Bunuh Diri Apakah Menjadi Sebuah Solusi?
Pendahuluan
Masalah kesehatan jiwa yang menjadi kerap menjadi perhatian dunia belakangan ini adalah bunuh diri. Sekitar 800.000 orang meninggal bunuh diri setiap tahunnya, menyebabkan bunuh diri dinobatkan sebagai penyebab kematian terbesar kedua pada rentang usia 15-29 tahun (World Health Organization (WHO), 2022). Sebanyak 79% kejadian bunuh diri terjadi pada negara dengan pendapatan menengah dan sedang. Indonesia, sebagai salah satu negara yang berada dalam kategori negara dengan pendapatan rendah dan sedang, juga tidak luput dari masalah bunuh diri. Pertahun 2022, estimasi angka kejadian bunuh diri Indonesia mencapai 3.4 per 100.000 populasi . Hal ini menunjukkan bahwa perilaku bunuh diri merupakan masalah yang cukup membutuhkan perhatian di Indonesia.
Kejadian bunuh diri tidak berlangsung secara tiba-tiba. Secara umum, perilaku bunuh diri memiliki 4 tahapan (Stuart, 2015), yaitu ide bunuh diri, rencana bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri yang sukses.. Tahapan bunuh diri pertama adalah ide bunuh diri, yang mana jika tidak mendapatkan penanganan dapat berkembang menjadi ancaman bunuh diri. Ancaman bunuh diri sebagai tahap kedua dari perilaku bunuh diri merupakan peringatan rencana mengakhiri hidup baik langsung maupun tidak langsung yang diekspresikan secara verbal maupun nonverbal. Selanjutnya, dapat terjadi percobaan bunuh diri sebagai tahapan ketiga. Pada tahapan ini, individu sudah melakukan tindakan mencelakai diri langsung seperti menyakiti tubuh menggunakan benda tajam, gantung diri, atau lainnya.Â
Tingginya ide bunuh diri pada remaja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti depresi, kekerasan seksual, pertengkaran, buruknya performa akademik, stres, perbedaan budaya asal dan tempat kuliah, serta rendahnya tingkat hubungan keluarga. Kendatipun banyaknya faktor yang dapat memperberat ide bunuh diri pada remaja, terdapat juga beberapa faktor yang dapat menjadi proteksi terhadap ide bunuh diri, diantaranya hubungan keluarga dan kemampuan penyelesaian masalah yang baik. Faktor-faktor proteksi tersebut dapat membantu dalam menurunkan angka ide bunuh diri pada mahasiswa (Stuart, 2015).
Pembahasan
Akhir-akhir ini santer diberitakan banyak mahasiswa yang bunuh diri dengan tragis. Latar belakang dari penyebab mereka bunuh diri bermacam, berbagai motif yang diperkirakan menjadi penyebab utama mereka melakukan bunuh diri. Beberapa penyebab bunuh diri antara lain ; masalah keluarga, percintaan, tekanan psikologis, permasalahan yang dihadapi, kurang perhatian, masalah di sekolah, pertemanan, harga diri rendah, tekanan sosial dan ekonomi, bosan hidup, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa depan, dan kegagalan. Penulis berspekulasi bahwa bunuh diri adalah masalah tindakan individu yang berkemauan bebas terhadap perubahan sosial dan modernitas, bukan keputusasaan pribadi.Â
Meski demikian, perlu disadari bahwa tindakan bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab. Selain masalah psikologis dan lingkungan seperti yang dijelaskan sebelumnya, rendahnya dukungan sosial juga menjadi faktor penguat seseorang melakukan tindakan itu, misalnya kekerabatan, keimanan, pekerjaan dan sebagainya. Individu yang memiliki tekanan psikologis memiliki risiko yang lebih tinggi dari pada mahasiswa biasa pada umumnya.
Kasus yang sedang ramai diberitakan kasus bunuh diri mahasiswa udinus Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang berinisial EN (24) ditemukan tewas di sebuah kamar kos di Jalan Bulusan Selatan, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Usut punya usut EN merupakan mahasiswa semester akhir yang sedang menempuh skripsi di Udinus, namun EN jarang terlihat dikampus oleh teman-temanya. EN juga dikenal sebagai mahasiswa yang tidak memiliki masalah terhadap akademiknya. Namun ada yang beranggapan bahwa EN bunuh diri karena tekanan yang dirasakan dirinya terlalu berat saat menjadi mahasiswa akhir yang sedang menempuh skripsi. Tekanan ini membuat EN memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan meninggalnya orang-orang sekitar yang mencintainya. Ada yang beranggapan juga ini disebabkan karena masalah asmara dan juga masalah ekonomi atau hutang yang melilit EN. Kasus yang sama juga terjadi pada mahasiswa UGM yang tewas bunuh diri jatuh dari lantai 11 hotel di Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman. Dengan dugaan kuat mahasiswa ini mengalami depresi dan gangguan psikologi sehingga menyebabkan ia memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Pemaparan di atas didukung dengan hasil penelitian terdahulu yang ditinjau secara kepustakaan oleh penulis dengan mengakses artikel dan jurnal terdahulu dengan penjelasan sebagai berikut:Â
Penelitian yang dilakukan oleh Low et al (2015) didapatkan hasil depresi memiliki hubungan dengan ide bunuh diri. Masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan stres. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa stres dan kehidupan yang penuh stres merupakan peristiwa yang sangat terkait dengan gejala depresi, yang kemudian meningkatkan risiko bunuh diri. Stres berkelanjutan mengakibatkan kecemasan dan depresi.
Kondisi depresi yang dialami juga dapat menimbulkan rasa ketidakberdayaan. Pada masa remaja hubungan orang tua dan anak berubah dari perlindungan-ketergantungan ke hubungan saling menyayangi dan persamaan hak, namun sering terjadi kekacauan dan kebingungan selama proses pencapaian kemandirian. Sering terjadi tentangan terhadap kendali orang tua dan konflik hadir hampir dalam semua situasi dan masalah. Oleh karena itu meskipun tidak terjadi disfungsi keluarga namun konflik remaja dan keluarga dapat timbul dalam setiap kondisi dan masalah sehingga menimbulkan ide bunuh diri.
Jadi apakah karena depresi, tekanan dan sebagainya harus diakhiri dengan bunuh diri? Apakah itu menjadi sebuah solusi terakhir yang menyelesaikan semua masalah? Tentu tidak, bunuh diri hanya akan menambah dan menimbulkan masalah yang baru, bahkan dampaknya bukan hanya kepada orang terdekat saja melainkan bisa menyebar dan menjadi pemicu stress bagi orang-orang yang mungkin sedang berada pada posisi sebelum seorang korban melakukan bunuh diri, seperti depresi dan gangguan psikologi. Alangkah baiknya kita bisa berpikir lebih dewasa dan menenangkan diri sebelum mengambil sebuah keputusan, jika tidak memungkinkan untuk memendam masalah sendiri usahakan kita mempunyai seorang yang bisa mendengarkan cerita dan hal-hal yang kita alami.
Kesimpulan
Bunuh diri menjadi trend akhir-akhir ini, banyak mahasiswa yang merasa mereka tidak layak untuk hidup lagi dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan bunuh diri, diantaranya karena depresi, masalah orang tua dan ekonomi. Namun bunuh diri bukanlah sebuah solusi, melainkan malah menambah masalah baru bagi mereka yang ada disekitar kita. Hendaknya sebelum bertindak kita harus berpikir matang-matang terhadap akibat apa yang ditimbulkan dari perbuatan yang kita lakukan.
Daftar Pustaka
WHO. (2022). Mental Health. Quality of suicide mortality data Website : http://www.who.int/mental_health/pr evention/suicide/wspd/en/
Stuart, W. G. (2015). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart Vol 1&2. Singapore : Elsevier
Low, N.L.P, Dugas,E,. O’Loughlin, E. Roudriges, D., Contreras,G., Calton, M. (2015). Common Stressfull Live Events and Difficulity are Associated with Mental Health Symptoms and Subtance Uce in Young Adolescent. BMC Psyciatric
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H