Â
[caption caption="Inilah gereja Bukit Zaitun yang benar-benar berhimpit dengan mesjid Da'wah Wanita Kendari/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]
Harmonisnya hubungan antarumat beragama khususnya antara umat Islam (muslim) dengan umat Kristen (nasrani) di kota Kendari, salah satunya, dapat dilihat melalui rasa kebersamaan menjaga kenyamanan serta keamanan tempat-tempat peribadatan.
Sejak puluhan tahun lalu, warga muslim maupun warga nasrani di ibukota provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ini tidak pernah menyoal lokasi pembangunan mesjid dan gereja dalam lokasi yang berdekatan. Kedua umat tidak pernah menyoal suara beduk, suara ngaji atau suara azan dalam volume cukup tinggi berkaitan dengan pelaksanaan ibadah dari mesjid. Demikian halnya denting lonceng gereja, kidung atau nyanyian-nyanyian rohani yang mengalun kencang dari gereja.
Lihatlah, mesjid raya di Kota Lama Kendari, berlokasi di atas bukit yang sama dengan Gereja  Protestan di Sulawesi Tenggara (GepSultra) anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jemaat Oikumene, dan Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Sumber Kasih di Jalan Lakidende. Lokasi mesjid raya Kota Lama hanya berjarak sekitar 300-an meter di arah utara lokasi kedua gereja yang juga terbilang berusia tua di kota Kendari tersebut.
[caption caption="Tampak gereja GepSultra Jemaat Ora Et Labora di ujung selatan halaman Mesjid Raya Al Kautzar kota Kendari/Ft Mahaji Noesa"]
Demikian halnya dengan mesjid agung Al Kautsar yang mulai dibangun atas prakarsa pemerintah provinsi Sultra tahun 1976 di atas bukit depan markas Korem 143/Halu Oleo, Jalan Abdullah Silondae, kota Kendari. Hanya berbatas muka Jalan Lawata selebar 6 meter dari arah pagar mesjid di arah selatan, tegak sebuah gereja GepSultra Jemaat Ora Et Labora. Saking berdekatannya lokasi kedua tempat ibadah ini, jamaah yang bercakap-cakap di teras mesjid Al Kautsar dapat didengar dengan jelas oleh jemaat di teras atau halaman gereja Jemaat Ora Et Labora.
[caption caption="Gerbang gereja GPdI Yesus Gembala yang berhadapan langsung dengan gerbang mesjid Al Muqarrabun di Jalan Saranani kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Â
[caption caption="Mesjid Akbar Benuabenua yang berdekatan sejajar dengan gereja GepSultra Jemaat Immanuel di kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Sesuai dengan petunjuk dari pihak Kementerian Agama, Mesjid Agung Al Kautsar di kota Kendari yang berstatus sebagai mesjid provinsi, kini telah diubah namanya menjadi Mesjid Raya Al Kautzar. Aturannya, mesjid raya untuk tingkat kabupaten/kota disebut sebagai Mesjid Agung, sedangkan mesjid raya untuk kecamatan dinamai Mesjid Jami. Namun begitu, para pengurus Mesjid Raya di Kota Lama Kendari yang posisi mesjidnya sudah berstatus sebagai mesjid raya kota Kendari hingga kini belum mau mengubah namanya menjadi Mesjid Agung Kota Kendari. Mereka tetap memampang nama sebagai Mesjid Raya Kota Kendari, sehingga di kota Kendari sekarang terdapat dua mesjid memakai merek sebagai Mesjid Raya.
‘’Berkaitan dengan sejarah, saya juga setuju dengan tetap menggunakan nama Mesjid Raya untuk mesjid raya di Kota Lama. Mesjid itu memang merupakan mesjid raya pertama di ibukota provinsi Sulawesi Tenggara,’’ komentar seorang jamaah mesjid raya Kota Lama Kendari.
[caption caption="Spanduk ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di pagar halaman gereja GepSultra Jemaat Immanuel kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Selain dengan kedua mesjid raya tersebut, juga sejumlah mesjid lain di kota Kendari sejak lama berada dalam lokasi yang berdekatan dengan gereja. Sebut misal, Gereja Paroki dan mesjid At Taqwa Sodohoa. Apabila berkumandang suara azan dari mesjid At Taqwa, maka orang-orang yang berada di sekitar Gereja Paroki yang satu kompleks dengan Rumah Sakit Santa Ana mendengarnya seolah berada di halaman mesjid. Jarak antara mesjid At Taqwa dengan Gereja Katolik Paroki hanya sekitar 300-an meter dibatasi komplek pemukiman warga.
Demikian halnya Mesjid Akbar dan Gereja GepSultra Jemaat Immanuel, amat berdekatan berada satu deret di tepi Jalan P Diponegoro, arah utara Lapangan Benubenua, kota Kendari. Pintu Gerbang masuk mesjid Al Muqarrabun justeru berhadapan langsung dengan pintu gerbang masuk Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Yesus Gembala di Jalan Saranani, kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga, kota Kendari. Dengan lokasi sejajar sekitar 200-an meter di arah utara mesjid Al Muqarrabun juga terdapat Gereja Katolik ST Clemens.
[caption caption="Mesjid Raya di Kota Lama Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
[caption caption="Gerbang baru Mesjid Raya Al Kautsar di Mandonga, kota Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]
Terlihat paling damai, Gereja (GPdI) Bukit Zaitun yang dinding baratnya menyatu berhimpit dengan dinding mesjid Da’wah Wanita di Jalan Soekarno, Gunung Potong, kota Kendari. Kondisi bangunan berhimpit antara kedua tempat peribadatan tersebut, menurut tuturan warga sekitarnya, sudah terjadi sejak awal masa kepemimpinan Eddy Sabara (1967 – 1978) sebagai Gubernur provinsi Sultra yang ketiga.
Kumandang suara azan dari menara mesjid Da’wah Wanita Kendari terdengar kencang hingga ke sebagian pesisir Teluk Kendari. Demikian halnya suara ngaji atau dakwah, jemaat gereja di balik biliknya tak pernah merasa terusik. Sebaliknya, ritual ibadah gereja dengan gerak dan kidung-kidung rohaninya pun tidak pernah dinilai mengganggu oleh jamaah mesjid tetangganya sejak puluhan tahun lamanya. Duh, sejuknya toleransi dan pengertian dalam kehidupan antarumat beragama seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H