Mohon tunggu...
Olahraga Artikel Utama

Perlunya Melacak Potensi Keterlibatan Korupsi pada Atlet

18 September 2016   04:11 Diperbarui: 19 September 2016   11:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OBOR SPORTIFITAS. Api yang menjilat-jilat di kalderon PON XIX, tak sekadar melambangkan semangat. Namun, juga melambangkan sikap sportifitas yang wajib dijaga dan ditegakkan para kontingen peserta. Ironisnya sikap sportifitas itu hanyalah kata seremonial saat pembukaan. Perebutan medali pun halal dilakukan dengan segala cara. Jual beli medali tak lagi malu dilakukan, meski perilaku itu melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupi lantaran merugikan keuangan APBD yang diterima atlet sebagai dana pembinaan bulanan. | sumber gambar: elshinta.com/

Tak dipungkiri Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) H. Agus Rahardjo, selesainya penyelenggaraan PON di daerah selalu berbuntut terjeratnya petinggi daerah sebagai terduga koruptor, terkait penyelenggaraan PON di daerahnya. Atau terjeratnya beberapa pengurus KONI Daerah terkait penggunaan APBD dalam menyelenggarakan Puslatda PON. Sebuah peristiwa ironis, tapi selalu saja terulang dan terulang.

"Sudah banyak pejabat daerah dan pengurus KONI Daerah yangb erurusan dengan KPK terkait kesalahan penggunaan APBD untuk PON. Kondisi itu memang tak adil, karena pengguna dan penerima dana APBD tidak hanya panpel PBPON dan pengurus KONI Daerah, tapi juga atlet. Namun sampai saat ini tak ada seorang atlet penerima APBD yang dapat dijerat UU Tipikor. Kondisi itu harus diubah. Penerima APBD dan melakukan pelanggaran hukum harus bertanggungjawab,” katanya dengan tersenyum.

Atlet penerima APBD yang tampil dalam PON atau kejuaraan multi-event lain, sesungguhnya berpotensi untuk melakukan pelanggaran hukum beraroma korupsi. Melakukan jual beli medali, misalnya. Demikian pula mogok bertanding dan undur diri saat hari H. Namun, pelanggaran hukum yang dilakukan para atlet amatir tersebut tak pernah ditangani secara hukum, sehingga perilaku mereka dianggap biasa dan diulang-ulang. Padahal sikap yang mereka lakukan merugikan keuangan negara atau daerah. Karena itu, kondisi tersebut harus diluruskan sesuai pada tempatnya. Siapa pun yang merugikan keuangan negara atau daerah, dengan cara apa pun wajib mempertanggungjawabkan secara hukum.

Sikap tegas terhadap perilaku merugikan keuangan negara atau daerah terkait penyelenggaraan PON atau kejuaraan olahraga lainnya itu, menurut sumber di KPK, sudah menjadi rahasia umum. Salah satunya kebijakan KPK untuk melakukan supervisi pada kejaksaan dan kepolisian daerah, dalam pengungkapan dugaan korupsi oleh atlet yang bertanding dalam PON XIX.

Proses supervisi itu sudah dilakukan dengan melakukan Pulbaket terhadap data prestasi atlet yang tampil dalam PON Jabar. Pulbaket sudah dilakukan sejak awal 2014 hingga Agustus 2016. Data itu akan digunakan saat melakukan proses hukum atas dugaan korupsi atlet dengan jual beli medali. Sementara yang mogok bertanding dan undur diri sebelum bertanding, langsung diperiksa berdasar MoU antara atlet dan KONI Daerah, data atlet yang masuk Puslatda daerah dan sebagai penerima APBD.

Dengan mengantongi data prestasi atlet dari nomor terukur dantak terukur yang tampil dalam PON XIX, menurut mantan Wakil Ketua KPK BambangWidjojanto (BW), lembaga hukum secara teknik memiliki peluang besar mengungkap terjadinya korupsi, yang melibatkan atlet dan pihak ketiga. Proses pembuktian terjadinya korupsi oleh atlet dalam PON XIX sebagai terduga jual beli medali, cukup dengan menganalisa catatan prestasi yang dibukukan atlet sepanjang mengikuti Pra-PON. Demikian pula prestasi atlet peraih emas yang dihadapi. Saat ada kecurigaan terhadap data kekalahan dan kemenangan masing-masing, maka proses hukum dapat dijalankan.

“Untuk mengungkap terjadinya jual beli medali dalam PON atau kejuaraan lainnya, memang sangat sulit. Sebab lembaga hukum saat ini selalu mengedepankan bukti fisik. Namun untuk mengungkap jual beli medali PON, punya cara yang cukup banyak dan cerdas. Menggunakan data prestasi, psikologis atlet terhadap bonus medali dari daerah asal dan daerah lawan. Dengan penyelidikan secara psikologis, maka bukti pelanggaran hukum akan didapat dan memiliki keabsahan secara hukum,” ujarnya.

Sementara pelanggaran hukum yang dilakukan atlet dengan melakukan mogok tanding dan undur diri pada hari H, menurut BW, jerat hukumnya akan lebih gampang. Dengan mogok tanding dan undur diri tersebut, maka secara hukum telah terjadi pelanggaran hukum merugikan keuangan daerah dilakukan oleh atlet bersangkutan. Perilaku tersebut dapat langsung diproses dengan menggunakan UU Korupsi yang ada di Indonesia, Pasal-pasal pelanggaran hukumdalam KUHP, dan KUHPerdata.

Karena itu, BW berharap hendaknya para atlet yang tampil dalam PON XIX bersikap cerdas. Tidak mengikuti emosi dan hanyut oleh provokasi yang dilakukan keluarga atau teman, terkait dengan kebijakan KONI Daerah yang dinilainya tidak adil. Sebab sepanjang KONI Daerah tidak melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya untuk mengalirkan dana pembinaan bulanan dan bonus medali dari anggaran APBD, maka posisi hukum KONI Daerah tak bisa digugat.

Demikian pula kebijakan KONI Daerah terhadap masing-masing atlet, yang tidak diatur dalam MoU secara tersurat maupun tersirat. KONI Daerah berbaik hati terhadap personal atlet itu merupakan kebijakan sistem pembinaan, sehingga atlet lainnya tidak bisa menggugat lantaran tidak mengalami kondisi sama. @berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun