Mohon tunggu...
Magel Haens Sianipar
Magel Haens Sianipar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mahasiswa

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sisi Jembatan Antara Teologi dan Tradisi Lutheran: Memahami Keseimbangan Antara Keyakinan Sejarah dan Tantangan Zaman Kontemporer

22 April 2024   22:37 Diperbarui: 22 April 2024   22:49 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

            Gereja tidak terlepas dari teologi dan taradisi yang mengitarinya. Teologi di terjemahkan secara sederhana yaitu pengalaman manusia dengan Allah. Meskipun pada masa kini banyak yang mencoba untuk menjelaskan defenisi teologi secara etimologi dan ontologis, namun secara umum teologi terkait dengan perjumpaan manusia dan Allah yang pasti dibingkai dalam iman. 

Dalam perjalanan gereja dikemudian hari, timbul yang namanya tradisi teologi. Tradisi teologi ini merupakan corak pemikiran teologi yang di wariskan dalam kurun waktu yang lama dalam sebuah komunitas. Hal ini tidak berkembang sendirian namun dikembangkan oleh banyak pemikiran dan dalam rentang waktu yang tidak sedikit. 

Tradisi teologi memainkan peran yang penting dalam pembentukan corak pemikiran teologis yang di wariskan kepada generasi selanjutnya. Cakupan dari tradisi teologi ini ada banyak seperti hal yang terkait dengan penafsiran Alkitab, ajaran, metode teologis,dll. Meskipun tradisi teologi berkembang dan diwariskan secara turun-temurun, namun ia tidak terlepas dari sumbernya yang adalah teologi itu sendiri dengan dasarnya adalah Alkitab. Dua hal ini mewarnai perkembangan gereja dan Kekristenan dalam kurun waktu 2000 tahun lamanya.

            Apakah hal ini adalah hal yang baru? Sesungguhnya tidak. Sejarah Yudaisme menunjukkan bahwa jauh sebelum Kekristenan ada, sudah ada beragam kelompok yang tumbuh dalam komunitas Yahudi, dengan pengembangan teologi kelompoknya dan juga tradisi kelompok tersebut yang di tutunkan kepada generasi selanjutnya dalam komunitas tersebut. Sebagai contoh, antara abad 2 SM-1 M, ada kelompok Qumran (Esseni), Farisi, Saduki, Zelotes, dll. Kelompok ini mengembangkan teologi dari Alkitab Ibrani (Hebrew Bible) dan juga tradisi yang berasal dari guru atau pemimpin kelompok tersebut.

            Lalu hal ini kemudian oleh gereja (ekklesia) dikembangkan sehingga corak teologi dari pengembangan teologi Kristen pada masa gereja mula-mula menjadi warisan yang di teruskan kepada orang Kristen di segala zaman. Salah satu contohnya adalah Sakramen (Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus). 

Sejarah gereja mula-mula dalam Kisah Para Rasul mencatat bahwa ketika orang-orang Kristen berkumpul mereka beribadah dan kemudian melakukan Perjamuan Kudus. Demikian juga ketika ada yang hendak menjadi orang Kristen maka setelah ia di didik dengan Firman Tuhan dan pengajaran para rasul, maka ia kemudian di Baptis. Oleh gereja yang berkembang di kemudian  hari, hal ini di masukkan ke dalam liturgi gereja sehingga Sakramen yang 2 ini masuk dalam rangkaian peribadahan.

            Sampai nantinya di abad Pertengahan (dimulai dari abad 4 M) terjadi perkembangan signifikan terhadapa perkembangan Kekristenan dan gereja, maka dimulailah secara  massif pengembangan teologi dan tradisi gereja. Namun sepertinya dalam perjalanan sejarah gereja, terjadi pembakuan tradisi teologi oleh gereja dan ini sepertinya di dorong oleh alasan politis untuk menyatukan peribadahan di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. 

Memang diakui bahwa pada masa itu gereja dan negara menyatu. Sehingga kontrol Kaisar Konstantinus dan kaisar berikutnya terhadap gereja sangat kuat. Belum lagi pada masa itu, hal-hal yang di sampaikan oleh para Paus dan Uskup seperti menjadi sebuah ketentuan baku sehingga harus di jalankan. Ajaran gereja (Katolik) tentang otoritas Paus membuat banyak tradisi gereja menjadi seolah sejajar dengan sumber teologi itu sendiri yaitu Alkitab. Seolah tradisi itu datang dari surga dan dianggap sebagai pengejawantahan Alkitab.

