Mohon tunggu...
I Made Suyasa
I Made Suyasa Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Suka nulis aja!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Politisasi Kebablasan, Bahayakan Otonomi dan Demokratisasi Kampus

7 Juli 2024   09:50 Diperbarui: 7 Juli 2024   10:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DUNIA pendidikan sepertinya sulit dipisahkan dari politik. Sayangnya, politik dan dunia pendidikan tinggi sering memperlihatkan relasi yang buruk dan kebablasan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kisruh yang bermunculan di negeri ini menjelang proses pemilihan pimpinan perguruan tinggi baik di perguruan tinggi negeri (PTN) atau perguruan tinggi swasta (PTS). Kisruh terjadi akibat politisasi pendidikan yang kebablasan dan berkiblat kepada kepentingan kekuasaan.

Politisasi yang kebablasan di dunia pendidikan, tentu saja bisa digolongkan ke dalam dangerously act (tindakan berbahaya), karena di dalamnya termuat unsur manipulatif yang merusak nilai-nilai pendidikan, sekaligus menggerogoti dan menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa.

Politisasi yang kebablasan di dunia pendidikan tinggi ini, seharusnya bisa dicegah jika perguruan tinggi memiliki statuta yang jelas dan mengacu kepada standar yang telah disiapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal ini penting agar pengelolaan perguruan tinggi tetap berpegang teguh kepada marwahnya sebagai lembaga pendidikan tinggi.

Statuta memiliki peran yang sangat strategis. Oleh karena itu, perlu disusun sebaik mungkin sesuai dengan pedoman penyusunan statuta di perguruan tinggi. Saat ini masih banyak ditemukan proses penyusunan statuta di perguruan tinggi ini tidak mengacu kepada standar yang telah disiapkan Kemendikbudristek dan menjadikan statuta sebagai alat kekuasaan. 

Statuta disusun sendiri secara diam-diam oleh oknum yang masuk dalam lingkaran kekuasaan, kemudian dipaksakan untuk diberlakukan tanpa melalui proses persetujuan atau pertimbangan dari senat. Kasus seperti ini tentu saja sering memicu polemik dan kekisruhan. Misalnya, dalam proses pemilihan pimpinan perguruan tinggi, di mana statuta dirancang hanya untuk menguntungkan calon tertentu saja dan mencegah peluang calon lainnya. 

Kisruh yang terjadi khususnya dalam proses pemilihan pimpinan perguruan tinggi, menunjukkan betapa politisasi di pendidikan tinggi yang kebablasan ini bisa membahayakan otonomi dan demokrasi kampus. Alih-alih menjadi ajang seleksi pemimpin terbaik, pemilihan pimpinan kampus dengan statuta yang sudah dipolitisasi, akal-akalan dan tanpa persetujuan senat ini tentu akan melahirkan pemimpin yang tidak diterima di lingkungan kampus.

Mereka yang berambisi untuk menjadi pemimpin di kampus, tentu akan lebih gencar melakukan lobi-lobi "ke atas" ketimbang menggalang dukungan "akar rumput".

Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya intervensi dari badan penyelenggara yang kerap menyetir pemilihan pimpinan kampus demi memenangkan calon yang direstui, meski tidak diterima di lingkungan kampus melalui hak suara 35 persen seperti yang diatur dalam statuta.

Hak suara 35 persen yang dimiliki unsur badan penyelenggara ini adalah bentuk pelanggaran terhadap undang-undang dasar dan tidak demokratis. Logikanya, ketika unsur badan penyelenggara memiliki hak suara 35 persen, sedangkan senat hanya punya satu suara. Ini kan sungguh tidak adil.

Proses pemilihan pimpinan kampus yang tidak demokratis ini adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, karena perguruan tinggi kini tak lagi punya independensi, khususnya dalam menentukan pemimpinnya sendiri. Risiko dari mekanisme ini adalah terpilihnya pimpinan kampus yang bukan representasi kampus.

Jika merujuk Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2014, statuta adalah peraturan dasar pengelolaan perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di perguruan tinggi. Secara rinci dapat dikatakan statuta adalah pedoman yang paling dasar dalam penyelenggaraan kegiatan yang digunakan sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun