Mohon tunggu...
Muhamad Tajul Mafachir
Muhamad Tajul Mafachir Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Omdurman Islamic Univ

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mata, Tidak Semerta Mampu Melihat Keadilan

11 Desember 2012   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:49 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pernah berfikir. Bahwa tuhan sangatlah adil. Bahkan jaksa, hakim dan pemangku keadilan di negri ngeri ini se-mili pun tidak, untuk menyentuh batas keadilanya. Jangankan inci, mili dan ukuran cartesius lainya, kerna yang mereka sentuh hanyalah keadilan kulit. Kulit hanyalah pelapis, untuk melapisi sesuatu yang lebih vital. Jika terhadap kulitnya saja dia tidak menyentuh, bagaimana ia mampu menumbangkan vital? Inti makna?

Malam seperti peluh,

merunduk jatuh, penuh keluh

Seperti purnama padam malam gulita,

tak kunjung, meski ada diundang, meski ada jadwal kunjung.

Ku ukir, sepasang mata siaga. ketika dingin menyapa,

diserpih tuhan menjatuhkan keinginan. Di tangkap tadah

di patok tengkorang Dari kaki sendiri. Kumal !

Seperti lelehan margarin, atau roti kering. Kerna terlarut lama

di detik penantian mikrowave. Melepuh, minta kau basuh.

Agar warna tak pudar, agar rasa tak tawar. atau malah pahit.

Seperti anci tanpa air. Jangan asal mencicipi !

Kerna semua terhalang batas. Katamu. yang lama lama aku mulai suka

melihat cara bicaramu. kerna dunia ini, adalah kulit.

jabatan bisa hilang, anak, orang tua, ibu, harta bahkan amal. bisa terkelupas

diterpa takdir.

Jangan menyerah. bisa kita balik !

yakinlah, bola itu bulat. kita bisa diberbagai sisi.

tergantung otak dan isi; hati.

Pekusirkan pikiran ! Tidak, aku tidak akan memaksamu kok.

Tempurun kita beda. Punyamu Jaran, punyaku Bighol

Itupun jika sampai sebrang, jika tidak. Cukuplah separuh jalan menuju sebrang.

Biar anak cucumu menangkap niatmu : Azm

Membasuh mukamu yang lusuh, dengan doa dan nama baptismu

ku ulang berkali. Agar sirna musnah risaumu.

Tidak lagi membujuk rayuku untuk persetubuhan di kebun belakang rumah.

Sial !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun