Mohon tunggu...
Made Dwi Lestari
Made Dwi Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Mata Uang (Currency War)

4 April 2023   05:45 Diperbarui: 4 April 2023   05:54 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika suatu negara kalah dalam perang mata uang, ekspornya akan menjadi lebih mahal, dan impornya akan menjadi lebih murah. Hal ini dapat mempengaruhi neraca perdagangan dan industri dalam negeri.

Beberapa Contoh Perang Mata Uang

Perang Mata Uang China

Pada 11 Agustus 2015, pasar valuta asing dikejutkan oleh bank sentral China yang membiarkan yuan anjlok menjadi 6,3845 yuan per dolar. Pada 6 Januari 2016, Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk memodernisasi ekonominya, China  terus melonggarkan nilai tukar yuan. Akbatnya, biaya ekspor China telah meningkat lebih mahal daripada ekspor negara-negara yang mata uangnya tidak dipatok terhadap dolar.

Perang Mata Uang Jepang

Pada bulan September 2010, Jepang turut serta terlibat dalam perang mata uang. Saat itu, pemerintah Jepang menjual kepemilikan yen untuk pertama kalinya dalam enam tahun terkahir. Hal ini menandai awal keterlibatan Jepang dalam konflik tersebut. Nilai tukar yen mencapai titik tertinggi sejak 1995. Hal ini membuat perekonomian Jepang terancam karena sangat bergantung pada ekspor.

Akumulasi mata uang yang relatif aman oleh negara lain telah menyebabkan peningkatan nilai tukar yen. Jika dibandingkan dengan pasar tradisional, perdagangan valas memiliki dampak yang jauh lebih besar terhadap nilai mata uang utama seperti yen, dolar, dan euro. Dengan adanya keuntungan ini, Jepang mungkin akan mendevaluasi yen agar dapat terus  membanjiri pasar dengan yen.

Uni Eropa

Pada 2013, Uni Eropa terlibat dalam perang mata uang. Uni Eropa ingin melawan deflasi dengan meningkatkan ekspornya. Pada 7 November 2013, Bank Sentral Eropa menurunkan suku bunga utamanya menjadi 0,25% dari level sebelumnya 0,50%. Karena tindakan ini, nilai satu euro dalam dolar naik menjadi $1,3366. Pada tahun 2015, satu euro hanya dapat ditukar dengan $1,05. Hal ini membuat kekhawatiran para investor akan masa depan euro sebagai mata uang.

Pada tahun 2016, penurunan nilai euro dikaitkan dengan Brexit, yang merupakan keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa. Sebaliknya, kekuatan euro meningkat pada 2017 karena dolar melemah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun