Di Indonesia sendiri, metode pembentukan peraturan perundang-undangan sudah diatur di dalam UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun konsep omnibus law ini tidak pernah dimuat secara eksplisit.
UU Cipta Kerja merupakan paket Omnibus Law yang memiliki dampak sangat berpengaruh di masyarakat luas, terutama para pekerja di Indonesia. Menurut beberapa ahli hukum di Indonesia, apabila, metode omnibus law dipaksa penerapannya di Indonesia maka akan menimbulkan persoalan baru dalam sistem penyusunan peraturan perundang-undangan.
Hasil Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020, MK menyatakan bahwa mengabulkan permohonan pemohon sebagian dan juga menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Putusan MK ini menjadi suatu sejarah baru di dalam pengujian formil Mahakamah Konstitusi Republik Indonesia, karena hal tersebut merupakan pertama kali uji formil dikabulkan.
Dalam amar isi putusan MK tersebut pertimbangan yang digunakan oleh majelis MK, yaitu Pertama pentingnya partisipasi masyarakat dalam suatu pembentukan undang-undang. Kedua, proses pembentukan UU Ciptaker adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil. Ketiga, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan, maka berkenaan dengan itu, menurut Mahkamah terhadap UU Ciptaker harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat.
Inkonstitusional bersyarat dalam hal ini memiliki arti bahwa UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut yaitu 2 (dua) tahun.
Dalam masa perbaikan UU Ciptaker, DPR diharapkan lebih transaparan terkait dengan naskah akademik maupun dengan proses pembentukan undang-undang dan lebih terbuka untuk perancangan pembentukan undang-undang dengan dihadirkannya partisipasi publik. DPR dan Pemerintah juga harus menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciptaker.
Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 diyakini akan sangat berpengaruh dalam setiap praktik pembentukan undang-undang di Indonesia ke depannya dan juga kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H