Kamis, 16 Mei 2024 Komisi X DPR RI adalan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Acara ini membahas tentang keluhan dari teman-teman mahasiswa dari berbagai kampus terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang dirasa sangat memberatkan dan tidak memanusiakan manusia.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Dr. Abdul Fikri Faqih, MM (Wakil Ketua Komisi X DPR RI). Saat pembukaan rapat, beliau menyampaikan tentang progres yang dilakukan oleh Komisi X DPR RI. Beliau juga menyampaikan tentang evaluasi dari program Kemendikbud yaitu program Merdeka Belajar. Program ini perlu di evaluasi mulai dari tata kelola kebiajakan, pembiayan, akses program, pengembangan sumber daya manusia, sarana prasana, sampai dengan kurikulum yang diterapkan.
Herianto (Kordinator Pusat BEM SI/Presiden Mahasiswa Universitas Mataram) menyampaikan tentang keluhan-keluhan mahasiswa di seluruh Indonesia tentang kenaikan biaya UKT dan IPI yang sangat luar biasa, mendadak, dan meningkat empat sampai lima kali lipat. "Hal tersebut yang membuat keresahan teman-teman mahasiswa, sehingga hingga saat ini banyak teman-teman mahasiswa yang melakukan aksi di kampus masing-masing" (ujarnya pada RDPU di gedung Nusantara I DPR RI).
Terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 menciptakan polemik bagi masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa. Pasalnya, regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik fantastis sehingga membebani sekaligus mempersulit mahasiswa untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Â
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira menekankan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus meninjau ulang Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Dirinya menyayangkan kebijakan ini membuat wajah perguruan tinggi di Indonesia menjadi komersil.
Â
"Menurut saya, (Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024) itu rentan diinterpretasikan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kemauan mereka gitu. Nah, satu poin yang berkaitan dalam salah satu pasal, bahwa biaya UKT ditetapkan usai mahasiswa diterima. Saya rasa ini rentan terjadi komersialisasi pendidikan," tanggap Andreas.
Â
Sebagai informasi, Â Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Â
Tarif SSBOPT ditentukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan pertimbangan capaian standar PTN, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. Selain itu, peraturan turunan mengenai besaran SSBOPT diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 54/P/2024.
Â
Komponen SSBOPT terdiri atas biaya langsung yang merupakan biaya operasional penyelenggaraan program studi dan biaya tidak langsung yang merupakan biaya operasional pengelolaan institusi. Kemudian SSBOPT akan digunakan sebagai dasar kementerian untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk PTN dan tarif BKT untuk setiap program studi.
Â
Menutup pernyataannya, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu setuju jika alokasi 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan perlu dievaluasi. Hal itu terkait apakahl penyalurannya sudah berkontribusi pada perbaikan kualitas pendidikan atau belum. Baginya, upaya ini krusial demi masa depan generasi bangsa.
Komisi X DPR RI mengapresiasi aspirasi dan masukan dari BEM SI mengenai kenaikan biaya kenaikan pendidikan tinggi. Bebeapa poin yang disampaikan dan perlu mendapat perhatian adalah: Negara lepas tangan dalam sektor pendidikan tinggi, hal tersebut terlihat dari pengalokasian APBN untuk pendidikan tinggi yang tidak optimal dan pemberlakuan kebijakan PTN-BH. Permendikbudristek RI No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai tindak lanjut dari keputusan Mendikbudristek Nomor 54/P/2024 tentang besaran SSBOPT menimbulkan masalah yakni angka standar biaya operasional yang ditetapkan tidak memperhitungkan perbedaan konteks dan kebutuhan antara institusi-institusi perguruan tinggi. Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan di dunia pendidikan yang menimbulkan komersialisasi pendidikan.