Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sense of Crisis di Tengah Pandemi

8 Oktober 2020   23:11 Diperbarui: 9 Oktober 2020   01:15 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan legalistik-formalistik yang dimainkan pemerintah dan DPR dalam merumuskan sebuah undang-undang kadang seperti anomali dalam negara hukum. Karena secara prosedural rumusan undang-undang akan sah manakala disetujui sebagian besar anggota dewan.

Sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR RI BAB XVII bahwa pengambilan keputusan dalam rapat DPR pada dasarnya diusahakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat, apabila tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada anggota rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan.

Langkah DPR untuk menerima atau pun menolak suatu Rancangan UU yang diajukan pemerintah untuk menjadi UU harusnya mencerminkan kondisi riil masyarakat yang 'menyerahkan' suaranya dan hak konstitusinya kepada para anggota dewan yang terhormat itu.

Bahwa masih ada benteng terakhir sebagai hak konstitusi yakni uji materi terhadap undang-undang, namun itu bukan menjadi alat pembenar untuk memaksakan kehendak dengan dalih konstitusional.

Sense of Crisis Yang Terkikis

Bermula dari merebaknya pandemi corona yang melanda belahan dunia, menciptakan keterpurukan sektor ekonomi secara global di periode kedua masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kebijakan awal dalam menanggapi pandemi akhirnya menjadi blunder bagi pemerintah yang dianggap gagal karena lebih banyak 'drama politik' yang bermain. Yang mencapai puncaknya dengan kekecewaan masyarakat atas kinerja Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan. Banyaknya dokter dan perawat yang gugur serta terus naiknya kasus covid 19 tak membuat pemerintah bergeming.

Pemerintah seolah tidak punya sense of crisis sejak pengangkatan pucuk pimpinan KPK yang dianggap bermasalah serta keputusan KPU  yang tetap menggelar pilkada di masa pandemi yang makin mengkhawatirkan.

Akumulasi ketidakpuasan sekaligus ketidakpercayaan terhadap pemerintah makin menguat dan mengencang saat UU tentang MK dan Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan hanya dalam rentang waktu dua bulan.

Kekecewaan yang terakumulasi makin menunjukkan terkikisnya sense of crisis pemerintah dan juga dewan ketika mereka yang marah tumpah ke jalan. Berdemo tanpa mempedulikan ancaman virus covid 19 dan abai dengan protokol kesehatan. Bertaruh nyawa demi hak demokrasi yang dijamin konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun