Setiap negara memiliki beberapa dasar dalam rangka pembentukannya, hal tersebut
berdasarkan dari sumber kekuasaan dan beberapa teori kedaulatan yang membangun sebuah negaranya. Sebab menurut Soehino (149 : 1998) bahwa negara dalam sudut hukum tata negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan organisasi itu merupakan tata kerja daripada alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu. Hal tersebut mengacu pada pendapat yang dikemukakan
oleh Kranenburg dan Logemann.
Dimana sebuah negara dapat dilihat negara tersebut memiliki dasar yang berasal dari
sumber kekuasaannya hal tersebut dimana sumber kekuasaan dapat berupa teori kedaulatan ketuhanan dan teori kedaulatan hukum, dimana bilamana negara tersebut berdasarkan ketuhanan maka teori yang dibangun adalah teori kedaulatan ketuhanan yang mempengaruhi sistem negaranya yang lain. Negara yang berdasarkan hukum maka negara tersebut memegang teguh teori kedaulatan hukum yang memiliki arti bahwa pimpinan tertinggi dari sebuah negara adalah
hukum tersebut.
Negara hukum memiliki berbagai pandangan menurut Krabbe adalah sumber negara
hukum yaitu rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat itu tersendiri yang dipengaruhi oleh aliran historis. Namun pendapat tersebut di sanggah oleh Struycken dimana hukum tidak boleh memiliki pasang surut dimana hukum berubah-ubah setiap kali, mengikuti perkembangan jamannya.
Bahwa negara Indonesia ini memiliki dasar sebagai negara hukum yang memiliki arti
bahwa sumber kekuasaan tertinggi yaitu adalah hukum itu tersendiri berdasarkan hukum pula menjelaskan pimpinan tertinggi dilaksanakan oleh presiden dan wakil presiden berdasarkan hukum yang berlaku (aturan amandemen terdahulu menjelaskan bahwa presiden dan/ atau wakil presiden merupakan penerima mandat melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat). Bahwa negara
ini merupakan negara hukum yang dibangun melalui hukum pula sebagai sumbernya namun dalam sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memiliki tatanan sistemp erundang-undangan yang berlaku yaitu :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang
4. Peraturan pemerintah penggantin Undang-Undang
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah.
Namun sistem hukum di sebuah negara bahkan negara Indonesia memiliki batasan
pembentukan hukumnya bahkan batasan tersebut di pengaruhi oleh faktor politik atau bahkan politik yang dipengaruhi oleh hukum. Delimitisasi hukum dan politik di sebuah negara di pengaruhi oleh beberapa faktor.
Sistem Tata Negara Sebuah Negara
Delimitisasi hukum dan politik dapat dipengaruhi oleh sistem tata negara sebuah negara dimana sistematikan sebuah negara dapat mempengaruhi batasan hukum dan politik. Beberapa pendapat oleh Struycken menyimpulkan bahwa hukum dapat berubah-ubah dalam perkembangan waktu bahkan dapat menciptakan sistem anarki bilamana sebuah negara tersebut memiliki sistem tata negara di dalam sistem tata pemerintahannya yaitu monarki konstitusional yaitu bahwa hukum dapat dipengaruhi oleh politik, maka hukum yang dihasilkan hanya menguntungkan pihak kerajaan.
Hal tersebut mengacu pula sistem pemerintahan dimana perbedaan bentuk tata negaranya bilamana negara tersebut sistem pemerintahannya berbentuk parlementer maka pemimpin negara hanya bersifat pembuka acara namun kepala pemerintahan bertanggung jawab penuh kepada legislatif, dimana perdana menteri dipilih melalui majelis rendah dengan menggunakan metode
suara terbesar bilamana dia masih dipercaya oleh dewan legislatif. Dinegara parlementer pula mengenal mosi tidak percaya, dimana legislatif dapat menurunkan atau memberhentikan pimpinan eksekutif, dan dalam sistem parlementer murni biasanya terbentuk adanya legislatif sesuai dengan pemilihan menjadi eksekutif dan oposisi dimana legislatif yang belum bisa memasuki pemerintahan atau eksekutif. Sehingga delimitisasi hukum yang berlaku di sebuah negara tersebut terpotong oleh kepentingan orang-orang yang ada di dalamnya, dapat dikatan bahwa negara yang berbasis parlementer memiliki delimitisasi hukum dan politik yang stabil danb agus karena adanya perdebatan di legislatif yang sangat kencang secara horizontal.
Sistem pemerintahan presidensial dimana sistem ini menjelaskan bahwa presiden
merupakan kekuasaan tinggi yang bersifat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, sifat  dari presidensialisme mempengaruhi delimitisasi hukum dan politik yang begitu kuat karena dewan atau legislatif tidak mengenal adanya penurunan secara paksa atau lebih dikenal dengan mosi tidak percaya, dinegara presidensial hanya mengenal permakzulan yang memiliki proses yang panjang. Karena sifatnya yang begitu kuat maka prsidensialisme cenderung memunculkan sistem otoriter yang begitu kuat karena di sistem ini pula seorang presiden dapat membuat hukum atau kebijakan tersendiri. Maka kencederungan sistem presidensialisme dimana delimitisasi hukum dan poltiknya tidak begitu berimbang atau bagus karena penggambaran negara presidensialisme yaitu presiden merupakan manusia setengah dewa.
Sistem tatanegara yang selanjunya mempengaruhi delimitisasi hukum dan politik dari sebuah negara yaitu bentuk dari sebuah dewan, majelis atau yang bersifat legislatif (yang membuat undang-undang). Di dalam negara hukum modern mengenalkan bahwa legislatif yang duduk merupakan perwakilan dari setiap partai politik yang ada, dimana partai politik memiliki ideologi yang berbeda-beda tergantung dari sejarah penciptaannya sehingga delimitisasi hukum dan politik ini terpengaruh atas dewan legislatif yang berasal dari partai politik yang memiliki sebuah ideologi tertentu. Dan catatan pula sejak perkembangan poltik negara modern
menjelaskan bahwa partai politik yang sudah memenangkan suara di parlemennya maka partai politik tersebut menginginkan partai politik tersebut duduk selamanya.
Trias politika dalam sistem tata negara yang tidak murni, dimana sebuah teori trias politika yang mensejajarkan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif (atau eksekutif, legislatif, dan federatif) namun negara manapun hanya menuliskan bahwa tugas dan wewenang lembaga yudikatif tidak dibawah presiden dan legislatif, namun pada kenyataanya bahwa lembaga yudikatif selalu metode pemilihannya melalui presiden dan lembaga legislatif yang sara sekali akan politik. Bahwa negara amerika yang memiliki hukum dan politik yang modern pula memiliki anomali yang tinggi yaitu American eccort (pemilihan hakim agung) di pengaruhi oleh presiden yang terpilih. Namun beberapa literatur para sarjana belum dijelaskan pula dimana trias politika yang murni itu seperti apa.
Manifesto Politik Setiap Negara
Delimitisasi hukum dan poltik di pengaruhi oleh manifesto politik yang ada, dengan
penjelasan sistem tatanegara yang sudah di jelaskan dimana presiden dan/ atau wakil presiden dan lembaga legislatif berasal dari perwakilan partai poltik yang ada dimana partai politik yang ada memiliki manifesto politik yang akan diwujudkan atau dilaksanakan bilamana mewakilkan
anggota partai politiknya yang memasuki lembaga eksekutif dan lembaga legislatif , dimana manifesto politik ini mempengaruhi pembentukan atau reformasi hukum. Lalu setiap pemimpin pula yang mewakili lembaga legislatif dan lembaga eksekutif tersebut memiliki latar belakang dan bidang terkait yang berbeda sehingga mempengaruhi manifesto politik yang ada, sehingga dalam sosiologi hukum menjelaskan bahwa pembentukan hukum berdasarkan subyek-subyek hukum yang ada, lalu subyek hukum tersebut terpengaruh oleh manifesto politik yang ada.
Namun ironi di setiap negara adalah pembentukan manifesto politik ini pula terpengaruh oleh hukum, dengan semisal manifesto politik pemimpin negara membangun sebuah negara harus berdasarkan kerangka atau paradigma hukum yang berlaku. Misal presiden membuat portofolio yang berupa visi dan misi dalam rangka pencalonan dan pasca pencalonan (bilamana terpilih) maka portofolio tersebut harus berdasarkan ketetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku bilamana tersebut keluar dari hukum maka menyebabkan pertentangan di dalam negara bahkan hingga bisa memunculkan perpecahan. Dengan kata lain manifesto politik berpengaruh pula pada delimitisasi hukum dan politik, dimana faktor-faktor yang dapat dijelaskan oleh penulis.
Batasan Hukum dan politik
Dimana hukum dan politik memiliki ironi yang tinggi dimana batasannya sangat tidak
terlihat atau tidak dapat dibedakan, maka delimitisasi atau batasan hukum dan politik
memunculkan beberapa determinan yang mungkin mau atau tidak mau bahwa warga setiap negara harus meyakini hal tersebut. Determinan yang pertama, hukum determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada sistem peraturan perundang-undangan. Misal dalam pemilihan umum di Indonesia maka setiap pasangan calon yang mewakili setiap partai yang maju dalam kontestasi dalam lembaga eksekutif atau lembaga legislatif harus patuh dan tunduk dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilihan umum.
Determinasi yang kedua, politik determinan kepada hukum karena hukum merupakan
hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi bahkan saling
bersaingan. Dimana penulis telah menjelaskan sistem tatanegara diatas bahwa patut disadari
hukum timbul dari lembaga-lembaga yang diberi kewenangan dalam membentuk hukum. Misal sebuah negara membentuk hukum atau membuat hukum baru berasal dari parlemen atau eksekutif dimana eksekutif dan parlemen merupakan berasal dari kesepakatan politik pula, dan terlebih lagi bahwa hukum yang muncul juga merupakan kesepakatan dari politik tersebut pula di dalam sebuah lembaga (walaupun berbeda ideologi partai politik atau manifesto politik).
Determinasi yang ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada
pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain. Karena meskipun hukum merupakan kesepakatan politik tetapi semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Namun determinasi yang ketiga memiliki perbebatan oleh para ahli hukum
idealis yang memandang hukum dari sudut "das sollen" (keharusan) yang mengatakan bahwa hukum harus menjadi pedoman dan penentu arah dalam segala kegiatan politik, hukum harus dapat merekayasa perkembangan politik dalam masyarakat dan negara. Namun beberapa ahli hukum di abad modern memandang "das sein" (pendekatan empirik/ kenyataan) , maka produk hukum selalu dipengaruhi oleh politik mulai dari pembuatannya sampai pada tatanan
pelaksanaan dilapangan.
Sebuah Negara Hukum Modern
Ahli hukum di abad ini memandang sistematika hukum dinegara modern yang dapat memberikan kemanfaatnya, kepastian dan keadilan hukum. Dimana hukum belum tentu dapat memunculkan keadilan namun harus memunculkan kepastian, bilamana hukum tidak dapat memberikan kepastian maka harus memberikan kemanfaatan. Di negara hukum modern pula dalam metode penemuan hukumnya "rechtvinding" sudah mulai beralih dimana hakim lebih baik
melepaskan seorang yang salah ketimbang menghukum orang yang tidak bersalah.
Namun di negara hukum pada abad ini harus membentuk sifat hukum yang madani dimana kembali lagi dalam sistematika hukum yang berdasarkan pada asas-asas hukum yang
berlaku. Dalam delimitisasi hukum dan politik dimana hukum dan politik yang tidak dapat
dipisahkan walaupun hukum dapat terlahir dari politik maka hukum yang terbentuk harus
menyangkut dalam beberapa asas hukum yang berlaku bilamana tidak dapat mencakup
semuanya namun harus bisa mencakup beberapa asas yang berlaku. Katakanlah hukum sebagai kerangka manusia sedangkan politik sebagai daging yang ada di sekitar kerangka manusia tersebut.
Sifat negara hukum ialah dimana alat perlengkapannya hanya dapat bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapannya yang dikuasakan untuk mengadakan aturan itu atau singkatnya disebut "rule of law" ciri-ciri negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas.
c. Legalitas yang nyata.
Sehingga delimitisasi hukum dan politik di negara hukum modern menjelaskan bahwa
hukum dan politik harus berjalan beriringan sehingga dapat memunculkan kestabilan sebuah negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H