Di kampung, posisinya mungkin bisa disejajarkan dengan tokoh masyarakat. Sebab namanya sangat dikenal sebagai seniman yang disegani sekaligus murah hati.Â
Lelaki paruh baya ini akan mudah dimintai tolong untuk hal-hal terkait gambar dan tulisan. Mulai dari dekorasi untuk agustusan hingga kaligrafi penghias masjid. Bahkan tulisan pada kotak amal jariah.
Dialah Komarudin alias Komar. Seniman kebanggaan Kampung Kebon Jukut yang namanya sudah menasional bahkan go internasional sebagai ilustrator buku. Ya, gambar-gambarnya kerap menghiasi ilustrasi buku, terutama buku-buku penelitian hutan dari organisasi kehutanan internasional.
Bahkan jauh sebelumnya, lelaki yang akrab disapa dengan Mas Komar -padahal bukan keturunan Jawa- itu pernah juga menjadi ilustrator tetap Majalah Humor era pertengahan 90-an.
Akhir tahun kemarin, dia menggarap ilustrasi sejarah golok yang ditulis pemerhati budaya. Sebelumnya, Komar pun sudah menyelesaikan ilustrasi untuk buku filsafat karya guru besar IPB.
Dengan Kapur Tulis
Secara genetik, Komar tak punya darah seni dari keluarganya. Bahkan ayahnya, seorang haji justru dikenal pintar berbisnis dan menjadi satu-satunya orang di Kampung Kebon Jukut saat itu yang membuka jasa penyewaan perlengkapan hajatan.
Sayangnya, Komar kecil ditinggal sang ayah pada saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar yang membuatnya harus menerima kenyataan tak bisa lagi melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Dia harus menjadi tulang punggung keluarga di usia belia. Dia pun mulai bekerja di percetakan. Pekerjaan ini membuatnya terampil membuat dan memotong huruf dengan pisau cutter.Â
Tetapi kegemarannya menggambar tetap tersalurkan karena kerap ada desain gambar untuk dicetak yang saat itu masih era mesin cetak offset dan sablon manual. Belum secanggih sekarang yang serba komputer. Serba digital print.
Sejak kecil, Komar sudah senang menggambar dengan kapur tulis di tembok teras rumahnya. Dia akan menggambar apa saja, seperti: Donald Duck, Mickey Mouse, Bobo, sampai Fantastic Four. Termasuk tokoh-tokoh film Si Unyil.
Kemampuan menggambarnya yang memang bagus membuatnya ditarik sebagai ilustrator buku serial Dongeng Klasik Indonesia yang digubah Sanggar Tumpal, Bogor.Â
Sekalipun kerja tim, itulah awal prestasinya sebagai ilustrator di gelanggang nasional. Salah satu serial buku dongeng itu, yakni: Si Leungli berhasil mendapatkan penghargaan Buku Utama dari Mendikbud saat itu, Wardiman Djojonegoro.
Meski sempat vakum di dunia ilustrasi karena menjadi desainer di PT Tato -sebuah perusahaan periklanan- namun akhirnya Komar kembali ke habitatnya sebagai ilustrator. Dia pun bergabung dengan Majalah Humor.
Komar sempat pula bekerja di penerbit Penebar Swadaya dan juga sebagai tenaga lepas Pustekom.
Hingga akhirnya oleh FX Puniman, seorang kontributor harian Kompas di Bogor lantas mengenalkan Komar pada salah satu pegiat lingkungan di CIFOR untuk mengisi ilustrasi dari buku-buku penelitian.
Perjalanan panjang dunia gambar menggambar sebagai ilustrator di berbagai media dan buku membuatnya kuat dalam hal penggambaran karakter sebuah gambar. Hal yang mengantarkannya pada 'karir' yang kini melekat, yaitu sebagai pembuat karikatur.Â
Jadilah dia dikenal sebagai seniman karikatur yang cukup mumpuni. Banyak pesanan terutama untuk hadiah ulang tahun atau acara perpisahan kantor dalam frame karikatur di mana tokoh yang digambar akan selalu dilekatkan dengan karakternya. Entah itu hobi atau pun posisi.
Lelaki yang pembawaannya supel dan cepat akrab ini telah mantap berkarir di karikatur meski sewaktu-waktu masih mengisi ilustrasi, desain grafis, dan juga mural.
Seperti siang itu saat ditemui, Mas Komar tengah asik membuat karikatur dua insan yang duduk ceria di atas pesawat.
"Ini pesanan untuk kado pernikahan," ujarnya ramah.
Bogor, 23 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H