Trias politika dalam sistem tata negara yang tidak murni, dimana sebuah teori trias politika yang mensejajarkan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif (atau eksekutif, legislatif, dan federatif) namun negara manapun hanya menuliskan bahwa tugas dan wewenang lembaga yudikatif tidak dibawah presiden dan legislatif, namun pada kenyataanya bahwa lembaga yudikatif selalu metode pemilihannya melalui presiden dan lembaga legislatif yang sara sekali akan politik. Bahwa negara amerika yang memiliki hukum dan politik yang modern pula memiliki anomali yang tinggi yaitu American eccort (pemilihan hakim agung) di pengaruhi oleh presiden yang terpilih. Namun beberapa literatur para sarjana belum dijelaskan pula dimana trias politika yang murni itu seperti apa.
Manifesto Politik Setiap Negara
Delimitisasi hukum dan poltik di pengaruhi oleh manifesto politik yang ada, dengan
penjelasan sistem tatanegara yang sudah di jelaskan dimana presiden dan/ atau wakil presiden dan lembaga legislatif berasal dari perwakilan partai poltik yang ada dimana partai politik yang ada memiliki manifesto politik yang akan diwujudkan atau dilaksanakan bilamana mewakilkan
anggota partai politiknya yang memasuki lembaga eksekutif dan lembaga legislatif , dimana manifesto politik ini mempengaruhi pembentukan atau reformasi hukum. Lalu setiap pemimpin pula yang mewakili lembaga legislatif dan lembaga eksekutif tersebut memiliki latar belakang dan bidang terkait yang berbeda sehingga mempengaruhi manifesto politik yang ada, sehingga dalam sosiologi hukum menjelaskan bahwa pembentukan hukum berdasarkan subyek-subyek hukum yang ada, lalu subyek hukum tersebut terpengaruh oleh manifesto politik yang ada.
Namun ironi di setiap negara adalah pembentukan manifesto politik ini pula terpengaruh oleh hukum, dengan semisal manifesto politik pemimpin negara membangun sebuah negara harus berdasarkan kerangka atau paradigma hukum yang berlaku. Misal presiden membuat portofolio yang berupa visi dan misi dalam rangka pencalonan dan pasca pencalonan (bilamana terpilih) maka portofolio tersebut harus berdasarkan ketetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku bilamana tersebut keluar dari hukum maka menyebabkan pertentangan di dalam negara bahkan hingga bisa memunculkan perpecahan. Dengan kata lain manifesto politik berpengaruh pula pada delimitisasi hukum dan politik, dimana faktor-faktor yang dapat dijelaskan oleh penulis.
Batasan Hukum dan politik
Dimana hukum dan politik memiliki ironi yang tinggi dimana batasannya sangat tidak
terlihat atau tidak dapat dibedakan, maka delimitisasi atau batasan hukum dan politik
memunculkan beberapa determinan yang mungkin mau atau tidak mau bahwa warga setiap negara harus meyakini hal tersebut. Determinan yang pertama, hukum determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada sistem peraturan perundang-undangan. Misal dalam pemilihan umum di Indonesia maka setiap pasangan calon yang mewakili setiap partai yang maju dalam kontestasi dalam lembaga eksekutif atau lembaga legislatif harus patuh dan tunduk dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilihan umum.
Determinasi yang kedua, politik determinan kepada hukum karena hukum merupakan
hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi bahkan saling
bersaingan. Dimana penulis telah menjelaskan sistem tatanegara diatas bahwa patut disadari
hukum timbul dari lembaga-lembaga yang diberi kewenangan dalam membentuk hukum. Misal sebuah negara membentuk hukum atau membuat hukum baru berasal dari parlemen atau eksekutif dimana eksekutif dan parlemen merupakan berasal dari kesepakatan politik pula, dan terlebih lagi bahwa hukum yang muncul juga merupakan kesepakatan dari politik tersebut pula di dalam sebuah lembaga (walaupun berbeda ideologi partai politik atau manifesto politik).
Determinasi yang ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada
pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain. Karena meskipun hukum merupakan kesepakatan politik tetapi semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Namun determinasi yang ketiga memiliki perbebatan oleh para ahli hukum
idealis yang memandang hukum dari sudut "das sollen" (keharusan) yang mengatakan bahwa hukum harus menjadi pedoman dan penentu arah dalam segala kegiatan politik, hukum harus dapat merekayasa perkembangan politik dalam masyarakat dan negara. Namun beberapa ahli hukum di abad modern memandang "das sein" (pendekatan empirik/ kenyataan) , maka produk hukum selalu dipengaruhi oleh politik mulai dari pembuatannya sampai pada tatanan
pelaksanaan dilapangan.
Sebuah Negara Hukum Modern
Ahli hukum di abad ini memandang sistematika hukum dinegara modern yang dapat memberikan kemanfaatnya, kepastian dan keadilan hukum. Dimana hukum belum tentu dapat memunculkan keadilan namun harus memunculkan kepastian, bilamana hukum tidak dapat memberikan kepastian maka harus memberikan kemanfaatan. Di negara hukum modern pula dalam metode penemuan hukumnya "rechtvinding" sudah mulai beralih dimana hakim lebih baik
melepaskan seorang yang salah ketimbang menghukum orang yang tidak bersalah.
Namun di negara hukum pada abad ini harus membentuk sifat hukum yang madani dimana kembali lagi dalam sistematika hukum yang berdasarkan pada asas-asas hukum yang
berlaku. Dalam delimitisasi hukum dan politik dimana hukum dan politik yang tidak dapat
dipisahkan walaupun hukum dapat terlahir dari politik maka hukum yang terbentuk harus
menyangkut dalam beberapa asas hukum yang berlaku bilamana tidak dapat mencakup
semuanya namun harus bisa mencakup beberapa asas yang berlaku. Katakanlah hukum sebagai kerangka manusia sedangkan politik sebagai daging yang ada di sekitar kerangka manusia tersebut.