Pembangunan jalan pedestrian untuk pejalan kaki kini sedang dilakukan arah timur Benteng Somba Opu (BSO), di kelurahan Sombaopu kecamatan Barombong kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, berpotensi kuat akan merusak hasil eskavasi dinding bekas benteng induk Kerajaaan Gowa abad XVI.
Betapa tidak. Pedestrian selebar 5 meter yang dibuat menyusur sepanjang kanan kiri bekas dinding BSO di arah timur hasil eskavasi tahun 1989, didisain dengan pembuatan selokan selebar 2 meter dari batas bekas dinding benteng dengan tepian tembok batas pedestrian yang baru dibuat.
Dengan model disain seperti itu, bekas dinding benteng BSO selebar 2 meter  posisinya berada di tengah alur selokan pedestrian yang mengapit di kanan kirinya. Jika musim hujan dipastikan selokan akan dipenuhi air. Bahkan akan menjadi semacam bak penampungan air yang akan merendam bekas dinding  BSO.
Masalahnya, letak bekas dinding benteng di arah timur kawasan BSO berada di tempat kerendahan. Dengan pembuatan selokan di kanan kiri bekas dinding benteng tersebut air akan mengendap di dalam alur selokan.Â
Sebelumnya, di musim hujan air tak menggenang kanan kiri bekas dinding benteng lantaran dapat mengalir secara liar mengikuti kontur tanah yang lebih rendah dari lokasi mencuatnya bekas dinding BSO.Â
Pembuatan pedestrian justeru menghempang alur pengaliran air dari kanan kiri bekas dinding BSO.
Dari bincang-bincang dengan seorang pengawas pekerjaan pedestrian di kawasan BSO, diakui selokan yang sedang dibuat kanan kiri bekas kaki BSO akan menjadi semacam kolam penampungan air di musim hujan.Â
Soalnya, katanya, selokannya berada di tempat kerendahan, sehingga ujung-ujung selokan buntu dengan gundukan lahan yang lebih tinggi. Â Â Â
Artinya, sangat jelas sepanjang sekitar 500-an meter selokan yang kini dibuat di kanan kiri bekas dinding benteng arah timur BSO akan menjadi kolam penampungan air di musim hujan yang akan meredam sekaligus mengancam terjadinya kerusakan bekas dinding BSO terbuat dari susunan batu-batu bata berbahan lempung tanah liat yang telah berusia lebih dari 3 abad.
BSO merupakan benteng induk masa Kerajaan Gowa, dibangun abad XVI masa kekuasaan Raja Gowa IX Daeng Matanre Karaeng Tumapparisi Kallonna (1510-1546).Â
Benteng yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa pada masanya dikelilingi 12 benteng pertahanan lain sebagai benteng pengawal. Namun dalam peperangan yang terjadi antara Kerajaan Gowa dengan pihak kolonial Belanda berlangsung 15 -- 24 Juni 1667, BSO seluas 11 hektar berhasil diporak-porandakan.Â
Sebagian dari dinding benteng yang terbuat dari susunan batu bata setinggi 4 hingga 6 meter dengan ketebalan rata-rata 2 meter diratakan dengan tanah.
Sejak itu kawasan BSO serta areal kekuasaan kerajaan seluas 60 hektar sekitarnya ditinggalkan dan menjadi kawasan sunyi dari kegiatan. Bekas dinding BSO yang tersisa pun tertimbun tanah lumpur-lumpur bawaan dari Sungai Jeneberang serta sejumlah sungai yang mengalir sekitarnya. Padahal sebelumnya kala itu kawasan sekitar BSO dicatat sejarah pada masanya termasuk salah satu pelabuhan bandar niaga teramai di dunia.
Saat Prof DR HA Amiruddin Pabittei (alm) menjabat sebagai Gubernur Sulsel, tahun 1989 dilakukan upaya penggalian atau eskavasi terhadap jejak dinding bekas BSO yang telah tertimbun lebih dari 3 abad.Â
Dipimpin sejarawan DR Mukhlis Paeni, kala itu, eskavasi berhasil menemukan jejak bekas dinding BSO. Kecuali bentang bekas dinding benteng di arah timur tidak ditemukan. Diperkirakan telah lenyap terkikis terbawa arus banjir sungai-sungai sekitarnya selama lebih 3 abad silam.
''Kita punya catatan sejarah kerajaan di Sulsel yang hebat di masa lalu, salah satu buktinya adalah Benteng Somba Opu. Itulah kita perlu memelihara situs benteng tersebut sebagai bukti nyata kehebatan harga diri orang Sulsel," katanya kepada saya dalam suatu kesempatan wawancara di Gubernuran Sulsel setelah rampungnya pembangunan sejumlah rumah adat di kawasan BSO tahun 1990.
Pembuatan pedestrian di kanan-kiri kawasan BSO saat ini merupakan salah satu dari 2 proyek bertajuk Peningkatan Destinasi Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sulsel tahun 2021 yang dialokasikan di kawasan BSO.
Proyek yang satunya berupa rencana pembangunan gedung Pusat Informasi Wisata atau Torism Information Centre (TIC) Sulsel  berlokasi dalam kawasan BSO.Â
Tepatnya, di lahan lapang depan antara rumah adat Toraja dan rumah adat Mamasa. Namun proyek bernilai lebih dari Rp305 miliar yang tendernya dimenangkan CV Abrizam Putratama Enggineering tersebut dibatalkan saat kontraktor pelaksana mulai menggali pembuatan pondasi bangunan.
Pembatalan pembuatan geduang TIC tersebut disebut-sebut lantaran ada protes dari pihak penjaga lahan rumah adat Toraja dan rumah adat Mamasa di kawasan BSO.Â
Entah lokasi pembuatan TIC tersebut dipindahkan kemana. Pastinya, sejumlah material berupa batu dan pasir untuk pekerjaan pondasi kini berantakan, sudah tak ada kegiatan di lokasi sejak Agustus 2021.
Sebenarnya untuk membangun di kawasan bekas BSO, Â sejak kasus munculnya protes terhadap pembangunan Gowa Discovery Park yang menghadirkan wahana wisata water boom area sekitar BSO tempo hari, pihak Pemprov Sulsel sudah punya Peta Zonasi tentang situs BSO. Ditetapkan tahun 2011 saat Gubernur Sulsel masih dijabat DR H. Syahrul Yasin Limpo, SH, Msi,MH (kini, Menteri Pertanian RI).
Peta Zonasi BSO tersebut dibuat pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar (sekarang : Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel), dan disetujui Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Zonasi BSO dengan jelas telah menetapkan Zona Inti A dan B. Selain adanya Zona Penyanggah, Zona Pengembangan, dan Zona Penunjang.
Lokasi tempat rencana pembuatan TIC Sulsel yang dibatalkan masuk Zona Inti BSO yang pemanfaatannya harus mendapat kajian serta ijin tak hanya dari pihak Pemprov Sulsel tetapi juga dari pihak Dirjen Sejarah dan Purbakala.Â
Pembuatan kosntruksi permanen pedestrian yang kini sedang berlangsung di kanan kiri bekas dinding benteng  arah timur kawasan BSO masuk Zona Inti A atau bagian terpenting dari situs BSO. Tidak ada penjelasan terhadap pekerjaan pedestrian yang beranggaran lebih dari Rp596 juta  dari APBD Sulsel di Zona Inti A BSO ada ijin persetujuan dari pihak Dirjen Sejarah dan Purbakala.
Mengherankan, pekerjaan pedestrian dilakukan CV Aneka Cipta Sarana sebagai pemenang tender di Pemprov Sulsel yang jelas berpotensi kuat merusak situs BSO hingga kini sepi dari sorotan para arkeolog.Â
Juga pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel seolah tak hirau dengan pembuatan pedestrian yang berpotensi merusak situs bekas dinding BSO tersebut.Â
Di dalam kawasan BSO kini terlihat juga masih terdapat dua pos jaga dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel, di samping adanya pos jaga UPT BSO dari Pemprov Sulsel.
''Di kawasan Benteng Somba Opu ini sampai sekarang masih ada dua pengawas. Untuk urusan perbaikan dan pemeliharaan dinding benteng dilakukan orang-orang dari pihak Balai Cagar Budaya, sedangkan untuk urusan rumah-rumah adat menjadi bagian dari pengawasan pihak Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulsel,'' menjelaskan seorang penjaga salah satu rumah adat di kawasan BSO.
Di dalam kawasan BSO terdapat sejumlah rumah adat daerah Provinsi Sulsel. Termasuk terdapat sejumlah rumah adat dari daerah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) yang dibangun saat daerah beretnis Mandar tersebut masih masuk bagian dari Provinsi Sulsel saat BSO selesai dieskavasi tahun 1995. Sejumlah rumah adat terlihat rusak berantakan lama tak mendapat perbaikan seperti rumah adat Gowa, rumah adat Bola Soba Soppeng, rumah adat Mamasa, dan Rumah adat Toraja.
Bapak penjaga rumah adat di BSO tersebut hanya tertawa lepas saat ditanya tentang pihak siapa yang harus bertanggungjawab memperbaiki jalanan dalam kawasan BSO yang saat ini sebagian besar terlihat rusak bergelombang.
"Tidak tahu mi itu, ka sudah bertahun-tahun jalanan dalam kawasan benteng ini rusak tidak pernah diperbaiki,'' katanya dalam dialek Indonesia khas Makassar. Kondisi kawasan BSO saat ini sebagai salah satu destinasi wisata yang berwajah buruk, padahal tidap tahun terdapat aliran dana perbaikan dan pemeliharaan dari Pemprov Sulsel.
 Plaza Kuliner Benteng Somba Opu yang telah dibangun beberapa tahun lalu di depan gerbang masuk Jembatan BSO, pun tampak dibiarkan rusak berantakan tak pernah dimanfaatkan. Inilah kawasan BSO salah satu lokasi program hambur duit dari APBD Sulsel untuk hal tak berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H