‘’Berkaitan dengan sejarah, saya juga setuju dengan tetap menggunakan nama Mesjid Raya untuk mesjid raya di Kota Lama. Mesjid itu memang merupakan mesjid raya pertama di ibukota provinsi Sulawesi Tenggara,’’ komentar seorang jamaah mesjid raya Kota Lama Kendari.
[caption caption="Spanduk ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di pagar halaman gereja GepSultra Jemaat Immanuel kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Selain dengan kedua mesjid raya tersebut, juga sejumlah mesjid lain di kota Kendari sejak lama berada dalam lokasi yang berdekatan dengan gereja. Sebut misal, Gereja Paroki dan mesjid At Taqwa Sodohoa. Apabila berkumandang suara azan dari mesjid At Taqwa, maka orang-orang yang berada di sekitar Gereja Paroki yang satu kompleks dengan Rumah Sakit Santa Ana mendengarnya seolah berada di halaman mesjid. Jarak antara mesjid At Taqwa dengan Gereja Katolik Paroki hanya sekitar 300-an meter dibatasi komplek pemukiman warga.
Demikian halnya Mesjid Akbar dan Gereja GepSultra Jemaat Immanuel, amat berdekatan berada satu deret di tepi Jalan P Diponegoro, arah utara Lapangan Benubenua, kota Kendari. Pintu Gerbang masuk mesjid Al Muqarrabun justeru berhadapan langsung dengan pintu gerbang masuk Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Yesus Gembala di Jalan Saranani, kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga, kota Kendari. Dengan lokasi sejajar sekitar 200-an meter di arah utara mesjid Al Muqarrabun juga terdapat Gereja Katolik ST Clemens.
[caption caption="Mesjid Raya di Kota Lama Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
[caption caption="Gerbang baru Mesjid Raya Al Kautsar di Mandonga, kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Terlihat paling damai, Gereja (GPdI) Bukit Zaitun yang dinding baratnya menyatu berhimpit dengan dinding mesjid Da’wah Wanita di Jalan Soekarno, Gunung Potong, kota Kendari. Kondisi bangunan berhimpit antara kedua tempat peribadatan tersebut, menurut tuturan warga sekitarnya, sudah terjadi sejak awal masa kepemimpinan Eddy Sabara (1967 – 1978) sebagai Gubernur provinsi Sultra yang ketiga.
Kumandang suara azan dari menara mesjid Da’wah Wanita Kendari terdengar kencang hingga ke sebagian pesisir Teluk Kendari. Demikian halnya suara ngaji atau dakwah, jemaat gereja di balik biliknya tak pernah merasa terusik. Sebaliknya, ritual ibadah gereja dengan gerak dan kidung-kidung rohaninya pun tidak pernah dinilai mengganggu oleh jamaah mesjid tetangganya sejak puluhan tahun lamanya. Duh, sejuknya toleransi dan pengertian dalam kehidupan antarumat beragama seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H