Mohon tunggu...
maelan azimaaa
maelan azimaaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hallo , Aku Maelan Azima. Aku mahasiswa dari UIN MALIKI MALANG dari Fakultas Ekonomi Prodi Perbankan syari'ah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Pemilu dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi

4 November 2024   23:05 Diperbarui: 4 November 2024   23:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan 5 tahun sekali merupakan salah satu sarana dalam menunjukkan sikap demokrasi di Indonesia dan menjadi tonggak penting untuk menentukan arah kebijakan negara. Dalam pembentukan negara hukum yang adil dan demokratis, reputasi peradilan dan kepercayaan masyarakat terhadap kehakiman sebagai benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan sangat dipengaruhi oleh integritas, kemampuan dan perilaku hakim konstitusi saat menjalankan tugas mereka untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan kasus yang diajukan kepada mereka sesuai dengan amanah mereka. Namun sayangnya, pada putusan MK Nomor 90/PUU-XII/2023, dianggap oleh sebagian orang terdapat penyimpangan dalam memutus putusan tersebut.

Terjadinya inkonsistensi dalam mengabulkan keputusan, sebenarnya menimbulkan banyak pertanyaan untuk masyarakat Indonesia. Sebagian beranggapan bahwa mahkamah konstitusi mengabulkan keputrusan ini karena  adanya hubungan kekeluargaan antara ketua mahkamah konstitusi dengan calon wakil presiden 2024. , keputusan itu menjadi conflict of interest karena paman Gibran mendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai cawapres Indonesia secara langsung atau tidak langsung. Hakim tidak seharusnya mengadili kasus karena kepentingan diri sendiri atau keluarga.

Dari konflik ini menimbulkan pelanggaran terhadap prinsip prinsip etika dan integritas dalam proses pengambilan keptusan di pengadilan. Keputusan hakim dipertanyakan karena diyakini terlalu dipengaruhi oleh pertimbangan politis dan kepentingan pribadi, yang mungkin termasuk hubungan dekat Ketua Mahkamah Konstitusi dengan Gibran Rakabuming Raka. Isu ini menyoroti kerentanan sistem hukum terhadap intervensi politik dan dinasti politik, mengundang pertanyaan tentang independensi peradilan dalam menegakkan keadilan tanpa pengaruh eksternal yang tidak semestinya.

Keputusan mahkamah konstitusi ini sangat melanggar kode etik negara.

Dalam putusan tersebut, ketua mahkamah konstitusi (Anwar usman) dinyatakan tidak lagi dapat memegang jabatan sebagai ketua MK dan dilarang untuk mencalonkan diri atau didukung menjadi pimpinan MK lagi selama sisa masa jabatannya. Selain itu, dia juga diberi larangan untuk terlibat langsung dalam proses pengadilan yang menangani sengketa hasil pemilihan kepala pemerintahan atau anggota legislatif yang berpotensi memunculkan benturan kepentingan. Keputusan ini diambil untuk memastikan integritas dan independensi lembaga pengadilan terjaga, serta menghindari potensi konflik kepentingan yang dapat meragukan integritasnya sebagai seorang hakim konstitusi.Karena mahkamah konstitusi ini sangat melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, dan mengubah tanpa adanya musywarah terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun