya. Orang penderita gangguan jiwa tentu akan membahayakan diri dan lingkungannya apabila diijinkan mengemudikan kendaraan.

Keterampilan seseorang dalam mengemudikan kendaraan juga bisa menurun seiring bertambahnya usia. Refleks berkurang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Hal tersebut tentu dapat membahayakan.

Lantas apa yang menjadi alasan penggugat mengajukan gugatannya?

Menurut penggugat, setiap melakukan perpanjangan SIM setelahnya akan mendapatkan SIM baru dengan nomor SIM yang berbeda. Keterlambatan perpanjangan SIM mengakibatkan seseorang harus mengulangi semua proses pembuatan SIM dari awal. Seperti membuat SIM baru. Hal tersebut dinilai tidak memberikan kepastian hukum oleh penggugat.

Menanggapi poin tersebut, saya sependapat. Seharusnya SIM hasil perpanjangan atau pembaharuan memiliki nomor yang sama. Nomor SIM seharusnya melekat dengan individu pemegangnya, sehingga tidak perlu mengganti nomor SIM setiap kali melakukan perpanjangan.

Sebagai perbandingan, selama tinggal di Jepang, saya pernah melakukan perpanjangan SIM (SIM Jepang). Nomor SIM tidak berganti meskipun saya mendapatkan SIM hasil perpanjangan. Di Jepang, setiap pemegang SIM bisa mengakses track record mengemudi.

Beberapa perusahaan mensyaratkan track record mengemudi sebagai pertimbangan menerima karyawan baru. Apabila calon karyawan baru memiliki track record mengemudi yang buruk, maka bisa menjadi alasan bagi perusahaan untuk tidak mempekerjakannya.  

Dengan tidak beganti-ganti nomor SIM baru tentu akan mempermudah rekam data maupun adaministrasi.

Menurut saya, keterlambatan perpanjangan SIM seharusnya juga tidak membuat seseorang mengulangi pembuatan SIM dari awal lagi. Hasil pemeriksaan kesehatan jasmani, rohani, dan administrasi lainnya sudah cukup untuk menghidupkan lagi SIM yang masa berlakunya sudah habis. Tidak perlu melakukan tes tertulis dan praktek lagi.   

Alasan lain penggugat adalah tidak adanya dasar hukum dan tidak jelasnya tolok ukur masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun.   

Menurut saya, dasar hukumnya jelas yaitu Pasal 85 Ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang."

Mengenai tolok ukur masa berlaku 5 tahun mestinya sudah berdasarkan kajian tertentu. Sebagai perbandingan lagi, masa berlaku SIM di Jepang adalah 3 tahun dan 5 tahun. Masa berlaku 5 tahun bisa didapat apabila pemilik SIM tidak pernah melakukan pelanggaran lalu-lintas. Untuk SIM baru atau pemula dan pelanggar lalu-lintas SIM berlaku hanya 3 tahun dan dapat diperpanjang.

Alasan gugatan lainnya adalah mengenai biaya, tenaga, dan waktu yang harus diluangkan untuk perpanjangan SIM. Penggugat menganggap hal tersebut sebagai hal yang merugikan.

Menurut pandangan saya, mengenai biaya, tenaga, dan waktu yang harus diluangkan adalah hal yang lumrah. Penyelenggara administrsi tentu membutuhkan dana untuk operasional. Wajar kalau ada biaya yang harus dikenakan. Tenaga dan waktu, tidak bisa juga dihindari. Hal yang harus diperbaiki adalah bagaimana memperbaiki sistem agar proses perpanjangan SIM bisa berlangsung efisien sehingga orang tidak merasa dirugikan baik itu biaya, waktu dan juga tenaga.

Hal lain yang juga dipertanyakan oleh penggugat adalah mengenai ujian SIM. Penggugat menganggap tolok ukur materi ujian dan praktek tidak jelas dasar hukumnya. Apakah materi ujian sudah berdasar kajian yang kompeten dari Lembaga yang sah?

Menurut penggugat, lazimnya sebelum dilaksanakan sebuah ujian ada materi yang diberikan dan bisa dipelajari. Namun dalam proses pengurusan SIM tidak ada pelajaran baik itu teori maupun praktek. Hal ini menyebabkan banyak peserta ujian SIM yang tidak lulus ujian. Ini membuka peluang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu misalnya calo.

Saya sepakat hal-hal di atas masih perlu perbaikan sana sini. Saya merasa penggugat hanya ingin menggugah kita semua, terutama penyelenggara negara untuk memperbaiki sistem yang sudah ada. Penggugat pastinya sudah paham hal tersebut. Perundang-undangan juga telah mengaturnya.

Mungkin hal yang ingin ditunjukkan oleh penggugat adalah, untuk apa masa berlaku SIM dibatasi 5 tahun jika proses pembuatan dan perpanjangannya tidak profesional. Hanya membuang-buang waktu, biaya dan tenaga. Itulah kira-kira mengapa penggugat menginginkan pemberlakuan SIM seumur hidup. Mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun