Sebab sebelumnya, terkait BST, desa awalnya diminta memberikan datanya ke Kementerian Sosial. Sebanyak 250 warga mengajukan BST. Namun dalam prosesnya, beberapa warga menerima bantuan tunai sebesar Rs 600.000 melalui transfer. Kondisi ini membuat Surata bingung. Sebab, awalnya mereka diminta submit, tapi yang drop tidak sesuai dengan data aplikasi. Padahal, mereka yang mendapat BST dianggap mampu secara ekonomi.
Tapi setelah dianalisa, ada yang punya SUV (mobil) tapi menerimanya, tapi saya tidak punya kewenangan untuk menghentikannya. Karena bantuan langsung masuk ke penerima (akun). Penerima BST yang tidak tepat sasaran memiliki latar belakang kewirausahaan. Begitu juga petani yang berhasil adalah pegawai negeri sipil (PNS). Jumlahnya tiga sampai empat orang. Selain penerima BST yang dinilai tidak jadi sasaran, ada juga yang mendapat double di One Home. Sebagai contoh, ada kepala keluarga yang mendapat bantuan tunai, beserta anak-anaknya. Padahal mereka satu kartu keluarga (KK).
Kegiatan ini bahkan membuat beberapa orang bertanya-tanya hingga akhirnya dijawab oleh kepala desa. Hal ini diberitahukan kepada RT, RW dan Satgas agar warga yang belum mendapatkan bantuan dapat diawasi oleh desa. Melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diperoleh dari dana desa. Dana desa cukup untuk 30% untuk menutupi penduduk yang menerima bantuan. Jumlah total yang dialokasikan untuk BLT sekitar Rs 290 juta.
Menanggapi data yang amburadul ini, masyarakat menunggu pembaruan data pemerintah melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Generasi Mendatang (SIKS-NG). Pasalnya, data yang ada di SIKS-NG lalai memberikan bantuan sosial kepada masyarakat sosial. Namun, pihaknya enggan menjelaskan hal-hal yang mempersulitnya. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pemberdayaan Sosial dan Perempuan Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak (Dinsos dan P3AKB), bantuan program BST tercatat di 51.929 rumah tangga.
Bantuan diberikan kepada 11.894 keluarga melalui bank yang ditunjuk dan 40.035 keluarga lainnya diarahkan melalui PT Pos Indonesia. Agar tidak menimbulkan kegemparan di masyarakat, yang tidak masuk penerima BST melalui program BLT terserap dari dana desa. Apalagi, hasil inventarisasi ini nantinya akan dilaporkan ke Kementerian Sosial agar tidak terwujud dalam penelitian bulan berikutnya.
D.PENUTUP
Kekacauan dalam pemberian bansos bisa diselesaikan dalam satu pintu sekaligus. Selama tidak ada satu atau satu pintu, itu akan mengarah pada sudut pandang yang berbeda dan asimetris. Masalahnya, saat ini kita menghadapi situasi darurat dimana tidak semua orang tidak sabar. Banyak orang mengungkapkan kemarahan emosionalnya, yang pada akhirnya akan menimbulkan kekacauan di masyarakat. Hal tersebut menggambarkan langkah-langkah yang diambil pemerintah pusat dalam penanggulangan COVID-19 yang tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak tersinkronisasi dengan baik antar pemerintah daerah seolah-olah pemerintah pusat membatasi langkah yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat. Oleh karena itu, PSBB tidak akan berfungsi tanpa penanganan yang serius. Kebijakan PSBB yang telah diterapkan di banyak daerah pada hakikatnya sama jika tidak ada sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar aturan PSBB. Sistem regulasi yang baik dan jelas antara pemerintah pusat dan daerah dapat terlaksana secara efektif, apabila penegakan hukum dan pemerintah memiliki integritas yang tinggi dan masyarakat patuh pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19, sehingga hal ini menjadi tolak ukur yang baik bagi Indonesia ke depan.
E.DAFTAR PUSTAKA
Buana, Dana Riksa, 2020. "Analisis Perilaku Masyarakat IndonesiadalamMenghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) danKiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa," Salam: Jurnal Sosialdan Budaya Syar-i, Volume 7, No. 3.
Dwipayana, Ari AA.GN., and Sutoro Eko. 2003. Membangun GoodGovernance Di Desa. Yogyakarta: IRE Yogyakarta
Gea, M. I. S. (2020). PERANAN KEPEMIMPINAN KEPALADESADALAMMENDISTRIBUSIKAN BANSOS KEPADAMASYARAKAT DESA YANG TERDAMPAK COVID-19SECARA BERKEADILAN.