Dengan demikian maka kita dapat melihat bahwasanya ditengah keramaian maka harus berbicara dengan suara yang kencang agar orang yang mereka sapa dapat mendengar suaranya dan sapaannya.
Kemudian jika kita menyusuri banyak tempat di Palembang, maka kita juga menemui komplek-komplek toko, atau di pasar kebanggannya yaitu pasar 16 dan pasar apung.Â
Sampai di sini, teman-teman Kompasiana pasti bisa membayangkan ramainya toko, dan kedua pasar yang penulis sebutkan di atas.
Tentu saja setiap pedagang menginginkan dagangannya laku dan terjual habis. Apalagi bagi pedagang yang menjual barang yang tidak dapat bertahan berhari-hari. Seperti jajanan pasar atau berbagai hal lainnya.
Jelas, mereka ingin dagangannya segera terjual habis dan tidak ada kerugian yang ditanggung karena dagangan yang mereka sajikan tidak habis di hari itu juga.
Maka dapat disimpulkan bahwasanya mereka berbicara dengan volume yang kencang juga disebabkan karena terbiasa dengan kondisi disaat mereka sedang mengais rejeki dengan caranya yaitu berdagang.
Merasa terkejut atau kurang nyaman dengan suasana lingkungan yang baru bukanlah hal yang salah. Apalagi kita sebagai pendatang baru di suatu kota atau daerah tertentu.
Jadiiii... kita jangan langsung menilai suatu budaya orang lain itu buruk hanya dikarenakan suatu hal yang tidak kita sukai, ya.
Mari kita coba untuk menyusuri beberapa tempat untuk nongkrong, atau mengelilingi beberapa tempat yang unik di Palembang sebagai salah satu cara  kita untuk mengenal budaya Palembang.
Sebagai individu yang tinggal di Negara dengan berbagai budaya, maka kita juga  harus menghormati berbagai budaya yang ada di Negri ini juga. Semua budaya itu baik, kembali lagi kepada pandangan individu itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H