Dinamika Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap politik  dan kepercayaan Publik di Indonesia
Â
Mahkamah konstitusi adalah lembaga negara yang berwenang mengadili perkara konstitusi. Untuk menjaga konstitusi dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan prinsip demokrasi, hakim konstitusi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penyelenggaraan negara serta komitmen untuk melaksanakan dan mengawasi kehidupan masyarakat. Dan pada pemilu 2024 sedang ramai tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam undang-undang no.7 tahun 2017 tentang pemilihan umum dianggap sebagai ukuran kualifikasi seoarng pemimpin.
Konstitusi dan negara adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling melengkapi. Konstitusi berperan sebagai dokumen hukum tertinggi yang menetepkan prinsip dasar yang mengatur bagaimana pemerintah harus beroperasi sesuai aturan yang ada dan yang sudah ditetapkan. Konstitusi juga melindungi hak-hak warga negara serta menentukan batsan-batasan yang diperlukan pemerintah agar tetep dalam kerangka hukum yang adil.
Keputusan mahkamah konstitusi tentang batas usia untuk calon preiden dan wakil presiden,telah menimbulkan berbagai perdebatan dimasyarakat. Hal ini karena usia dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam menilai kualitas seorang pemimpin politik, selain dari pengalam dan kedewasaan. Meskipun demikian, beberapa individu berpendapat bahwa usia bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan kualitas kepemimpinan seseorang. Argumen ini mencerminkan perdebatan yang kompleks mengenai karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin dalam konteks politik kontemporer.
Ketidakkonsistenan dalam berbagai pandangan yang bertentangan dikalangan masyarakat. Terutama dugaan keputusan itu akan mempengaruhi politik atau hubungan pribadi. Ada beberapa pihak yang mencurigai adanya hubungan antara ketua mahkamah konstitusi dengan salah satu calon presiden, yang semakin di pertanyakan oleh rakyat Indonesia. Tuduhan ini mengakibatkan spekulasi luas tentang kemampuan lembaga untuk tetap netral dan tidak memihak dalam menjalankan tugasnya.
Mahkamah konstitusi melalukan perubahan terhadapa peraturan usia calon presiden menjadi minimum usia 40 tahun, selain itu mahkamah konstitusi menambahkan syarat alternatif  bahwa individu yang pernah atau sedang menjalankan jabatan yang diperoleh melalui pemilihan umum juga bisa memenuhi syarat untuk mencalonkan menjadi calon presiden. Dengan kata lain, jika seseorang belum mencapai usia empat puluh tahun, tetapi memiliki pengalaman sebagai pejabat terpilih, mereka tetap dapat memenuhi syarat sesuai dengan peraturan yang telah direvisi ini.
Keputusan mahkamah konstitusi ini mempengaruhi proses pemilu, teatpi juga mempertegas peran mahkamah konstitusi dalam menjaga keadlian dan kesesuaian hukum dengan konstitusi. . Hal ini tercermin dalam keputusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai telah mengabaikan perannya sebagai lembaga yudikatif yang seharusnya menjalankan fungsi checks and balances. Dengan kata lain, Mahkamah Konstitusi tidak lagi bertindak sebagai pengawas yang independen, melainkan lebih seperti pelaksana dari kehendak legislatif dan eksekutif. Tindakan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah melepaskan jati dirinya sebagai institusi yang menjaga keseimbangan kekuasaan, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang erosi fungsi pengawasan dalam sistem pemerintahan.
Sistem demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan hukum untuk mencegah dominasi pihak tertentu. Aturan-aturan ini berfungsi sebagai penghalang dan penyeimbang agar tidak ada kekuasaan yang berlebihan atau dominasi yang merugikan pihak lain. Dengan adanya hukum yang jelas dan diterapkan secara adil, sistem demokrasi dapat menjaga agar semua pihak memiliki kesempatan yang setara dalam berpartisipasi dan berkontribusi tanpa rasa takut akan penindasan atau perlakuan tidak adil. Dalam proses pengadilan, hakim diharapkan untuka mempertimbangkan 3 faktor utama yaitu : kepastian hukum, keadlian dan kemanfaatan.
Putusan Mahkamah Konstitusi 2023 dianggap telah berdampak negatif terhadap proses demokrasi di Indonesia. Keputusan ini dapat memberikan kesempatan bagi pemimpin eksekutif untuk memanfaatkan popularitas mereka guna mendorong kebijakan atau undang-undang yang potensial merusak demokrasi dan mengganggu keseimbangan kekuasaan. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap demokrasi, perlu adanya upaya nyata dalam memperkuat kembali konstitusionalisme dan melibatkan aktif masyarakat sipil dalam memperbaiki kualitas hukum di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi perlu meningkatkan tingkat transparansi dalam proses pengambilan keputusan di masa depan. Selain itu, penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk lebih responsif terhadap kritik yang berasal dari masyarakat dan pihak lain. Responsivitas ini dapat diwujudkan melalui memberikan jawaban yang jelas dan transparan terhadap pertanyaan serta keprihatinan yang diajukan oleh publik.