            Hal ini dikemudian mendapatkan penentangan oleh Martin Luther sang Proklamator Protestantisme. Luther mengingatkan gereja Katolik pada waktu itu untuk tidak kaku dengan tradisi teologi gereja (tradisi gereja). Gereja harus kembali ke dasar yang utama yaitu Alkitab sebab Alkitab adalah dasar teologi Kekristenan. 

Seruan Sola Skriptura  mengubah pandangan para pengikut Luther untuk setia kepada Firman Allah yang dituangkan dalam Alkitab dan teologi yang di bangun dari Alkitab. Tradisi Teologi dapat di kembangkan, di perbaiki bahkan di modifikasi sesuai dengan perkembangan umat dan juga zaman, namun dalam kadar yang tepat.

            Belakangan kitik Luther kepada Paus dan gereja Katolik pada abad ke-16 M menimbulkan perpecahan dalam tubuh Katolik. Semula Luther hanya hendak mereformasi gereja Katolik agar mau membaharui diri kembali ke yang seharusnya. Perkataan Luther  "ekklesia reformata semper reformanda" dikemudian hari ternyata menjadi semangat yang kuat bagi para pengikutnya untuk menata ulang gereja sesuai dengan tuntunan Kristus sang kepala gereja. Para pengikut Luther dikemudian hari menamakan dirinya menjadi Lutheran, dengan menggunakan nama Luther sebagai pemimpinnya. 

Luther sendiri menolak digunakannya namanya untuk menjadi sebuah kelompok yang mereformasi gereja, namun pengikutnya bersikeras menggunakan nama ini. Belakangan meluasnya semangat Luther dan para pengikutnya untuk membaharui gereja, menyebarkan api reformasi ke berbagai wilayah di Eropa. Muncullaah tokoh reformasi lain dengan pengembangan teologi, untuk mengembalikan ajaran gereja atau teologi sesuai dengan Alkitab.

            Luther dikemudian hari merumuskan ajarannya dan akhirnya di kenal dengan teologi Luther. Adapun teologi Luther seperti ajaran tentang Sola, 95 Dalil, 2 Kerajaan, Teologia Crusis, Katekhismus Kecil dan Besar, Sakramen, Baptisan, dll. Para pengikut Luther yang menyebut dirinya dengan Lutheran, kemudian merumuskan teologi yang dikembangkan dari teologi Luther. 

Dikemudian hari hal ini disebut dengan teologi Lutheran. Teologi Lutheran salah satunya adalah konfessi Augsburg. Itu sebabnya nanti gereja-gereja yang menyebut dirinya Lutheran, mereka menggunakan Konfessi Augsburg sebagai ajaran disamping teologi Luther yang diajarkan.

            Tidak hanya berhenti disana, teologi Lutheran berkembang dalam beragam konteks geografis dan budaya. Hal ini nantinya akan menimbulkan dorongan untuk di berlakukannya implementasi dari teologi Luther dan Lutheran tersebut. Hal ini disebut dengan tradisi Lutheran. Teologi Lutheran yang menjadi fondasi ajaran gereja sedangkan tradisi Lutheran merujuk pada bagaimana pengimplementasian ajaran itu dalam kehidupan gereja sehari-hari. Tradisi Lutheran merujuk pada cara beribadah, praktik gereja, kebiasaan dalam gereja-gereja Lutheran, liturgi, struktur gereja, pola ibadah, musik gereja, dll.

            Tradisi Lutheran tidaklah sama suatu negara/kawasan dengan wilayah lain. Sebagai contoh, ada perbedaan antara tradisi Lutheran di Jerman, Skandinavia dan Amerika Utara. Tradisi Lutheran bisa saja berbeda satu wilayah dengan wilayah lainnya. Juga bisa saja berbeda dari satu zaman ke zaman lainnya. Agaknya sedikit terlalu kaku bila gereja di masa sekarang bila hendak melakukan tradisi Lutheran seperti zaman Luther di abad 16 M. Tradisi Lutheran sesungguhnya mencakup banyak aspek praktis gereja, sebab ia berakar dalam teologi Lutheran. Namun tradisi Lutheran dapat di perbaharui sesuai dengan geografis dan budaya yang berkembang, walau tidak boleh terlalu jauh dari Alkitab, teologi Luther dan teologi Lutheran. Tradisi Lutheran dapat di modifikasi dalam beberapa hal. Tradisi Lutheran dapat dimodifikasi dalam beberapa hal dan bagian, dan dalam proses ini dipandu oleh pertimbangan teologis, sejarah gereja dan konsensus antara para pendeta dengan jemaat (di sinode). Meski demikian dalam prosesnya, tradisi teologi Lutheran yang hendak di modifikasi tidak boleh terlalu kaku maupun terlalu liar.

            Beberapa contoh modifikasi tradisi Lutheran:

1. Liturgi

            Gereja-gereja Lutheran banyak mengikuti liturgi yang terstandar dan dianggap sudah baku dan benar. Namun sesungguhnya karena ini adalah tradisi Lutheran, maka tidaklah salah bila ada sejumlah modifikasi yang dilakukan. Pada masa kini, ada juga gereja yang bergerak dan memodifikasi urutan ibadah, pemilihan bacaan doa yang beragam dan juga bacaan ayat Alkitab dengan tujuan menyesuaikan dengan konteks gereja lokal atau kehidupan jemaat. Anehnya pada masa kini justru timbul kekakuan dalam gereja arus utama, dengan dalih ketika hal ini dimodifikasi maka sudah merusak teologi Luther atau teologi Lutheran. Hal ini adalah dua hal yang berbeda. Praktik dari Liturgi memang pengimplementasian teologi Lutheran, namun bukan berarti ketika itu di modifikasi sudah merusak total Teologi Lutheran. Teologi Lutheran adalah ajaran atau dogma, sedangkan tradisi Lutheran adalah pengimplementasian teologi yang sesungguhnya dapat di baharui sesuai dengan konteks dimana gereja berada. Walau hal ini tidak dapat di ganggu dan dirubah sembarangan. Ada alasan yang kuat dan dasar dapat di pertahankan dan di pertanggungjawabkan.

2. Musik dan Nyanyian gereja

            Sejak semula Luther hanya hendak mereformasi Katolik, namun setelah terjadi perdebatan panjang pasca 95 dalil yang di pakukan di gereja Wittenberg 31 Oktober 1517, perlahan terjadi pemisahan Katolik dengan para Pengikut Luther dan mereka juga disebut dengan kaum Protestantisme atau orang Protestan. Agama baru akhirnya muncul sebagai bagian dari reformasi dogma oleh Luther dan kawan-kawan. Pasca pemisahan ini, ada beragam tradisi Katolik yang tidak sepenuhnya dirubah, salah satunya adalah nyanyian dan musik. Pengaruh dari musik dan nyanyian Katolik masih kental di gereja-gereja Lutheran pada masa itu, meskipun dorongan Luther dikemudian hari kepada para pendeta untuk menciptakan nyanyian baru dalam bingkai semangat reformasi. Tradisi musik gereja beragam mulai dari Hymne tradisional hingga musik kontemporer. Gereja juga tidak bisa terlalu kaku dengan hal ini. Memasuki abad 21 M, penggunaan musik modern dan ritme kontemporer sudah mulai terjadi di gereja, secara khusus di perkotaan/wilayah urban. Beberapa gereja memilih mengintegrasikan gaya musik yang berbeda sesuai dengan kebutuhan jemaat. Memodifikasi ini tidaklah merubah ajaran.

3. kebiasaan beribadah

            Praktik-praktik penatalayanan Sakramen, penampilan liturgis dan partisipasi jemaat dalam ibadah dapat di kembangkan dan di perbaharui sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal. Perubahan atau modifikasi ini bila dirasa perlu untuk di perbaharui maka hal tersebut sash-sah saja, sebab hal di perbaharui adalah tradisi Lutherannya bukan teologi Lutheran itu sendiri. Gereja harus lebih terbuka terhadap hal ini dengan melihat perkembangan dunia dan konteks dimana gereja berada pada masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun