Tindakan Camat Tallo, Sdm, ditemani dua anggota Satpol PP Kota Makassar menggebuk Alex Mangga, Kepala Bidang Perijinan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar hingga cedera, Senin siang (21 Maret 2011), kini menjadi pembicaraan hangat di kalangan warga kota.
[caption id="attachment_96995" align="aligncenter" width="600" caption="Kantor Balai Kota Makassar di Jl.A.Yani/Ft:Mahaji Noesa"][/caption]
Selain munculnya banyak komentar agar Pemkot Makassar segera mencopot Sang Camat yang ringan tangan tersebut. Juga pembicaraan warga melebar, menyorot berkaitan dengan latar tindakan sebagaimana disebut-sebut dalam pemberitaan media massa di Kota Makassar, lantaran Sang Camat kesal dengan ditutupnya sebuah usaha Kafe milik rekannya.
Kafe dimaksud baru saja diresmikan awal Maret 2011 terletak di Jl. Arif Rate. Pemkot Makassar menutup usaha franchise dari Surabaya ini, lantaran belum melengkapi ijin operasinya. Selain tak memiliki halaman parkir kendaraan, juga bangunannya menjulur menutup drainase kota.
[caption id="attachment_96997" align="alignright" width="300" caption="Reklamasi pantai yang disoroti tanpa Amdal di sebelah barat Benteng Ujungpandang/Ft: Mahaji Noesa"]
'Sebagai pejabat, tindakan camat memukul aparat Pemkot hingga cedera tak bisa dibenarkan. Tapi tindakan spontan menutup Kafe yang belum dilengkapi perijinan di wilayah Kecamatan Ujunpandang itu juga perlu dipertanyakan, mengingat banyak kegiatan pembangunan fisik yang lebih besar di kota ini sekarang juga belum memiliki kelengkapan perijinan tetapi tetap bisa berjalan,'' komentar seorang pengunjung Warkop di Jl.Lagaligo, setelah membaca suratkabar yang memberitakan usulan mencopot Camat Tallo tersebut.
Dalam dialog yang dilakukan dengan tiga rekan lainnya, disebut-sebut Pembangunan Hotel Bugis Ocean di Jl. Penghibur, Pembangunan Gedung-gedung besar berlantai 6 milik Universitas Indonesia Timur di Jl. Abd. Kadir, dan pembangunan Plaza Tamalanrea di Jl. Perintis Kemerdekaan semuanya tetap bisa berjalan tanpa didahului dengan perijinan yang lengkap. Termasuk sebelumnya tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Sorotan terhadap ketiga proyek pembangunan yang dilaksanakan tak memiliki dokumen Amdal tersebut, memang pernah dilontarkan langsung oleh Kepala Bidang Amdal Kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Makassar, Surono kepada wartawan.
Seharusnya, katanya, sesuai dengan Undang-undang No.32 tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup serta PP No.27 Tahun 1999 tentang Amdal, sebelum melakukan kegiatan pembangunan di areal seluas lebih 1 hektar (10.000 meter bujursangkar) harus didahului dengan adanya ijin Amdal. Sedangan pembangunan gedung di areal kurang dari 1 hektar harus dilengkapi perangkat Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL). Pelanggaran aturan tersebut dapat dipidana hingga 3 tahun penjara atau denda Rp 3 miliar. Namun, sorotan itu kemudian mereda dengan dalih, ketiga kegiatan pembangunan tak perlu memiliki Amdal, lantaran areal pembangunannya tidak lebih dari 5 hektar. Pekerjaan pun berlanjut. Bahkan Hotel Bugis Ocean sudah beroperasi.
[caption id="attachment_96999" align="alignleft" width="300" caption="Penimbunan pantai di lokasi pembangunan CPI di Kota Makassar/Ft:Mahaji Noesa"]
Demikian halnya dengan reklamasi lahan pantai di sebelah barat Benteng Ujungpandang yang dilakukan oleh Pemkot Makassar. Sudah sejak beberapa waktu lalu disoroti karena dilakukan tanpa Amdal, justru oleh pihak Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Juga kegiatan itu disebut-sebut merusak situs. Tapi toh tetap ngotot untuk diteruskan.