Sejak kecil, Komar sudah senang menggambar dengan kapur tulis di tembok teras rumahnya. Dia akan menggambar apa saja, seperti: Donald Duck, Mickey Mouse, Bobo, sampai Fantastic Four. Termasuk tokoh-tokoh film Si Unyil.
Kemampuan menggambarnya yang memang bagus membuatnya ditarik sebagai ilustrator buku serial Dongeng Klasik Indonesia yang digubah Sanggar Tumpal, Bogor.Â
Sekalipun kerja tim, itulah awal prestasinya sebagai ilustrator di gelanggang nasional. Salah satu serial buku dongeng itu, yakni: Si Leungli berhasil mendapatkan penghargaan Buku Utama dari Mendikbud saat itu, Wardiman Djojonegoro.
Meski sempat vakum di dunia ilustrasi karena menjadi desainer di PT Tato -sebuah perusahaan periklanan- namun akhirnya Komar kembali ke habitatnya sebagai ilustrator. Dia pun bergabung dengan Majalah Humor.
Komar sempat pula bekerja di penerbit Penebar Swadaya dan juga sebagai tenaga lepas Pustekom.
Hingga akhirnya oleh FX Puniman, seorang kontributor harian Kompas di Bogor lantas mengenalkan Komar pada salah satu pegiat lingkungan di CIFOR untuk mengisi ilustrasi dari buku-buku penelitian.
Perjalanan panjang dunia gambar menggambar sebagai ilustrator di berbagai media dan buku membuatnya kuat dalam hal penggambaran karakter sebuah gambar. Hal yang mengantarkannya pada 'karir' yang kini melekat, yaitu sebagai pembuat karikatur.Â
Jadilah dia dikenal sebagai seniman karikatur yang cukup mumpuni. Banyak pesanan terutama untuk hadiah ulang tahun atau acara perpisahan kantor dalam frame karikatur di mana tokoh yang digambar akan selalu dilekatkan dengan karakternya. Entah itu hobi atau pun posisi.
Lelaki yang pembawaannya supel dan cepat akrab ini telah mantap berkarir di karikatur meski sewaktu-waktu masih mengisi ilustrasi, desain grafis, dan juga mural.
Seperti siang itu saat ditemui, Mas Komar tengah asik membuat karikatur dua insan yang duduk ceria di atas pesawat.
"Ini pesanan untuk kado pernikahan," ujarnya ramah.