Mohon tunggu...
Ismaharani Lubis
Ismaharani Lubis Mohon Tunggu... wiraswasta -

single mommy www.maharanilubis.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[ECR4] Genggam tanganku, jangan lepaskan.

22 Juli 2012   16:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:43 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Firman tergolek tak berdaya. Selang infus, oksigen dan kabel mesin pendeteksi jantung melekat disekujur tubuhnya. Tak ada lagi sosok Firman yang gagah, Mahar semakin sedih melihat pemandangan yang ada didepan matanya saat berada di kamar tempat Firman dirawat. Kondisinya masih dalam keadaan sangat mengkhawatirkan. Aritmia Jantung, debaran jantung yang tak beraturan, itu kata dokter yang sempat ditemui Mahar.

"Penyebabnya bermacam-macam bu. Salah satunya stress yang berlebihan." Jelas dokter pada Mahar yang terkejut mendengarnya.

Asih tak ada di rumah sakit, kata Acik belum pulang dari tugas keluar daerah. Tadi Mahar sempat berpapasan dengan Acik di gerbang rumah sakit. Kebetulan sekali, Acik sudah harus segera pulang mempersiapkan segala keperluan untuk pendataan eKTP yang dimulai esok pagi. Acik berjanji akan mendata Mahar nanti setelah ada pengganti menjaga Firman.

"Titip mas Firman ya Jeng Mahar. Besok saya usahakan mengatur jadwal jaga, biar semua warga ikut membantu berjaga disini." Pesan Acik sebelum berlalu. Sekarang hanya ada Mahar dan Firman yang masih tak sadarkan diri. Perlahan Mahar mendekati ranjang tempat Firman terbaring. tanpa mampu menahan, Mahar menyentuh helai rambut Firman. Tak ada reaksi.

"Mas Firman, ini aku Mahar. Kamu pasti mendengarku kan. Kamu baik-baik saja?' Mahar berucap lirih. Sekuat tenaga tidak menangis, malah mengukir senyum dibibirnya. Dulu, saat ibunya menjaga ayah ketika sedang koma ibu tak menagis. Kata Ibu saat menjaga orang sakit sebaiknya kita tidak menangis. Karena tangisan hanya akan menambah lemah orang yang sedang sakit. Mahar percaya itu.

"Kamu istirahat yang tenang ya, aku akan menjagamu disini. Jangan takut, kamu tak sendirian." Mahar berbisik ditelinga Firman, yakin bahwa pria ini mendengar ucapannya. Mahar merapikan selimut di badan Firman. Memastikan semua dalam kondisi baik. Sekarang sudah jam setengah delapan, sudah masuk waktu Isya, Mahar bergegas berwudhu'. Dari rumah ia memang sudah mempersiapkan segalanya. Siap jika ternyata memang tak ada yang menjaga Firman, Mahar akan menginap di sini. Mukena dan beberapa potong baju dibawa serta. Syukurlah Mahar berfikir seperti itu. Terbukti apa yang dikawatirkannya terjadi.

Jam dua malam perawat jaga masuk ke kamar. Memeriksa kondisi Firman dan menyuntikkan obat ke selang infus. Mahar masih terjaga, berkawan kitab 'Riyadhus Shalihin' sebagai pengusir sepi. berulang kali melirik Firman, takut sesuatu terlewat dari pengawasannya. Firman masih diam tak bergeming. Gelisah makin besar tumbuh dihati Mahar. Sepanjang malam ini tak ada kemajuan yang ditunjukkan Firman. Mesin pendeteksi detak jantungnya masih sama, layar monitor menunjukkan grafik yang sepertinya kurang baik. Mahar memang tak mengerti apa arti grafik itu, firasatnya saja yang berkata. Ditepisnya perasaan itu, kembali tertatih membangun harapan dihatinya yang sedari siang sudah tak berdaya.

*****

Pukul tujuh pagi. Dokter datang mengunjungi Firman. Memeriksa semua peralatan, mencek kondisi jantung dan mencatat hasilnya di lembar diagnosa Firman. Sesekali mereka berdiskusi, tak jarang Mahar melihat kerutan di dahi dokter saat membaca kembali hasil diagnosa itu. Mahar tambah kawatir,  tak tahu harus bagaimana.

"Maaf ibu istrinya pak Firman?" Dokter menyapa Mahar yang langsung gelagapan.

"Oh... eh... anu.. bukan dok, saya...saya... kerabatnya. Ya, kerabat Firman." untunglah Mahar mampu mencari 'status' yang lebih aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun