Mohon tunggu...
I Made Suyasa
I Made Suyasa Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Suka nulis aja!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Politisasi Kebablasan, Bahayakan Otonomi dan Demokratisasi Kampus

7 Juli 2024   09:50 Diperbarui: 7 Juli 2024   10:07 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Statuta berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan prosedur operasional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan. Artinya, statuta perguruan tinggi adalah pedoman yang sangat strategis dalam mengatur penyelenggaraan perguruan tinggi tersebut. 

Bagaimana jika pedoman yang paling dasar saja dalam pengelolaan perguruan tinggi itu dipolitisasi dan diubah-ubah semau gue dan berdasarkan ambisi dan kepentingan pribadinya serta tanpa persetujuan senat, tentu saja akan bermuara pada kekisruhan dan konflik yang tiada henti di lingkungan kampus itu sendiri. Ini juga mencerminkan sikap otoriter oknum yang berada dalam lingkungan kekuasaan tersebut.

Proses perubahan statuta yang tidak melalui pertimbangan dan persetujuan senat adalah proses yang tidak demokratis dan melabrak aturan. Seharusnya perubahan statuta itu harus diturunkan ke seluruh civitas akademika, baik itu unsur pimpinan, dosen, pegawai dan disosialisasikan kepada mahasiswa agar statuta tersebut menampung seluruh aspirasi yang memihak kepada civitas akademika.

Guna mengurai benang kusut itu, proses pemilihan pimpinan kampus harus dikembalikan sebagai bagian dari otonomi dan demokrasi kampus. 

Demikian juga jatah 35 persen dari unsur badan penyelenggara harus dihapus. Alih-alih mengintervensi hasil pemilihan dengan jatah suara 35 persen, badan penyelenggara sebaiknya lebih memastikan pemilihan pimpinan kampus berlangsung jujur dan transparan dengan lebih melibatkan kalangan civitas akademika.

Demikian juga soal proses penyusunan statuta, harus mengacu standar yang telah disiapkan Kemendikbudristek dan diikuti dengan perancangan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yayasan yang jelas serta menerapkan laporan keuangan yang transparan. Seluruh berkas pengelolaan yayasan dan PTS harus lengkap serta disertai bukti-bukti hukum yang kuat. 

Pastikan setiap jabatan dalam kepengurusan yayasan disertai keterangan lengkap mengenai tugas-tugas yang diemban agar tidak tumpang tindih. Jangan sampai terjadi kasus pengurus yayasan yang bukan tupoksinya mengurus masalah gaji karyawan, ikut melakukan intervensi sehingga berdampak terhadap turunnya gaji yang seharusnya diterima karyawan. 

Jika statuta PT dan AD/ART yayasan terperinci, konflik bisa dihindari. Konflik yang terjadi di yayasan adalah antar-ahli waris atau generasi penerus pemilik yayasan, sengketa aset, pergantian AD/ART, dan pergantian pengurus.

Penanganan konflik tentu saja tidak boleh melibatkan pihak luar yayasan dan tidak boleh berdampak kepada kegiatan perkuliahan. Apabila pimpinan PTS ataupun dosen terseret konflik yayasan, Kemenristekdikti akan membekukan PTS tersebut hingga konflik selesai. Dampaknya, tentu saja kuliah dan wisuda mahasiswa akan menjadi korban. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun