Mohon tunggu...
Madelaine Abigail Saleh
Madelaine Abigail Saleh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

aku suka tuna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Perkembangan serta Pengaruh Masuknya Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia

23 Maret 2023   01:50 Diperbarui: 23 Maret 2023   01:57 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dahulu, kekuasaan wilayah Indonesia dibagi berdasarkan suku di mana setiap suku menunjuk seorang kepala suku menurut sistem primus inter pares yang menyatakan bahwa seseorang harus unggul dari segi kesaktian, kewibawaan, dan jiwa keperwiraan (Rosfenti, 2020). Dengan kata lain, seorang kepala suku harus diuji dari segi fisik (kekuatan) dan spiritual (keahlian). 

Kepala suku yang ditunjuk sangat dihormati oleh para penduduk desa karena dia memiliki pengetahuan yang luas mengenai adat istiadat dan pemujaan roh nenek moyang. Kepala suku dianggap sebagai seseorang yang dipercayai para nenek moyang untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan desanya, sehingga segala perintah kepala suku harus ditaati (Gunawan, 2014). Sistem pemerintahan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah memiliki sistem demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan dan memperhatikan kualitas pemerintah yang dipilih. 

Pada masa itu, India menggunakan sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Oleh karena itu, kedatangan kebudayaan Hindu-Buddha mengubah bentuk kepemimpinan di Indonesia dari kepala suku menjadi raja. Perubahan yang terjadi tidak hanya itu, tetapi pembagian wilayahnya berubah dari wilayah yang berbentuk desa menjadi kerajaan. Ketika bentuk kepemimpinannya berubah menjadi raja, cara menentukan pemimpinnya juga berubah. Kedudukan raja diwariskan kepada keturunannya secara turun temurun, bukan lewat pemilihan seperti sebelumnya sehingga pemilihan raja tidak bersifat demokratis (Gunawan, 2014). 

Raja di India hanya dianggap sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, tetapi raja di Indonesia dianggap memiliki kesaktian dan kedudukan yang sederajat dengan dewa sehingga mendapat sebutan Dewa Raja (Rosfenti, 2020). Konsep Dewa Raja dilandasi oleh konsep raja Hindu di mana keluarga raja yang ditunjuk harus berasal dari kasta Ksatria dan mendapatkan dukungan dari kasta Brahmana. 

Menurut konsep Dewa Raja, raja menerima esensi kedewataan ke dalam dirinya sehingga raja dianggap memiliki suatu aspek dari kewibawaan dewa. Raja-raja pada kerajaan Hindu biasanya mengidentifikasikan diri sebagai titisan dari Dewa Siwa atau Dewa Wishnu (Sudrajat, 2012). Kita dapat melihat bahwa raja pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha sangat ditinggikan, bahkan sampai ke tingkat di mana mereka disembah. 

Pemerintahan pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha cukup maju dan terstruktur, hal ini dapat dilihat letak geografis, keterlibatan dalam perekonomian kerajaan, kehidupan sosial masyarakat, dan struktur birokrasinya. Mayoritas kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan maritim, sehingga kerajaan-kerajaan tersebut menjadi jalur perdagangan dan perdagangan menjadi mata pencaharian utama mereka. 

Kita dapat melihat kerajaan Kutai yang terletak di jalur perdagangan utama Cina-India. Baik rakyat maupun raja kerajaan Kutai terlibat dalam perdagangan internasional. Mereka berdagang dengan orang-orang di sekitar Asia Tenggara dan pergi melakukan perdagangan ke perairan Jawa dan Indonesia di bagian timur. Raja-raja kerajaan Kutai, terutama Maharaja Mulawarman juga terkenal memiliki hubungan yang erat dengan rakyat Kutai dan kaum Brahmana. Hal-hal yang dilakukan ini menciptakan perekonomian kerajaan yang makmur dan kehidupan sosial masyarakat yang penuh dengan kesejahteraan (Rambe, 2019). 

Kerajaan Sriwijaya memiliki pembagian wilayah dan kekuasaan yang tertata. Wilayah kerajaan tersebut terbagi menjadi sejumlah mandala (sejenis provinsi) yang dipimpin oleh Datu dari keluarga raja atau kasta Ksatria (Rambe, 2019). Kerajaan Sriwijaya telah memiliki struktur birokrasi di mana tidak hanya raja yang bekerja sendiri, melainkan memiliki karyawan untuk ikut berkuasa dan melancarkan kegiatan-kegiatan yang penting. Struktur birokrasi kerajaan Sriwijaya selengkapnya adalah sebagai berikut : 

Raja: Dapunta Hyang

Datu: Yuwaraja, Pratiyuwaraja, Raja Kumara

Pegawai Pusat/Daerah: Rajaputra, Samantaraja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun