Mohon tunggu...
MUHAMMAD JAFAR
MUHAMMAD JAFAR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Student Now, Leaders Tomorrow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ijarah Dalam Fiqih Muamalah

8 Juli 2021   02:11 Diperbarui: 8 Juli 2021   02:13 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ijarah dalam Fiqih Muamalah

Pengertian Ijarah

   Secara bahasa ijarah berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Berdasarkan istilah syara, al-ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan pengganti. Adapun istilah  fiqh menurut para ulama yang berbeda-beda dalam mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut:

  • Menurut madzab Hanafi, "Ijarah adalah suatu perjanjian yang mempunyai faedah, memilik manfaat yang diketahui dan disengaja dari benda yang disewakan dengan ada imbalan pengganti."
  • Menurut madzab Maliki, yakni "Suatu perjanjian yang memberikan faedah, memiliki manfaat sesuatu yang mubah pada masa yang diketahui dengan adanya upah"
  • Menurut madzab Hambali,  "Ijarah adalah perjanjian atas manfaat yang mubah, yang diketahui, yang diambil secara berangsur-angsur dalam masa yang diketahui dengan upah yang diketahui."
  • Menurut madzab Syafi'i, "Ijarah adalah suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui, disengaja, yang bisa diserahkan kepada pihak lain secara mubah dengan upah yang bisa diketahui."

Dasar Hukum

Disebutkand dalam Al-Qur'an, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam surah At-Talaq 65: Ayat 6

"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."

  • Dikhabarkan dalam beberapa hadis sebagai berikut:

 

Diriwayatkan dari ibnu abbas, bahwa Rasulullah bersabda : "Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu"  (HR. Bukhari dan Muslim).

Mewartakan kepada kami al-'Abbs Ibn al-Waldi al-Dimsyaqi berkata: mewartakan kepada kami Wahb Ibn Sa'd Ibn 'Athiyyah al-Sulamiy berkata: mewartakan kepada kami 'Abdurrahmn Ibn Zaid Ibn Aslam dari ayahnya, dari Abdullah Ibn 'Umar berkata: Bersabda Rasulullah saw: "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majjah).

Handzhalah bin Qais RA  menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rafi' bin Khudaij mengenai menyewakan tanah dengan emas dan perak, lalu ia menjawab "tidak mengapa, karena manusia di zaman Rasulullah dengan apa yang tumbuh dijalur air, di hulu-hulu sungai, dan beragam tumbuhan. Ada yang itu hancur. Hanya begitulah sewa menyewa di zaman beliau, karena cara lain beliau larang tetapi, jika ada sesuatu yang dijamin, maka tidak mengapa."

Rukun dan Syarat Ijarah

Ketentuan rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam bertransaksi yakni:

  • Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa aset dan mu'jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan asset.
  • Objek akad, yaitu ma'jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
  • Sighat yaitu ijab dan qabul.
  • Manfaat terhadap kedua belah pihak

Syarat-syarat ijarah yang harus dipenuhi sebagai bentuk sah  sesuai hukum Islam, sebagai berikut :

  • Jumhur ulama sepakat mustajir dan muajir yang ditentukan harus baligh dan berakal. Adapun pendapat madzab Imam Hanafi menambahkan mumayyiz (minimal 7 tahun), kemudian ditambahkan madzab maliki dengan bergantung atas keridaan walinya.
  • Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah SAW, yang melarang transaksi apapun yang tidak dapat dipegang atau dikuasai, sabagaimana dalam jual beli. Dalam hal upah, ulama selaku pemberi fatwa telah menetapkan, yaitu berupa harta tetap  yang dapat diketahui dan tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah untuk ditempati dengan  menempati  rumah tersebut. Dalam akad disyaratkan harus terhindar dari syarat-syarat yang tidak diperlukan dalam akad atau syarat-syarat yang merusak akad, seperti menyewakan rumah dengan syarat rumah tersebut akan ditempati oleh  pemiliknya selama sebulan, kemudian diberikan kepada penyewa.
  • Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti. Madzab Hanafi tidak mensyaratkan untuk penetapan awal waktu akad, berbeda dengan madzab Imam Syafi'i mensyaratkan sebab, jika tidak dibatasi hal tersebut memungkinkan menjadi penyebab ketidaktahuan waktu yang harus dipenuhi.   Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam QS. An-Nisa' 4: Ayat 29

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."

  • Memberikan manfaat kepada mustajir dan muajir. Jikalau aset tersebut rusak dalam periode kontrak, maka akad ijarah masih tetap berlaku sesuai ketentuan kontrak. Sebagai tambahan, para ulama sepakat melarang ijarah, baik benda ataupun orang untuk berbuat maksiat atau berbuat dosa.

Berhentinya Transaksi Ijarah

   Pada dasarnya perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian yang lazim, dimana masing-masing pihak terikat dalam  perjanjian  tersebut mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian termasuk kepada perjanjian  timbal balik. Ijarah tidak menjadi batal (fasakh) dengan matinya slah satu pihak yang berakad sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang  peranan warisan, apakah ia sebagai pihak mu'ajir atau musta'jir. Ijarah akan berhenti dikarenakan terdapat penyebab batal (fasakh) sebagai berikut:

1. Ditemukannya aib pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.

2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh.

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma'jur alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya barang.

4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan, kecuali jika terdapat uzur  yang  mencegah fasakh. Seperti jika ijarah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman di panen. Maka ia tetap berada ditangan penyewa sampai selesai  masa panen, sekalipun terjadi pemaksaan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa yaitu dengan mencabut tanamannya sebelum waktunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun