Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelelawar, Kebun Raya, dan Cahaya

9 Oktober 2021   17:58 Diperbarui: 9 Oktober 2021   18:30 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung kami hanya berbilang satu RW untuk menuju Sungai Ciliwung, serta berbilang tiga kampung untuk menuju Kebun Raya Bogor yang mendunia itu. Keduanya memiliki kedekatan 'kesejarahan' akan kenangan terhadap makhluk nokturnal. Sang mamalia terbang. Kelelawar, yang telah menjadi ikonik dengan tokoh fiksi superhero Hollywood. Batman!

Sebagai bocah kampung yang mandi dan mainnya di sungai, ada moment yang tetap tersimpan menjadi arketip. Setiap pagi usai mandi di Ciliwung yang masih jernih kala itu, langit yang masih belum terang benar akan dipenuhi oleh iring-iringan kelelawar dari arah girang (hulu) menuju Kebun Raya.

Entah ratusan atau mungkin ribuan. Berarak bak mega hitam yang membentuk formasi gambar-gambar dari noktah hitam yang terus bergerak.

Yang lebih seru tentunya di waktu petang menjelang magrib. Ketika rombongan kelelawar melintas dari arah Kebun Raya menuju hulu.

Serempak kita yang tengah asik berenang akan naik ke atas batu-batu dan serentak bernyanyi mengiringi kelelawar-kelelawar yang berangkat hendak mencari makan itu.

Nyanyian yang entah karangan siapa, karena tahu-tahu kita hafal secara turun-temurun. Lagu yang liriknya seolah mengusir hewan yang dianggap hama itu agar tak hinggap di kampung kami. Penulis tak mungkin menyajikan nyanyian yang terkesan kasar tersebut.

Kata Nenek, di girang -tempat matahari terbit- banyak tumbuh beragam jenis buah-buahan yang merupakan sumber makanan bagi kalongking.

Sebutan untuk kelelawar besar dalam bahasa Sunda. Yang membedakannya dengan lalay, sejenis kalong kecil pemakan serangga yang kerap 'berumah' dalam lubang-lubang bambu yang menjadi atap rumah kami.

Rombongan kelelawar yang pergi-pulang itu sudah pasti akan melintasi kampung kami. Dengan rentang waktu hampir mencapai satu jam lamanya, arak-arakan itu menghiasi langit. Dan ada saja satu dua, bahkan belasan kelelawar yang tertinggal rombongannya. Baik pergi maupun pulang.

Lewat Ciliwung pula, kita para bocah senang melihat kelelawar-kelelawar yang tidur menggantung di pohon-pohon besar dalam Kebun Raya.

Ya, karena kita suka ngalun, yakni mengarungi arus deras sungai dengan ban dalam bekas truk. Masuk ke Kebun Raya lewat kolong jembatan Otista dan berakhir di jembatan Sempur. Menikmati keindahan hutan kota dengan kelelawarnya di atas alunan sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun