Mohon tunggu...
maemilkku
maemilkku Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Saya mempunyai hobi memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawa yang hilang

28 November 2024   10:04 Diperbarui: 28 November 2024   10:05 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruangan yang sunyi, aku duduk sendiri, merenung di depan jendela yang berkabut oleh embun pagi. Dulu, aku selalu terbiasa dengan senyum yang merekah di wajahku. dan tawa yang terdengar riang. 

Tapi sekarang, aku merindukan diriku yang dulu, ketika tawa bukanlah sekadar manipulasi atas luka dan tangis adalah atraksi nyata dari rasa sakit Dulu, hidupku penuh dengan warna-warni kebahagiaan.

Aku adalah orang yang selalu bisa membuat orang lain tertawa, yang selalu menjadi pusat perhatian di antara teman- temanku. Namun, di balik senyumku yang cerah, ada kegelapan yang tersembunyi. 

Setiap kali aku merasa terluka atau sedih, aku belajar untuk menyembunyikan perasaanku di balik tawa. Aku belajar bahwa dengan tertawa, aku bisa mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang menghantui hatiku. 

Tapi seiring berjalannya waktu, tawa itu bukan lagi menjadi ekspresi kebahagiaan, melainkan menjadi masker yang menutupi luka-lukaku Setiap kali aku menatap cermin, aku melihat seorang yang asing bagiku.

Aku merindukan diriku yang dulu, yang bisa tertawa dengan tulus tanpa harus menyembunyikan apa pun. Aku merindukan ketika tangis adalah ekspresi yang diterima sebagai bagian dari kehidupan, bukan atraksi untuk memperoleh simpati. Aku mengingat masa-masa di masa kecil, di mana aku bisa berlan bebas di taman bermain, tanpa beban yang menekan.

Aku merindukan saat-saat bersama sahabat- sahabatku, di mana kami bisa tertawa dan bercanda tanpa ada yang

memaksakan diri untuk tersenyum. Tetapi sekarang, semuanya terasa begitu jauh dan kabur Ketika malam liba,

aku senng kali terjebak dalam kegelapan pikiranku sendiri. Aku merenung tentang kehidupan, tentang apa artinya semua ini.

Aku bertanya-tanya apakah aku akan pernah bisa kembali menjadi diriku yang dulu, atau apakah aku sudah terlalu jauh terjatuh ke dalam jurang kehampaan.

Seraya aku merasa hatiku berucapkan " wahai engkau tersenyumlah dengan indah dan sederhana ". Disaat itu pula aku tersenyum alangkahnya bahagia ku menjadi milik diriku sendiri dengan sempurna terlihat

dari mata hati yang dalam.

Terus aku pernah berucapkan sambil berlinangnya air mata di pipi kanan kiri ku, seraya mengucapkan " sesungguhnya ada teman ku yang selalu mengerti aku, sebagaimana aku membutuhkan bahunya untuk bersandar, membutuhkan telinganya untuk mendengarkan curhatanku ".

Aku terus belajar dan belajar menahan perasaan yang sulit untuk di ucapkan, karena hatiku selalu menolak dengan lantunan curhatan yang akan aku berikan kepada orang lain. Sempat saat itu saya selalu berfikir akan keadaan bagaimana caranya aku bisa mengeluarkan curhatan hatiku ini ya tuhann, Di kemudian waktu, tibalah teman temanku yang baik hati , baik budi, maupun baik kebijakannnya.

Pada saat itulah, aku dan hatiku terbuka lebar untuk bercerita kepada mereka, dan mereka itu teman temanku yang berjumlah 4 orang. Disitu aku selalu menceritakan bagaimana aku menghadapi oerasaan yang sudah lama aku pendam, sudah lama aku berjuang dan sudah lama aku tangisi.

Lama kelamaan jadilah, temen temenku jadi lah sahabat dalam satu kelompok, kemanapun dan dimanapun kegiatan belajar disitulah aku dan sahabat ku berkelompok.

Temenku yang bernama tasya sempat bertanya " apakah dengan perasaat hatimu seperti ini kamu bisa belajar dengan baik "

Aku menjawab " insyaaallah bisa, yaa gimana lagi " .

Sahabatku yang ber 4 juga pernah bilang " jangan lah engkau menaruh curhatanmu dengan hatimu yang tidak

engkau percaya, ingatlah itu sobat ".

Telah lama sudah aku dan 4 sahabatku berlalu untuk berkerja kelompok ataupun kerja sama dalm bidang apapun

dan dalam pelajaran apapun. Sampai saat itu aku dan 4 sahabatku telah lulus sekolah.

Dimana aku di situ sudah sangat lega perasaan hatiku karena sudahku ucakpan pada ke 4 sahabatku yang bisa

mengerti aku, yang bisa faham dengan situasi, yang selalu mambantuku dan masih banyak lagi.

Hallo sahabatku, terimakasih yaa sudah menemaniku dan sudah rela memberi pendengaran curhatanku

kepadamu. Ingatlah wahai kawan ku, boleh engkau jadi pendiam untuk perasaan hatimu hingga hilang tawamu kepada

orang yang belum engkau percayai, dan silahlanlah engkau cerita dengan lantunan suara pediih perih curhatanmu kepada orang yang tepat dan dapat di percaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun