Mohon tunggu...
Madeline
Madeline Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penelitian Mahasiswa Program MBKM FH UNEJ di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

28 Februari 2022   08:11 Diperbarui: 24 Januari 2024   02:11 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) memiliki tujuan untuk meningkatkan, memperkaya wawasan maupun kompetensi mahasiswa agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman juga menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian baik di dalam kampus maupun di luar kampus.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menciptakan inovasi dalam berbagai bentuk kegiatan belajar di luar perguruan tinggi, di antaranya melakukan magang/ praktik kerja di Industri atau tempat kerja lainnya, melaksanakan proyek pengabdian kepada masyarakat di desa, mengajar di satuan pendidikan, mengikuti pertukaran mahasiswa, melakukan penelitian, melakukan kegiatan kewirausahaan, membuat studi/ proyek independen, dan mengikuti program kemanusisaan.

Dalam hal ini, Fakultas Hukum Universitas Jember pada semester gasal tahun ajaran 2021/2022 memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswanya untuk dapat mendaftarkan diri mengikuti program MBKM yang telah disediakan oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) MBKM FH UNEJ.

Mahasiswa yang ingin mendaftarkan diri untuk mengikuti program MBKM FH UNEJ yaitu Penelitian Mahasiswa di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia akan melalui proses seleksi melalui administrasi dan tes wawancara mengenai program penelitian yang akan dilakukan mahasiswa tersebut.

Proses wawancara dilakukan bersama dengan Tim Satgas MBKM FH UNEJ, kemudian hasil seleksi wawancara tersebut diumumkan pada tanggal 4 Agustus 2021 yang hanya meloloskan 4 (empat) mahasiswa. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Madeline merupakan salah satu peserta yang lolos seleksi dan akan melaksanakan penelitian di MK  selama 4 bulan terhitung dari bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2021. Dalam penelitiannya, Madeline membahas mengenai implikasi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta (selanjutnya disebut UU Ciptaker) Kerja Pasca Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.

Pada tanggal 5 Oktober 2020, UU Ciptaker yang disahkan oleh Presiden menimbulkan banyak pro dan kontra di antara para pakar hukum serta masyarakat luas. Menurut Presiden, metode omnibus law menjadi solusi yang tepat sebagai terobosan untuk menjadikan sistem ketatanegaraan yang lebih baik terutama pada bidang perekonomian, investasi, dan juga birokrasi.

Namun, masyarakat melihat bahwa pembentukan UU Ciptaker tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) sehingga beberapa kelompok masyarakat yang merasa dirugikan melakukan pengajuan permohonan pengujian formil UU Ciptaker ke MK.

Dalam bahasa latin, kata omnibus berasal dari kata omnis yang artinya “semua” atau “banyak”. Dalam konteks hukum, omnibus law merupakan hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal.

Di Indonesia sendiri, metode pembentukan peraturan perundang-undangan sudah diatur di dalam UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun konsep omnibus law ini tidak pernah dimuat secara eksplisit.

UU Cipta Kerja merupakan paket Omnibus Law yang memiliki dampak sangat berpengaruh di masyarakat luas, terutama para pekerja di Indonesia. Menurut beberapa ahli hukum di Indonesia, apabila, metode omnibus law dipaksa penerapannya di Indonesia maka akan menimbulkan persoalan baru dalam sistem penyusunan peraturan perundang-undangan.

Hasil Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020, MK menyatakan bahwa mengabulkan permohonan pemohon sebagian dan juga menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Putusan MK ini menjadi suatu sejarah baru di dalam pengujian formil Mahakamah Konstitusi Republik Indonesia, karena hal tersebut merupakan pertama kali uji formil dikabulkan.

Dalam amar isi putusan MK tersebut pertimbangan yang digunakan oleh majelis MK, yaitu Pertama pentingnya partisipasi masyarakat dalam suatu pembentukan undang-undang. Kedua, proses pembentukan UU Ciptaker adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil. Ketiga, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan, maka berkenaan dengan itu, menurut Mahkamah terhadap UU Ciptaker harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Inkonstitusional bersyarat dalam hal ini memiliki arti bahwa UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut yaitu 2 (dua) tahun.

Dalam masa perbaikan UU Ciptaker, DPR diharapkan lebih transaparan terkait dengan naskah akademik maupun dengan proses pembentukan undang-undang dan lebih terbuka untuk perancangan pembentukan undang-undang dengan dihadirkannya partisipasi publik. DPR dan Pemerintah juga harus menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciptaker.

Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 diyakini akan sangat berpengaruh dalam setiap praktik pembentukan undang-undang di Indonesia ke depannya dan juga kepada seluruh masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun