Pameran karya foto di dunia nyata sudah menjadi event langka. Untuk mencari dan menikmati karya foto kini dapat dengan gampang ditemukan lewat laman dan galeri-galeri dunia maya melalui gawai (gadget) yang kini ada dalam genggaman hampir setiap orang. Eksplorasi karya foto dapat dilakukan dengan cepat hingga untuk menikmati karya-karya fotografer dari berbagai belahan dunia tanpa harus bergeser dari tempat.
 Membanjirnya produk gawai dilengkapi kamera berdaya rekam tinggi serta beragam aplikasi foto video pun kini dapat dengan cepat menuntun seseorang untuk mampu menghasilkan karya foto yang baik. Tingkat ketajaman hasil pemotretan tidak lagi repot untuk dipelajari, lantaran tak ada lagi kendala penggunaan klise film dengan berbagai tingkat kepekaan cahaya sebagai penunjang guna menghasilkan karya potret yang baik seperti dialami fotografer jaman old.
Menggunakan kamera digital, seseorang dapat merekan suatu momen secepatnya dari berbagai sisi untuk menemukan foto yang dinilai mempunyai komposisi yang baik, unik atau spekta. Jepretan yang tak masuk nominasi dapat seketika didelete oleh sang pemotret dengan tidak perlu membuang waktu dan biaya menyeleksi hasil jepretan seperti jaman Cuci-Cetak foto dahulu.
Justeru saya agak tersentak ketika membaca undangan terbuka di medsos dari Goenawan Monoharto untuk menyaksikan pameran karya fotonya di Galeri De La Macca, Jl. Borong Raya 75 A kota Makassar. "Apa yang kau cari, Pak Gun!" Begitu saya membatin membaca topik undangan Pameran Foto tersebut.
Gun, begitu panggilan akrab terhadap lelaki berusia lebih setengah abad, karib saya Goenawan Monoharto. Nama ini sudah cukup akrab sejak lama di kalangan wartawan, fotografer, seniman teater, dan penulis buku di kota Makassar. Pemimpin Penerbit De La Macca yang kini juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Penerbit (IKAPI) Sulawesi Selatan belakangan justeru tampak rajin menulis karya-karya puisi di lapak-lapak dunia maya, setelah sebelumnya berhasil menerbitkan puluhan buku antologi, kumpulan puisi-puisinya.
Hanya saja, DR H Ajiep Padindang,SE,MSi, mantan wartawan, teaterawan dan anggota legislator yang kini dipilih rakyat untuk periode kedua menjadi salah seorang dari 4 orang senator mewakili Provinsi Sulsel di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, menyebut karya-karya puisi Goenawan Monoharto belakangan agak unik. "Mengernyitkan dahi untuk dipahami. Unik itu puisi-puisi Goenawan Monoharto sekarang," katanya dalam suatu kesempatan kongkow dengan seniman di kota Makassar.
Sejak saya mengenal Gun sebagai seorang jurnalis tahun 80-an, dia memang senantiasa terlihat menyandang tustel manual dalam melakukan operasional di lapangan. Kala itu wartawan tulis masih tebal garis pisahnya dengan wartawan foto. Masih langka wartawan tulis memadu keahlian sekaligus sebagai wartawan foto. Di masanya Gun telah jauh hari belajar mengasah diri sebagai wartawan tulis sekaligus wartawan foto. Tak heran kemudian jika sosok Gun pun tampil melakukan pameran-pameran tunggal fotografi, dan karya-karya fotonya banyak dipilih digunakan untuk pembuatan leaflet, brosur, dan kalender di Sulawesi Selatan. Dialah fotografer pertama melakukan pameran karya foto digital di awal Milenium III di kota Makassar.
"Ini pameran foto istimewa live di masa pandemi Covid-19 tahun 2020, setelah terakhir kali saya melakukan pameran karya foto 16 tahun lalu di kota Makassar," jelas Gun, saat saya berkunjung di Galeri De La Macca, Borong Raya, Makassar, kemarin.
 Penjelasan dari pemegang Medal Gold Fotograf itu tidak membuat saya banyak bertanya tentang tema pameran: Terjaga, Mencari Aktor di Titik Fokus. "Pusing rasanya tidak bisa bebas di alam lepas selama masa Pandemi. Pameran ini sekaligus sebagai obat pusing. Dilaksanakan tidak untuk cari duit. Ternyata  banyak juga pengunjung yang bergantian datang setiap hari, dari berbagai kalangan untuk mengapresiasi karya foto, meskipun dalam masa pandemi harus menerapkan protokol kesehatan dalam menikmati karya-karya foto. Itu artinya sekarang tetap banyak orang rindu dengan live event di tengah musim virtual di masa pandemi,'' papar Gun.
Exposisi (Expo) atau pameran foto karya Goenawan Monoharto di Galeri De La Macca dibuka untuk umum sejak 22 Oktober dan akan berlangsung hingga 10 Nopember 2020. Menampilkan lebih dari 50 karya foto. Sesuai temanya yang puitik 'Terjaga', foto-foto dipamerkan merupakan foto-foto lama yang merekam gerak, mimik, ekspresi  para aktor di pentas-pentas seni dan pertunjukan budaya. Tampak hanya ada sebuah kursi santai di tengah ruang Galeri De La Macca, itupun diberi tanda cross merah terang. Sebagai sinyal untuk para pengunjung pameran foto di masa pandemi, hanya boleh berdiri menikmati foto yang ditata di sejumlah panel.
Karya foto yang ditampilkan semuanya masih merupakan produk tustel manual  menggunakan roll atau klise film yang harus terlebih dahulu dicuci klise, kemudian diafdruk di atas kertas foto untuk melihat hasilnya. "Ada seninya tersendiri memotret secara manual menggunakan roll film yang peka cahaya," tutur Gun yang ditangannya juga kini tak lepas menggenggam gawai berkamera digital.
Dari 50-an  karya foto Goenawan Monoharto yang ditampilkan dalam 'Terjaga' lebih dari 30 foto merupakan foto Hitam-Putih (Black White). Mengingatkan sebuah hasil foto Hitam Putih yang diserahkan Gun kepada saya tahun 90-an, momen saat melakukan rekreasi rame-rame di Pulau Samalona, depan Pelabuhan Makassar.
Lama saya membatin kenapa foto dengan latar panorama pulau dan laut yang indah dibuat dalam bentuk Hitam-Putih. Bukankan lebih baik dibuat dalam bentuk foto berwarna. Apalagi Gun saat itu saya ketahui  senang menggunakan roll film ASA 400. Tanya hampir sama meletup di dada ketika bersama mengikuti Ekspo Pariwisata Sulsel diselenggarakan IKSS di ITB Bandung masa Orba. Gun begitu percaya diri menampilkan puluhan foto alam, manusia dan budaya Sulsel dalam bentuk Hitam-Putih. Deg-degan terhenti tatkala melihat banyak pengunjung asyik menikmati yang Hitam-Putih itu.
"Foto Hitam-Putih terutama untuk merekam karakter wajah seseorang itu sulit  dimodif dimanipulasi, seperti hasil karya foto warna yang dapat berganti dalam banyak permainan warna untuk satu obyek foto. Karya Hitam-Putih adalah kejujuran, aplikasi jaman now pun sulit menggoyahkan," tandas Gun. Kemudian menunjuk sebuah foto warna karyanya berjudul 'Manakin'. "Ini salah satu hasil foto yang dapat memanipulasi manakin seperti potret manusia dengan permainan warna dan efek-efeknya. Bahkan dapat mengesankan lebih dari erotic, vulgar!" katanya. Oooiyaaa.... terus memotret, Gun! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H